Sepulang ke tanah air, Ilham kembali memutuskan untuk bergabung menjadi jurnalis di Riau Pos. Saat itu ia juga sangat aktif di organisasi kewartawanan. Bahkan sempat menjadi Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) pada tahun 2010-2013. Ilham juga pernah menjadi saksi ahli pers bersertifikat pada 2010-2013. Di Riau Pos sendiri, Ilham sempat menjabat sebagai Koordinator Liputan (Korlip) Riau Pos pada tahun 2014.
Di samping itu dia pernah juga tercatat mengajar sebagai dosen lepas di beberapa perguruan tinggi seperti UIR, UIN, AKMR dan STIH Persada Bunda. Terutama untuk mata kuliah hukum tata negara, hukum internasional, hukum etika pers dan penyiaran, menulis karya tulis ilmiah populer dan mata kuliah jurnalistik.
“Saya pernah ketua tim advokasi AJI. Korban kekerasan wartawan saat diintimidasi oknum aparat. Kemudian sudah sekian lama jadi wartawan kayak ada panggilan profesi bahwa KPU perlu orang dari unsur media,” kenangnya.
Pada 2014 itulah Ilham memutuskan untuk mendaftar sebagai Komisioner KPU Riau. Karena memiliki latar belakang pendidikan hukum, diberi amanah memimpin divisi hukum dan pengawasan. Ada banyak pengalaman yang ia lalui ketika menjabat selama 5 tahun terakhir. Mulai dari percobaan pemberian suap, sampai digugat dan bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) pernah ia lalui.
“Sangat banyak pengalaman 5 tahun belakangan. Mulai dari percobaan gratifikasi. Saya mau dicoba disuap orang. Kemudian menyiapkan persoalan hukum cukup banyak. Mulai dari dilaporkan atau digugat ke pengadilan negeri pernah. PTUN pernah. Gakumdu Bawaslu sampai bersengketa di MK. Semua berkaitan dengan pekerjaan,” ucapnya.
Sampai 2018 akhir, menjelang masa jabatan periode pertamanya habis, Ilham kembali mendaftar sebagai komisioner KPU. “Tak pernah mengira. Tak ada prediksi untuk itu (Ketua KPU Riau, red), termasuk niatan. Hanya saja, saya sudah mempersiapkan diri untuk amanah ini,” ungkapnya.
Dengan jabatan sebagai Ketua KPU Riau, Ilham bertekad untuk lebih memperkuat dari segi kelembagaan. Ia mencontohkan, dulu masyarakat masih menganggap bahwa KPU merupakan lembaga yang menyebabkan faktor kecurangan pemilihan. Namun sejak beberapa waktu belakangan anggapan itu mulai berkurang. Itu karena konsistensi KPU dalam menjaga independensi. ‘’Kami akan menjaga kemandirian KPU ke depan,’’ ujarnya.
Ia juga ingin membangun kelembagaan yang transparan. Bahwa seluruh informasi di KPU menjadi milik publik. Terkecuali hal-hal yang belum di plenokan atau diputuskan didalam rapat. Semua informasi ia inginkan tidak ada yang disembunyikan. Semuanya terbuka selebar-lebarnya untuk masyarakat.
Selanjutnya ia ingin membangun hubungan yang lebih erat antara KPU tingkat provinsi dan kabupaten kota. Dengan menggunakan teknologi yang sederhana. Seperti Whatsapp grup dan lain sebagainya. Ia juga menyatakan siap untuk mencarikan solusi atas semua permasalahan yang dialami komisioner KPU di Kabupaten kota. “Kami membiasakan mencarikan solusi yang cepat dan tepat. Memanfaatkan teknologi yang ada saat ini. Apalagi di masa sibuk seperti sekarang,” paparnya.
Selain itu, ia juga berkomitmen untuk betul-betul melayani seluruh peserta pemilu secara merata. Sehingga tugas pokok KPU bisa berjalan dengan baik.”Yang terpenting adalah saling berkoordinasi karena setelah saya menjabat yang banyak saya temukan itu karena masalah komunikasi. Ini yang harus difokuskan. Sehingga setiap persoalan bisa teratasi dengan baik,” tuturnya.(das)