PANGKALANKERINCI (RIAUPOS.CO)-PT Makmur Andalan Sawit (MAS) terancam dipidana. Hal ini dikarenakan belum jelasnya status permintaan pengembalian hak sebanyak 14 orang karyawan, yang telah dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak serta pemberian upah atau gaji karyawan di bawah standar upah minimum kabupaten (UMK).
Demikian disampaikan Ketua Komisi I DPRD Pelalawan Eka Putra SSos saat menggelar hearing kedua antara PT MAS dan 14 karyawan yang dihadiri oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Riau serta Disnaker Kabupaten Pelalawan di ruang rapat Komisi I DPRD Pelalawan, Senin (19/11) sore lalu. Dikatakannya, bahwa dalam hearing tersebut, pihaknya (Komisi I DPRD Pelalawan) memberikan batas waktu (deadline) kepada PT MAS untuk segera membayarkan hak-hak para karyawan yang telah di PHK tersebut.
“Ya, dalam hearing ini, kita telah meminta agar PT MAS dapat segera membayarkan hak karyawan yang telah di PHK serta membayarkan sisa upah para pekerja yang telah diperkerjakan dengan upah atau gaji di bawah standar Upah Minimum Kabupaten (UMK),” terangnya.
Diungkapkan polisiti besutan partai Golkar ini, dalam hearing tersebut diketahui bahwa PT MAS telah melakukan pelanggaran hukum. Dimana PT MAS telah memberikan pekerjaan kepada PT Jaguar Inti Perkasa sebagai Subkontraktor (outsourching) yang tidak terdaftar secara administrasi (tidak memiliki izin operasi) di Kabupaten Pelalawan serta memberikan upah dibawah minimum kepada karyawannya dengan gaji pokok sebesar Rp1.952.000. Padahal dalam aturan yang telah ditetapkan pemerintah, UMK Pelalawan tahun 2018 sebesar Rp2.656.000.
“Jadi, sebelumnya Disnaker Riau dan juga Disnaker Kabupaten Pelalawan telah berencana untuk menghentikan operasional PT MAS karena telah memberikan pekerjaan kepada PT Jaguar Inti Perkasa sebagai subkontraktornya yang tidak terdaftar secara administrasi di Pelalawan dan memberikan upah dibawah minimum kepada karyawan. Namun kerena mempertimbangkan ada pekerja di perusahaan Kelapa sawit ini yang harus mendapatkan upah, maka operasional PT MAS ini tidak di stop. Bahkan, pemerintah daerah juga telah memberikan beberapa pertimbangan kepada PT Mas agar menyelesaikan persoalan tuntutan tenaga kerja yang di PHK-nya tersebut. Namun hingga saat ini juga masih belum dituntaskan oleh PT MAS,” paparnya.
Dijelaskan Eka Putra, bahwa jika PT MAS tidak memberikan keputusan yang jelas, maka berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) dan UU Tenaga Kerja PT MAS bisa disanksi pidana. Dimana hal ini sesuai dengan Undang-undang ketenagakerjaan Pasal 90 ayat (1) UU No.13 tahun 2003 yakni Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Selain itu, juga ada Pasal 185 dan pasal 187 UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dengan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp400 juta.
“Untuk itu, dalam hearing tersebut, kita telah meminta PT MAS dapat segera memberikan jawaban pasti paling lambat tanggal 23 November mendatang. Dan dalam hearing ini juga diputuskan agar PT MAS dapat menuntaskan tuntutan para karyawannya ini paling lambat tanggal 11 Desember mendatang. Tentunya jika PT MAS tidak segera menuntaskan permasalahan tersebut, maka kita akan segera merekomendasikan pencabutan izin operasi PT MAS kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pelalawan. Selain itu, PT MAS juga terancam pidana karena melanggar UU ketenagakerjaan yang akan diputuskan melalui pengadilan industrial,” ujarnya.
Sementara itu, Management PT MAS melalui Humasnya Bintang Tulus Siregar ketika dikonfirmasi usai pelaksanaan hearing mengatakan bahwa pihaknya belum dapat memberikan keputusan pasti terkait penyelesaian tuntutan 14 karyawan yang telah di PHK oleh PT Jaguar dan pembayaran sisa upah gaji di bawah UMK.
“Ya, kami belum bisa memastikan penyelesaian masalah ini, karena kami akan menyampaikan masalah ini terlebih dahulu kepada pimpinan perusahaan,” tutupnya.(ksm)
(Laporan M AMIN AMRAN, Pangkalankerinci)