Yang Termashur di Tarusan

Seni Budaya | Minggu, 01 Agustus 2021 - 11:19 WIB

Yang Termashur di Tarusan
Aktivitas masyarakat di atas piaw saat menangkap ikan. (RIAU POS)

Sebagai satu-satunya transportasi, masyarakat harus lebih jeli memilih piaw (perahu mesin). Dan piaw terbaik itu ada di Tarusan.

(RIAUPOS.CO) - HUTAN Rantau Kampar Kiri, khususnya di  sepanjang kawasan Rimbang Baling, ditumbuhi ribuan jenis kayu-kayu pilihan, seperti Gaharu, Meranti, Medang, Kempas, Ramin dan masih banyak lainnya. Beberapa dari jenis kayu ini, seperti kayu Medang dan Meranti, menjadi kayu terbaik untuk dijadikan piaw. Ini sudah terjadi sejak dahulu kala, ratusan tahun silam, dan turun temurun hingga sekarang.


Desa Tarusan, merupakan desa yang dikenal sebagai penghasil piaw terbaik di kawasan ini. Memang, di beberapa desa lain, ada juga masyarakat yang memproduksi perahu tersebut, seperti di Desa Muara Bio, Gajah Batalut dan beberapa desa lainnya. Tapi, tidak sepopuler perahu-perahu yang dihasilkan masyarakat Desa Tarusan. Kemasyhurannya terkenal sampai ke mana-mana. Mayoritas masyarakat di sepanjang Sungai Subayang, bahkan Sungai Bio, memesan perahu di desa ini. Puluhan ribu Kepala Keluarga (KK) yang harus dilayani. Sementara, kawasan rimbang baling dihuni ribuan KK dan 1 KK minimal harus  memiliki 1 piaw.

Pak Nasar yang lebih dikenal dengan Pak Bogok, merupakan salah satu pengrajin piaw di Desa Tarusan. Ia menekuni pekerjaan ini sejak tahun 1978. Kepiawaiannya didapat dari orangtuanya ketika ia masih muda. Kini, dalam usianya yang sudah lebih 60 tahun, masih tetap membuat piaw. Bahkan semakin lihai dan karyanya semakin diminati. Sejak ia membuat piaw, sudah tidak terhitung berapa piaw yang dihasilkannya. Saat beruntung, dalam sebulan, ia bisa mendapat tempahan 3 hingga 4 piaw. Tapi ada kalanya dalam sebblan, tidak ada yang pesan sama sekali.

Penghasilan dari membuat piaw inilah yang digunakan untuk membesarkan 10 orang anaknya. Ada piaw besar (jonson), dana banyak pula piaw kecil (robin). Harga antara kedua piaw ini juga tidak sama. Jonson atau piaw dengan mesin jonson, lebih besar, muatannya lebih banyak, harganya juga lebih mahal. Bisa mencapai Rp12,5 juta per unit. Sedangkan Robin atau piaw dengan mesin robin, ukurannya lebih kecil, muatannya lebih sedikit dan harganya lebih murah. Ada yang 4 juta, 4,5 juta hingga 6,5 juta per unit.Waktu penyelesaiannya juga tidak sama. Tapi berkisar antara 7 hingga 10 hari atau paling lama 15 hari.

Belasan Pengrajin

Di Tarusan, tidak hanya Pak Bogok yang mahir membuat piaw. Setidaknya ada 15 orang. Mereka berkerja di empat galagan (lokasi) pembuatan piaw. Jumlah pengrajin di satu galangan dengan galangan lain tidak sama. Ada yang tiga orang per galangan, ada juga yang empat. Masing-masing memiliki keahlian dan pelanggan yang berbeda. Jumlah pengrajin piaw di desa ini jauh lebih banyak dari beberapa desa lainnya. Pelanggannya juga bermacam-macam. Tidak hanya dari desa tetangga, tapi juga desa yang jauh seperti Ludai, Pulau Pencong dan masih banyak lainnya. Mungkin karena ini juga Tarusan dikenal sebagai desa pengrajin piaw terbaik di kawasan ini.

Dari waktu ke waktu, generasi pengrajin piaw di Desa Tarusan tidak pernah habis. Selalu ada generasi berikutnya yang juga piawai membuat piaw. Pak Bogok juga menurunkan bakatnya kepada anak lelakinya. Tidak kalah lihai dengan Pak Bogok. Karena memang  hari-harinya dihabiskan membuat piaw dengan Pak Bogok dan beberapa rekan yang berkerja di galangan Pak Bogok tersebut. Warga yang lain juga demikian. Ahli membuat piaw harus terus ditanamkan selagi masyarakat masih menggunakan piaw sebagai kebutuhan yang paling mendasar.

Tidak cukup hanya dengan ahli membuat piaw. Tapi ahli menjaga keberlangsungan bahan dasar piaw, jauh lebih penting. Kayu Medang dan Meranti yang menjadi bahan dasar, meski ditebang sesering mungkin, tidak pernah habis. Sebab, kayu yang kecilnya terus diperhatikan, dijaga sehingga menjadi besar. Ini juga yang selalu ditanamkan Pak Bogok kepada teman-temannya selaku pengrajin tertua di kawasan ini.

Ketelitian Menghasilkan Karya Terbaik

Perlu kehati-hatian, ketelitian dan ketekunan yang lebih untuk bisa menghasilkan piaw terbaik. Mulai dari memilih bahan dasar di tengah rimba, memotong, membersihkan hingga menjalin potongan-potongan kayu tersebut menjadi satu piaw yang sempurna. Bahan-bahan pendukung lain seperti lem, juga sangat menentukan. Unikya, masyarakat tidak menggunakan lem kayu yang dijual di pasar-pasar, tapi lem yang dibuat sendiri dengan bahan dasar damar. Damar ini juga dibeli dari warga tempatan dengan harga Rp15 ribu per kilo gram. Damar tersebut dihancurkan, disiram minyak tanah, diaduk dan menjadi lem kuat untuk piaw. Agar bekas lem tidak kelihatan, setelah kering dicat dengan warna hijau atau warna lain yang disukai pelanggan.

Pengrajin mencari sendiri kayu Meranti atau Medang yang dinilai sebagai kayu terbaik untuk piaw ke dalam hutan. Kayu yang besar, tinggi dan lurus ditebang, dibawa pulang ke galangan, lalu dipotong-potong, dibersihkan dan dibelah-belah. Sudah pasti ukurannya tidak sama, sesuai dengan kebutuhan bagian-bagian piaw sendiri. Ada yang panjang, pendek, lurus dan juga bengkok. Kayu-kayu ini disusun di tempat pembuatan. Sedangkan serbuk kayu bekas pahatan menumpuk hampir di semua bagian galangan.

Dari awal pertama pembuatan piaw yang dimulai dengan menebang kayu hingga menjadi piaw diperlukan waktu seminggu atau tergantung besarnya piaw yang ditempah. Untuk satu piaw saja menghabiskan empat pohon besar. Bagian-bagian pucuk kayu banyak yang terbuang. Makanya harus dipilih yang bagus dan kuat. Piaw dibuat dengan menggunakan berbagai peralatan seperti baliung, pahat, gergaji, paku, kuas dan sebagainya.

Hal yang paling penting dan perlu diperhatikan dalam memmbuat piaw adalah bagian –bagian dari kapal itu sendiri. Salah satunya banan (bagian tengah paling bawah yang langsung bersentuhan dengan air). Papannya harus lurus, tebal dan tidak keropos. Bagian-bagian lain seperti tajuk yang dipasang berderet di sepanjang tepian piaw, juga harus diperhatikan. Besar kecilnya harus sama, bengkoknya juga harus serupa. Dipaku dengan kuat sehingga bagian tengah paling atas (tempat duduk penumpang) menjadi kuat pula.  

Agar selamat dan pembuatan kapal berjalan lancar, setiap hendak memulai pembuatan kapal baru diawali dengan doa. Dikenal juga dengan ritual khusus. Waktu yang terus berubah membuat masyarakat semakin modern sehingga sebagian tukang tidak lagi menggunakan ritual ini. ‘’Kalau orang lain mungkin iyo (menggunakan ritual), kalau awak ndak. Buat piaw, ya buat saja,’’ kata Pak Bogok.

Selain membuat perahu baru, pak bogok juga menerima service perahu yang sudah tidak sehat. Semacam rumah sakit untuk perahu. Mulai dari memperkuat paku pada bagian-bagian piaw yang sudah longgar, melumuri dengan minyak hingga mengecat piaw tersebut. Piaw yang sudah dipakai setahun, sudah saatnya masuk rumah sakit untuk diopname, untuk diservice sebab ketahanan perahu hanya 3 hingg 3,5 tahun. Leat dari itu harus diperbaiki.

 

Laporan KUNNI MASROHANTI  Kampar

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook