Puisi Leman Lengkung
Kepada Atah Roy
Tah, bulan yang atah rangkai di kening malam itu, kini cahayanya menipis
Awan tak bersahabat lagi, mereka terlalu liar menafsirkan kesetiaan
Aku terkenang Hang Tuah dipijak rayu, sehingga tak kuasa membentang bela
Darah melayu terlalu murah tertumpah pada tanah tak bermarwah
Tah, aku bimbang memeluk sejarah, tersebab hari ini orang-orang engan berkisah
Kita hanya menghidang kepasrahan dan ketakutan
Sementara setiap jengkal tubuh kita luka semakin menanah
Tak sempat nak berdiri di depan cermin durhaka
Tah, aku merindui Megat Srirama yang muntah darah melawan serakah
Aku juga terkenang Raja Haji yang mengokah keangkuhan dengan keberanian
Biarlah Patih Karmawijaya memainkan seruling bencinya
Dan kita menari sambil menggenggam kasih yang tak terlerai
Tah, adakah kesetiaan harus berkorban?
Sepeti Sultan Syarif Kasim menyerahkan tahtah?
Atau seperti Hang Tuah menghujamkan Tamingsari ke perut Hang Jebat?
Tah, aku tak ingin terkapar di bilik pasrah!
di negeri pasrah
rahim-rahim terbakar
berjuta nyawa dilepaskan
terbang ke udara
terbunuh keserakahan
angin tak bawa iba
pada diri terbalut sunyi
matahari tak menembus hati
terlalu panjang nafas disumbat
partikel-partikel tamak menghenyak
dilantak sesak
tak jua tersentak
berhektar-hektar pandang
dihalang kematian membentang
genderang perang berbunyi sumbang
tubuh-tubuh terlentang
tiada yang meradang
ini tanah tak mungkin disia-siakan
telah banyak kisah berdarah
tumpah mengalir dari ceruk angan
untuk berdiri dengan dada tak menyerah
denyut nadi api kini
menjadi malapetaka hari-hari sepi
tanpa mimpi tanpa jadi
hanya kematian yang menari
heeee... tubuh kita terkoyak
diam yang berserak
dipantak gertak
tak bergerak
menjulang marwah
gelembung pecah
sejarah bernanah
di negeri pasrah