OLEH BAMBANG KARYAWAN YS

Riwayat Asap: Obat Luka Kepedihan dan Kreativitas Penulis Menabur Benih Sastra Hijau di Riau

Seni Budaya | Minggu, 22 November 2015 - 00:06 WIB

Bermula dari Jalan Jauhari ...

Tulisan ini muncul ketika diskusi-diskusi kecil para penulis Forum Lingkar Pena (FLP) Riau di rumah inspirasi Jalan Jauhari Pekanbaru. Berkumpul membicarakan konstribusi yang tepat sebagai penulis atas derita yang dialami bersama karena bencana kabut asap. Sebagai anak negeri bertuah, beragam cara telah diekspresikan untuk mengungkapkan derita atas bencana tahunan ini. Bayangkan 18 tahun berulang-ulang menghirup asap seperti agenda tahunan rutin. Ada yang dengan demonstrasi, menulis surat, teaterikal, gerakan damai, karikatur, kreativitas di jejaring sosial, membagi masker, membagi susu kaleng dan beragam cara yang disesuaikan dengan latar belakang dan kesukaan penggagas.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sebagai penulis pun ingin merebut momen itu dengan caranya tersendiri. Dari diskusi itu, munculnya beragam saran, genre apa yang akan diusung sebagai karya tulis. Ada yang memilih puisi dengan pertimbangan lebih mampu mengungkapkan segala endapan emosi dan bahkan memiliki nilai panggung bila suatu saat diadakan aksi peduli bersama. Namun ada pula yang mengusulkan cerpen dengan pertimbangan bisa lebih leluasa mengisahkan secara utuh melalui sebuah kisah. Ada pula yang terbiasa menulis non fiksi mengusulkan esai tentang asap. Diskusi kecil pun terjadi dan tercapai kesepakatan mengingat citra FLP sebagai organisasi yang berkarya dengan kecenderungan berwarna sastra, maka dipilihlah puisi dan cerpen.

Untuk menjaga momen yang sedang berlangsung (momen asap), maka dengan waktu cepat pergerakan kecilpun terjadi untuk menyelesaikan karya. Ada yang langsung mengirimkan karya yang telah ada disimpan di folder dalam laptopnya. Ada yang memodifikasi karya yang telah jadi atau hampir jadi. Ada pula yang harus berjibaku mengejar target untuk menghasilkan karya baru.  Dengan beragam cara dan semangat menulis yang telah terpupuk maka menulis bukanlah hal yang sulit. Apalagi ditambah semangat ingin merebut momen dan pencitraan terhadap organisasi penulis yang peduli pada masalah sosial dan lingkungan. Dengan beragam semangat tersebut akhirnya terkumpullah 63 puisi dan 14  cerpen.

Beragam warna ditampilkan dari puisi-puisi dalam Riwayat Asap. Tersebutlah penyair-penyair besar dari bumi bertuah ini, Fakhrunnas MA Jabbar, H. Dheni Kurnia, A. Aris Abeba, dan Husnu Abadi. Dengan gaya personifikasinya Fakhrunnas MA Jabbar menuliskan puisinya “Asap Pun Tak Takut Presiden.”

ternyata asap pun tak takut presiden

asap hanya takur pada cuaca

cuaca takut pada hujan

hujan takut pada awan

...

hujan takut pada asap

tapi asap pun tak takut presiden.

Secara melankolik penyair Dheni Kurnia menuangkan kegelisahannya dalam puisi “Pada Awalnya Adalah Asap”.  Beliau juga menuturkan kesedihan akan korban dalam “Cahaya Asap Menusuk Rahim Hanum”. Belum lagi A. Aris Abeba dalam puisi “Ratap” ditulis sebagai ekspresi kemarahan.  Serta penyair-penyair FLP Riau dengan beragam gaya penuturannya termasuk ragam berbisik yang menggugah nurani dan bermuara pada renungan dan berkaca diri.

Gaya personifikasi juga turut hadir dalam cerpen “Putih” karya Nafiah al Marab. Setting kearifan masyarakat dalam memelihara alam hadir dalam  cerpen “Tarian Malam” oleh Ilham Fauzi. Serta cerpen “Manusia Salai”, cerpen yang diangkat dari tulisan berita yang terbit di harian Riau Pos Cerpen yang ditulis kombinasi antara ketersesakan penulis dan kreativitas mengolah cerita yang berisikan prediksi manusia-manusia Riau bila kondisi asap tak kunjung pergi. Berikut cuplikannya:









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook