PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Gubernur Riau Wan Thamrin Hasyim mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh masyarakat, Sabtu (26/1). Bertempat di kediaman Gubri, pertemuan tersebut membahas banyak hal. Salah satunya adalah usulan nama untuk Jembatan Siak IV yang sebentar lagi akan diresmikan.
Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Datuk Seri Al azhar menceritakan, ada dua poin penting yang disampaikan Gubri dalam pertemuan pagi itu.
“Dari sambutan Gubri, saya menangkap intinya ada dua hal,” sebut Al azhar kepada Riau Pos usai pertemuan.
Dijelaskan dia, pertama, Gubri menyampaikan semacam pertanggungjawaban moral pelaksanaan tugas sejak ditetapkan dan dilantik sebagai wakil gubernur, Plt gubernur sampai gubernur definitif. Bagi Wan, lanjut Al azhar bercerita, tokoh masyarakat yang hadir pada pertemuan itu adalah orang-orang yang secara informal banyak membantu sekaligus menugaskan dirinya untuk menyelesaikan sejumlah persoalan pembangunan di negeri ini.
“Beliau menyampaikan bahwa tugas dan aspirasi khusus itu relatif sudah diselesaikan. Antara lain Jembatan Siak IV, Jembatan Layang (dua flyover, red) embarkasi antara untuk jamaah haji, kebijakan muatan lokal budaya Melayu baik untuk lingkungan pendidikan maupun untuk ruang umum dan beberapa lagi,” ungkapnya. Untuk itu, dalam pertemuan tersebut, Wan Thamrin sangat berterima kasih kepada semua pihak yang membantu mengatasi hambatan-hambatan penyelesaian persoalan itu. Poin kedua adalah khusus membahas mengenai Jembatan Siak IV. Dari penyampaian Gubri, jembatan yang mulai dibangun sejak 2009 itu akan diresmikan pada Februari 2019 mendatang.
Dalam momen peresmian tersebut, Gubri dikatakan Al azhar ingin ada peresmian nama sekaligus. Maka dalam kesempatan itu sejumlah tokoh yang hadir diminta memberi masukan atau usulan nama yang baik untuk Jembatan Siak IV. Semula, Wan Thamrin menawarkan nama Muhammad Ali Marhum Pekan atau Sultan Abdul Jalil Muazzamsyah yang merupakan Sultan Siak V. Akan tetapi nama itu sudah dipakai untuk nama Jembatan Siak III.
“Beberapa hadirin kemudian mengusulkan nama Tengku/Raja Alam (Sultan Abdul Jalil Alamudinsyah) yang gelar posthumousnya adalah Marhum Bukit. Sultan Siak IV ini adalah ayahanda Marhum Pekan. Usulan tertulis disampaikan oleh budayawan H OK Nizami Jamil dan Lembaga Adat Melayu Riau Kota Pekanbaru,” tutur Al azhar.
Usulan tersebut mendapat dukungan dari banyak pihak. Termasuk LAM Riau yang turut hadir. Karena bagi LAMR, penggunaan nama tokoh-tokoh sejarah Bumi Lancang Kuning untuk nama bangunan monumental seperti jalan dan tempat/kawasan khusus adalah penting untuk memelihara ingatan pada ketokohan yang bersangkutan dalam sejarah. Itu juga merupakan salah satu cara melestarikan budaya. Apalagi untuk kota Pekanbaru, dikatakan Al azhar perubahannya cukup cepat dan masyarakatnya makin majemuk. Jika dibiarkan apa adanya maka akan makin mengaburkan sejarah serta identitas ke-Melayu-annya.
“Putusan resmi belum ada. Walau demikian, nama yang mengemuka adalah Tengku/Raja Alam (Marhum Bukit). Dalam kesempatan memberi sambutan, selain Marhum Bukit, saya juga menyebut nama putari baginda, yaitu Tengku Embung Badaryah. Tapi tak ada yang menanggapi. Mungkin hadirin berpikir, nama itu diinventarisir untuk bangunan monumental lainnya saja. Pikiran ini membuat adanya tim penjaring menjadi penting,” tambahnya.
Terakhir ia menambahkan, belajar dari kurang dikenalnya nama Marhum Pekan sebagai nama jembatan Siak III, bila nama jembatan Siak IV sudah ditentukan, maka Pemprov Riau dan seluruh pemangku kepentingan perlu memperkenalkannya secara masif kepada umum. Sehingga seluruh lapisan masyarakat Riau dapat memahami dengan baik pemberian nama-nama tersebut.
‘’Dalam pertemuan itu juga disampaikan keinginan agar venue-venue yang dibangun menjelang PON tahun 2012 yang lalu diberi juga nama tokoh-tokoh dalam sejarah dan ingatan kolektif Riau,” tuntasnya.(nda)