(RIAUPOS.CO) - Kopi liberika Meranti menjadi primadona. Tidak hanya di Riau, kopi ini menjadi incaran nomor satu di Malaysia. Kopi jenis liberoit yang dibudidayakan di Pula Rangsang Kepulauan Meranti ini selalu diborong habis. Tapi nasibnya kini terancam karena abrasi dan serbuan air asin.
Antusiasme Ketua Harian petani kopi kelompok Indikasi Geografis (IG) Masyarakat Peduli Kopi Li berika Rangsang Meranti (MPKLRM) Al-Hakim kepada Riau Pos menerangkan, potensi liberika Meranti mampu menutupi kegelisahan dirinya dan ratusan petani kopi asli Riau ini. Al-Hakim yang baru-baru ini sempat datang ke Pekanbaru menceritakan keluh kesahnya. Di saat liberika jadi barang buruan para pengusaha asal Malaysia, justru kopi ini pelan tapi pasti menjadi langka. Pasalnya dari semula mampu memproduksi hingga 700 ton buah kopi segar, kini hanya tersisa 300 ton saja.
Hal itu membuat hasil pertanian kopi kelompok IG MPKLRM ini jadi rebutan. Namanya petani lokal, modal masih jadi masalah utama. Bukan hanya soal perawatan dan pupuk, tapi kini lahan perkebunan yang memang berada tidak jauh dari bibir pantai itu terancam eksistensinya.
Hakim mencoba mengingat kembali bagaimana budidaya kopi liberika ini pertama kali dikembangkan di Pulau Rangsang. Dulu itu pernah dikembangkan di Desa Sempian. Kebun itu maju dan penduduk desa kaya raya dan banyak yang naik haji. Namun karena minimnya pengetahuan dan persiapan, ketika pasang besar datang, semua perkebunan kopi itu hancur. Bahkan desa itu kini ditinggalkan penduduknya karena abrasi.
‘’’Ini juga bisa terjadi di perkebunan kopi di Pulau Rangsang sekarang. Karena pohon kopi ini akan sangat produktif di lahan mineral, di tepi laut. Tapi dia akan mati kalau kena air asin. Kejadian dulu bisa terulang kalau tidak ada bantuan,’’ sebutnya.
Sebenarnya musibah banjir karena pasang dan abrasi tersebut sudah dirasakan kelompok tani kopi di Pulau Rangsang. Pasalnya dari sekitar 700 hektare lahan, kini hanya bisa memproduksi 300-ton kopi segar per tahun. Padahal sebelumnya bisa menghasilkan sampai 700-ton per tahun.
‘’Jadi sekarang itu berapun hasil produk petani, bagaimanapun hasilnya, langsung habis. Bahkan jadi rebutan sampai lima pengusaha. Sangat disayangkan kalau potensi ini dibiarkan hilang. Apalagi ini permintaan akan terus meningkat. Karena baru-baru ini kami dengar pula ada yang dari Korea mau pesan. Karena memang Liberika Meranti ini punya ciri khas dan sudah punya sertifikat. Pasti makin banyak yang mencarinya,’’ kata Hakim.
Hakim menceritakan bagaimana pengusaha dan pedagang besar datang ke Rangsang. Mereka tidak lagi melihat atau menyortir kopi liberika yang dipanen di Meranti, besar kecil, segala bentuk diangkut semua. Dia memastikan, 90 persen kopi Liberika jadi mangsa pengusaha Malaysia. Hanya 10 persen saja yang akhirnya dilepas ke pasar Indonesia, termasuk Riau. Makanya Liberika belum terlalu terkenal dan bisa dikatakan langka di pasaran atau kedai kopi.
Saat ini memang sudah dibangun pemecah Ombak dari Kabupaten Merani, tapi itu belum cukup. Maunya ada di sepanjang pantai, karena kebun kopi itu ada hampir di sepanjang pantai Pulau Rangsang. Memang itulah ekosistem terbaiknya, tanah mineral hingga membuat produksi buahnya maksimal,’’ kata Hakim.