OLEH ALPHA HAMBALLY

Membaca Puisi, Merasakan Kelam Sejarah Indonesia

Seni Budaya | Minggu, 17 Januari 2016 - 01:13 WIB

BAGIKAN



BACA JUGA


Berlanjut ke peristiwa setelah kemerdekaan. Tentang pembantaian PKI. Di dalam puisi Sartika Sari yang berjudul "Kampung Kolam". Meskipun awalnya ketika membaca puisi ini saya tidak sadar bahwa Sartika Sari membawa suatu hal yang mengerikan, yang pernah terjadi;

Mengikuti kakek berjalan menuju ladang di ujung jalan. petani dan warga kampung yang dulu dipenggal kepala, dibenamkan ke kolam atau yang mati

diam-diam tidak datang pagi ini. mungkin sedang sibuk menyiapkan strategi pembalasan, atau penitipan dendam pada anak-anak, tapi bukan pada kakek karena ia masih terus meraba-raba jalan.

Peristiwa yang tidak hanya terjadi di "Kampung Kolam" adalah luka terbesar bangsa. Seolah ada pihak yang menutupi atau apapun itu, yang tidak habis apabila ditulis di sini. Meskipun bukan orang hukum, tapi saya yakin tidak ada hukum yang menghalalkan pembantaian.  

Selanjutnya masih di zaman Orde Baru. Tidak bisa saya bayangkan betapa besar dosa Soeharto. Ketika memahami puisi Ramon Apta "Menggugat Nota Merah" yang bagian awalnya berbunyi, “Bukan maksud kami/Mengumbar puisi merah hati/Tatkala kau beri surat merah ini.//Kami hanya ingin meminta lampu/Untuk menerangi gelapnya matahari/Yang kau curahkan siang ini.”

Sesuatu yang dapat saya ambil dari teks puisi "Menggugat Nota Merah" adalah sebuah bentuk puisi perlawanan. Sambil membayangkan bagaimana dulu Wiji Tukul atau W.S Rendra pada masa Orde Baru.

"Nota Merah",  mohon maaf apabila saya tangkap secara sentimen sebagai simbol. Simbol berkuasanya militerisme di atas kita pada waktu yang lalu, “Namun bila hanya karena panjang sebelah kaki/Lalu kau tuduh kami hendak/ Mengencingi seragam polisi.”, karena dalam puisi tersebut ada kata "kau" dan "polisi".

Sekitar tahun 1983-1985, terjadi peristiwa yang dikenal dengan istilah penembak misterius (Petrus). Mengutip sedikit esai Budiawan di buku kumpulan cerpen Petrus karya Seno Gumira Ajidarma, bahwa militer secara tersembunyi pernah menyatakan perang terhadap kejahatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab polisi dan lembaga hukum.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook