Hilangnya Identitas Seiring Kemajuan
Pada sebelah petang, sekitar pukul 15.30 WIB, rombongan pun berniat pergi ke rumah salah seorang tokoh masyarakat bernama Rodang. Letak rumah Rodang tidak begitu jauh dari Rumah Pak Nasib, hanya butuh beberapa menit saja.
Dalam perjalanan, dapat diperhatikan kenyataan seperti yang dikatakan Pak Nasib, memang tidak ada lagi rumah panggung yang dulunya bagian bawah rumah dapat digunakan untuk menumbuk padi. Kebanyakan sudah bangunan rumah beton ataupun semi permanen. Kalau pun ada rumah dari papan, bentuknya sudah seperti rumah moderen.
Yang lebih mengusik perhatian misalnya, sudah tercacak parabola di beberapa rumah yang berjejer. Artinya, dari segi informasi tentu saja masyarakat di desa Siambul ini tidak ketinggalan. Begitu juga komunikasi, dapat ditemukan beberapa anak muda yang duduk-duduk di simpang, sudah memegang handphone di tangannya masing-masing.
Rumah Rodang, salah seorang tokoh masyarakat yang seperti diinformasikan termasuk tokoh yang membawa perubahan di Kampung Siambul itu berdiri layaknya rumah kebanyakan masyarakat yang ada. Rumah beton yang terlihat belum sepenuhnya selesai dikerjakan. Lamat-lamat terdengar pula musik, sebuah alunan lagu dari negeri Eropa, Maroon 5 begitu keras keluar dari speaker yang ada di dalam rumah.
Setelah kemudian permisi, keluar seorang anak muda yang ternyata merupakan anak dari Rodang. Ia pun segera membangunkan ayahnya yang sedang istirahat tidur siang. Beberapa saat kemudian, keluarlah Rodang sembari mempersilakan rombongan masuk ke rumahnya.
Cerita demi cerita pun mengalir dari Rodang seputar Siambul dan segala impian serta persoalan yang tak kunjung selesai di kampungnya itu. Katanya, pendidikan adalah sektor yang paling utama diperlukan di desa tersebut. Karena bagiamana mungkin menyikapi segala bentuk perubahan kalau tidak masyarakat tidak memiliki latar belakang pendidikan yang layak. Sementara perubahan yang terjadi di kampungnya itu dinilai tidak hanya perubahan yang mengarah ke arah kebaikan tetapi juga perbubahan yang juga harus ada penyaringan.
“Kalau tidak berpendidikan tentu kami dari desa ini tidak bisa bersuara, tidak bisa bersaing dengan masyarakat luar. Kami menjadi minder sendiri, itulah makanya pendidikan merupakan hal yang penting,” ujarnya.
Menyadari hal itulah, kemudian Rodang dengan segala upaya memasukkan anak lelakinya untuk berkuliah di salah satu universitas di Jakarta. Dan sekarang anaknya sudah masuk semester ke empat fakultas hukum. “Pertama, saya tidak mau anak saya seperti saya yang dulunya punya keinginan kuat untuk menimba ilmu tetapi dibatasi dengan keadaan ekonomi. Jadi, dengan modal nekad, saya masukkan anak saya kuliah di ibukota Jakarta. Sejak dahulu sebenarnya kami di Siambul ini sangat merindukan pendidikan, kami sangat memerlukan pendidikan, karena dengan pendidikanlah kami bisa berpikiran maju dan tidak ketinggalan dengan yang lainnya,” ucapnya penuh harap.