"Untuk pakaiannya yang sulit, harus ditempah semua. Kami menempah di Duri. Begitu juga sepatu dan sandal. Belakangan karena sudah tak muat lagi, bagian atas sendalnya terpaksa di gunting biar muat. Bahkan maaf, jangankan pakaian, untuk kolornya pun payah dicari," kata Joko.
Melihat perkembangan Emen, Joko merasa khawatir pertumbuhan anaknya masih terus terjadi mengingat dengan usia yang relatif muda sudah mencapai dua meter lebih. Bahkan dari informasi yang diperoleh dari orang-orang, ujarnya, untuk orang yang tertinggi di dunia saja bisa saja disusul Emen. Ini mengingat usia sang anak yang sangat muda dan terus tumbuh.
Suami istri yang sehari-hari bekerja sebagai buruh deres karet ini merasa khawatir nantinya hal-hal yang diperlukan untuk Emen tidak bisa dipenuhi mengingat pendapatan yang serba pas-pasan. "Terutama untuk perlengkapan dan pakainnya," kata Joko.
Ketika ditanya apakah di tengah keluarga ada yang bertubuh bongsor, Joko menyebutkan tidak ada. Hanya saja di sebelah pihak istrinya pernah diceritakan mengenai eyang-eyang mereka yang bertubuh tinggi besar. Namun hal itu tidak bisa dibuktikan karena berdasarkan cerita di tengah keluarga saja.
Dalam kesehariannya Emen adalah anak yang rajin salat berjamaah ke masjid. Remaja kelahiran 22 Oktober 2003 itu juga anak yang pendiam. Dia mengaku tidak kesulitan dengan kondisi tubuh tinggi tegapnya tersebut. "Tidak ada kesulitan, cuma kalau mau main susah karena tak ada kawan yang pas," katanya.
Beruntung perbedaan fisik Emen tidak membuatnya risih atau dikucilkan dari pergaulan. Di sekolah pun dia berbaur dengan teman-teman seperti anak sekolah biasanya. Keberadaan Emen saat ini menjadi perhatian public. Sejumlah pihak menurut Joko terutama dari media terus berdatangan meminta dilakukan wawancara. Sebagian ada yang datang hanya untuk bertemu atau minta berfoto bersama Emen.***
Laporan: Zulfadhli
Editor: Arif Oktafian