PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Senyum riang terpancar dari salah seorang murid yang menyambut kedatangan gurunya, Senin (27/7) pagi. Dia adalah Aditya Saputra (9), salah seorang murid Sekolah Luar Biasa (SLB) Sekar Meranti, di Kecamatan Rangsang Barat Kepulauan Meranti.
Belum sempat gurunya masuk ke rumah, ia bergegas mengambil buku dan meja kecil yang dibuat seadanya oleh sang ayah. Tidak ada sedikit pun keluh kesah terpancar dari wajahnya. Lembar demi lembar buku tercerna. Seolah-olah menjadi asa di tengah keterbatasan mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Karena keterbatasan itu juga, belajar tatap muka terpaksa ditempuh. Tidak seperti daerah lain yang difasilitasi teknologi dan perangkat-perangkat yang mumpuni. Saat itu dia dituntun oleh sang guru yang kerap dipanggilnya Bunda Rameliana.
"Mengunjungi setiap kediaman murid secara bergiliran terpaksa ia lakukan. Kerena tidak memiliki fasilitas untuk belajar secara daring dan luring (luar jaringan, red) seperti sekolah lain. Jangankan fasilitas internet, di sini nelepon saja susah," kata Bunda Rameliana.
Sehingga dapat dikatakan bertolak belakang dengan edaran dari Kementerian Pendidikan. Setiap sekolah mewajibkan belajar secara daring dan luring di rumah masing masing.
"Kita harus tetap menjaga SOP kesehatan. Social distancing sebagai upaya pencegahan Covid-19, makanya tidak kami terapkan sistem kelompok, melainkan mendatangi setiap rumah murid," ungkapnya.
Diambahkannya, meski corona menjadi pandemi yang mempengaruhi kondisi masyarakat, namun hiruk pikuknya seperti tidak sampai ke telinga para murid. Mereka tetap menikmati hari tanpa sedikit pun kekhawatiran. Kebijakan merumahkan aktivitas sekolah malah disambut gembira.
"Begitulah anak-anak, bermain masih jadi fokus mereka," ujarnya.
Ditambahkan oleh Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Sekar Meranti, Kecamatan Rangsang Barat Syafrizal, kebijakan atas pola belajar tersebut berjalan lebih kurang sebulan.
"Sudah berjalan empat minggu pola ini kami laksanakan. Sampai saat ini tidak ada masalah. Malah para murid dan guru lebih fokus mengajar dan belajar," ujar Syafrizal.
Walaupun demikian ia tidak menyangkal jika bertambahnya beban para guru. Selain waktu, biaya operasional juga ikut bertambah.
"Memang terbilang berat, tapi kita tidak persoalkan yang terpenting ini semua demi anak-anak bisa mendapat pelajaran secara efektif," tutur Syafrizal.
Dikatakan Syafrizal saat ini ada sembilan guru yang mengajar di sekolah yang dipimpinnya, empat orang berstatus sebagai tenaga honor yang sedang magang. Selebihnya tetap. Sementara itu jumlah murid mereka ada 45 orang. Menurutnya jika dibagi, setiap guru harus mendatangi lima kediaman murid-muridnya.
"Setiap guru mulai bergerak sejak pukul delapan pagi. Dan baru bisa pulang tengah hari," ujarnya.
Walaupun demikian Syarizal merasa puas dengan metode yang dilakukan pihaknya, mengingat dengan begitu para orang tua juga terbantu dan bisa sekalian mendapatkan bekal untuk mendidik anak-anak mereka.
Siapkan Beberapa Alternatif
Kepala Dinas Pendidikan Riau Zul Ikram mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan terkait keluhan pelaksanaan sekolah secara daring atau online untuk tingkat SMA sederajat di Riau. Namun demikian, jika nantinya ada keluhan berupa kesulitan pelaksanaan sekolah daring, maka pihaknya sudah menyiapkan beberapa cara.
"Alhamdulillah sampai saat ini belum ada keluhan tentang pelaksanaan sekolah daring," kata Zul Ikram.
Lebih lanjut dikatakannya, jika nantinya ada keluhan terkait pelaksanaan belajar daring, pihaknya sudah menyiapkan beberapa skema. Yakni dengan menerapkan sekolah secara langsung atau luar jaringan (luring).
"Kalau permasalahannya terkait jaringan, maka bisa saja berkemungkinan dilakukan secara langsung atau tatap muka, namun dengan menerapkan protokol kesehatan," sebutnya.
Namun demikian, menurut Zul, saat ini secara umum daerah di Riau sudah mencukupi di bidang koneksi internet. Hanya tinggal beberapa daerah saja yang kondisi jaringan internetnya masih fluktuatif.
"Secara umum pelaksanaan belajar daring masih lancar. Saya hingga saat ini belum ada terima laporan," ujarnya.
Gunakan Sistem Luring
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Dumai membuat kebijakan terkait pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilaksanakan di tengah Pendemi Covid-19. Pembelajaran jarak jauh dilakukan dengan dua sistem. Yakni daring dan luring. Dua sistem itu sudah berjalan sejak pandemi Covid-19 mewabah dan sekolah-sekolah diliburkan.
"Memang tidak semua orangtua murid yang mampu dan bisa menggunakan smartphone untuk belajar dengan sistem online makanya kami juga gunakan sistem luring," ujar Kadisdikbud Kota Dumai, Syaari.
Ia mengatakan sistem luring yakni orangtua murid mengambil tugas-tugas yang diberikan guru ke sekolah. Selain itu, ada juga sekolah yang berada di pinggir kota yang akses internetnya terbatas juga menggunakan sistem luring. Jadi tidak dipaksa harus menggunakan sistem online.
"Makanya kami menyebutnya dengan sistem PJJ di tengah pandemi Covid-19. Alhamdulillah, selain itu tidak ada permasalahan dan kendala yang lainnya," tuturnya.
Di Kabupaten Kuansing, untuk proses belajar mengajar dengan cara tatap muka memang tidak dilakukan. Sehingga sekolah di sana masih belajar daring.
Menurut Kadisdikpora Kuansing Jupirman SPd melalui Sekretaris Masrul Hakim mengakui bahwa ada beberapa persoalan seperti jaringan internet. Banyaknya sekolah yang menggelar sistem luring dikarenakan jaring internet di pelosok belum bagus. Sehingga tidak memungkinkan untuk menggelar pembelajaran secara daring.