PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami bukti terkait kasus dugaan suap yang menjerat Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra. Terbaru, lembaga antirasuah ini melakukan penggeledahan di tiga tempat di Kota Pekanbaru. Yakni sebuah kantor yang berada di Kecamatan Limapuluh serta dua rumah kediaman yang masing-masing terletak di Kelurahan Tangkerang dan Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai.
Informasi tersebut disampaikan Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada Riau Pos, Jumat (22/10). Dikatakan Ali, penggeledahan yang dilakukan penyidik berkaitan dengan pendalaman kasus dugaan suap Andi Putra. Adapun kegiatan tersebut dilakukan dengan upaya paksa pada Kamis (21/10).
"Tim penyidik telah selesai melakukan upaya paksa penggeledahan di tiga lokasi berbeda yang berada di wilayah Pekanbaru," sebut Ali.
Ia menambahkan, dari tiga lokasi dimaksud, ditemukan dan diamankan bukti antara lain berbagai dokumen berupa catatan keuangan yang diduga terkait dengan perkara. Selanjutnya, bukti-bukti tersebut akan dicocokkan keterkaitannya dengan perkara dugaan suap Andi Putra.
"Penyidik juga melakukan penyitaan bukti untuk melengkapi berkas perkara," imbuhnya.
Namun sayang, Ali tidak menjelaskan secara rinci terkait kantor dan kediaman siapa yang digeledah oleh KPK. Pertanyaan Riau Pos tentang rincian di atas melalui pesan singkat WhatsApp, tidak dibalas Ali.
Diketahui sebelumnya Bupati Kuansing Andi Putra resmi ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap perizinan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit PT Adimulia Agrolestari (AA). Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama GM PT AA Sudarso, Selasa (19/10) malam.
Setelah penetapan tersebut, keesokan harinya Andi Putra langsung dibawa penyidik KPK ke Jakarta untuk menjalani masa penahanan. Dalam perkaranya, KPK menduga Bupati Kuansing menerima suap senilai Rp700 juta. Uang suap itu diduga terkait fee 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU.
Atas perbuatan keduanya, para tersangka disangkakan melanggar pasal Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Republik Indonesia No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20/2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal tersebut disangkakan kepada Sudarso, selaku pemberi.
Sedangkan untuk Andi Putra, KPK menerapkan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU RI No.31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No.20/2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Untuk keperluan proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 19 Oktober hingga 7 November 2021.
Rakyat Miskin Akibat Tingginya Kasus Korupsi
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengajak sivitas akademika untuk memiliki perhatian terhadap pemberantasan korupsi. Menurutnya, 18 tahun keberadaan KPK, memerlukan dukungan segenap pihak untuk dapat memberikan dampak yang signifikan dalam pemberantasan korupsi.
"Korupsi masih terjadi secara masif. Masyarakat Indonesia juga masih banyak yang miskin karena penyebabnya tingkat korupsi yang tinggi," kata Alex dalam kuliah umum di Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (22/10).
Salah satu strategi pemberantasan korupsi yang KPK lakukan yaitu edukasi dan kampanye antikorupsi. Untuk pendidikan dasar dan menengah, ujarnya, KPK bekerja sama dengan pemerintah daerah (pemda). Sebelumnya, juga sudah dilakukan perjanjian kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama.
"Untuk pendidikan dasar dan menengah, KPK minta pemda tingkat II mengeluarkan peraturan daerah terkait pendidikan antikorupsi. Begitupun dengan pemda tingkat I atau dengan Gubernur. Kami juga sudah minta untuk diterbitkan peraturan terkait pendidikan antikorupsi untuk tingkat SMA atau setaranya," terang Alex.
KPK, lanjut Alex, terus memonitor perkembangan penerbitan regulasi dan implementasinya di lapangan. Tujuannya, agar masyarakat khususnya di tingkat sekolah menerima pendidikan nilai-nilai integritas dan kejujuran sejak dini. Selain itu, Alex juga menekankan hal tersebut bukan saja menjadi tugas sekolah, tapi penting memulai pendidikan antikorupsi sejak di rumah.
Menurut Alex, ada yang kurang di dalam konsep pendidikan dasar yang diimplementasikan selama ini. Dia mengambil contoh negara-negara yang relatif baik tingkat pendidikannya seperti Irlandia, Singapura, Jepang, menurutnya, lebih konsen memberikan pendidikan karakter lebih banyak di awal masa sekolah.
"(Seperti) kejujuran, ketertiban, kedisiplinan. Menurut survey, ternyata kunci keberhasilan seseorang itu kejujuran, kerja keras dan disiplin," papar Alex.
Di hadapan lebih dari 1.000 peserta yang terdiri dari mahasiswa, dekan, dan tenaga pengajar Untan yang mengikuti baik secara daring maupun luring, Alex juga meminta untuk menumbuhkan semangat transparansi dan akuntabilitas agar setiap kegiatan dapat berjalan dengan baik di lingkungan kampus.
"Kita ciptakan lingkungan di mana mahasiswa berani bersuara menyampaikan apa yang ia rasakan tidak benar. Harus kita hargai dan buka ruang itu. Tidak perlu kita gampang marah," pinta Alex
Alex juga menyebutkan mahasiswa dan generasi muda sangat berpotensi untuk menduduki jabatan-jabatan publik. Misalnya menjadi anggota DPR atau DPRD karena syarat umur minimal 21 tahun, untuk menjadi Bupati/Wali Kota 25 tahun, dan untuk menjadi Gubernur 30 tahun.
"Kalau mahasiswa aktif di lingkungan sosial, aktif berkontribusi terhadap perbaikan lingkungan, masyarakat mempercayai dan mendorong menjadi anggota dewan, ya maju saja," dorong Alex.
Sementara itu, Rektor Universitas Tanjungpura Prof. Dr. Garuda Wiko menyampaikan bahwa tema kuliah umum ‘Pembangunan Budaya Integritas Melalui Pendidikan Antikorupsi’ merupakan tema yang sangat relevan dan perlu diangkat mengingat dampak korupsi bagi suatu negara.
Korupsi tidak hanya berpengaruh atau berdampak secara finansial namun juga pada aspek sosial, ekonomi, keamanan, politik dan budaya. Hingga saat ini Indonesia berupaya untuk memberantas praktik korupsi yang masih menjerat berbagai kalangan lapisan masyarakat dan dilakukan secara sistemik," ujar Wiko.
Salah satu bentuk upaya pencegahan korupsi, lanjutnya, adalah dengan melahirkan generasi yang bersih dari korupsi. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat melalui pendidikan.
"Institusi pendidikan sudah seharusnya menjadi poros utama untuk mengembangkan budaya hukum antikorupsi. Dalam hal ini pendidikan tinggi sebagai wadah pencetak generasi muda yang berperan penting dalam upaya pemberantasan korupsi diintegrasikan dalam Tri Dharma perguruan tinggi," jelas Wiko.
Atas latar pemikiran tersebut, lanjut Wiko, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengeluarkan Permenristekdikti Nomor 33 tahun 2016 tentang penyelenggaraan pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi yang menjadi payung hukum penyelenggaraan pendidikan antikorupsi pada perguruan tinggi.
"KPK sebagai lembaga negara yang memegang peranan penting dalam pemberantasan korupsi, sudah saatnya menjadi partner utama bagi perguruan tinggi dalam implementasi pendidikan antikorupsi," pungkas Wiko.(jpg/ted)