PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Ribuan mahasiswa menggelar unjuk rasa di Kantor Gubernur Riau, Jumat (20/9). Aksi untuk kesekian kalinya ini, sebagai bentuk kekecewaan terhadap Pemprov Riau yang dinilai tidak mampu mengatasi permasalahan karhutla di Bumi Melayu.
Mahasiswa dari Universitas Riau (Unri) dan Unversitas Muhammadiyah Riau (Umri) terlihat memenuhi halaman perkantoran Jalan Sudirman, sekitar pukul 16.00 WIB. Dalam aksi itu mahasiswa membawa sejumlah spanduk dan kertas karton yang di antaranya bertuliskan, "Rakyat Tutup Mulut Pejabat Tutup Mata", "Bayi Riau Kalian Bunuh Perlahan", "Cabut Izin Korporasi Pembakar Lahan" dan lain sebagainya. Aksi itu turut mendapat penjagaan dari ratusan personel kepolisan Satpol PP Riau.
Dalam orasinya, Wahyu dari Umri menyampaikan keprihatinannya dengan kondisi karhutla di Riau yang berdampak kabut asap di sejumlah kabupaten/kota. Menurutnya, Pemprov Riau tidak mampu mengatasi permasalahan yang saat ini terjadi lantaran setiap tahun terus terjadi kebakaran lahan. "Kebakaran lahan setiap tahun terjadi, dan sudah menjadi musiman. Jika gubernur dan pemangku kepentingan tidak sanggup mengatasinya, mundur saja dari jabatannya," ujar Wahyu.
Selain itu, dia juga mempertanyakan lemahnya penegakan hukum terhadap kasus karhutla yang melibatkan korporasi. Berbanding terbalik jika tersangkanya perorangan. Tak hanya itu saja, Wahyu juga membandingkan penegakan hukum yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan (KLHK) yang telah menyegel 10 lahan milik perusahaan, sementara Polda Riau baru menetapkan satu tersangka korporasi yakni PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS). "Kami minta tindak tegas perusahaan yang terlibat karhutla. Karena mereka diduga penyebab kabut asap. Kami sudah merindukan udara segar," jelasnya.
Sementara Presiden Mahasiswa Unri Syafrul dalam orasinya menyampaikan, penanganan karhulta dinilai lamban sehingga kondisi udara kian hari kian memburuk. Untuk itu, kata dia, perjuangan mahasiswa tidak pernah padam demi kepentingan masyarakat Riau.
"Kami inginkan pemerintah segera menuntaskan permasalahan karhuta. Tindak tegas korporasi yang diduga terlibat membakar lahan," imbuhnya.
Unjuk rasa kali ini, sebut Syafrul, merupakan aksi lanjutan yang telah dilakukan sebelumnya. Karena menurutnya, sejak 1997 kebakaran lahan masih terus terjadi sampai sekarang.
"Kita tidak ingin setiap tahun, selalu terjadi karhulta," paparnya.
Dalam kesempatan itu, Syafrul juga menyampaikan 20 tuntutan di antaranya memintah Pemprov Riau membuat peraturan untuk mengatasi karhulta. Kemudian, cabut izin perusahan yang terlibat kebakaran lahan, umumkan kerusakan yang ditimbulkan akibat karhutla. Lakukan restorasi gambut untuk mencegah terjadinya karhutla, meminta Pemprov Riau menggugat perusahaan yang membakar lahan.
Setelah berorasi panjang lebar, mahasiswa akhirnya dijumpai Gubri H Syamsuar. Pada kesempatan itu, Syamsuar mengatakan, pihaknya telah melukakan sosialisasi pencegahan karhulta. Sosialisasi itu juga disampaikan kepada bupati/wali kota agar menyentuh seluruh penjuru Riau. Diakui mantan Bupati Siak itu, Bumi Melayu tengah dilanda musim kering yang cukup ekstrem. Kondisi itu pula, lanjut Gubri, tidak hanya di Riau melain turut terjadi di Pulau Jawa, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan provinsi lainnya. "Kami sudah lakukan sosialisasi dan penyuluhan untuk mencegah karhutla. Dan kami juga komit melakukan penggulangan kebakaran lahan," sebut Syamsuar.
Dikatakan Syamsuar, pihaknya juga berharap kepada pemerintah pusat untuk membantu pemadaman karhutla di Jambi dan Sumatera Selatan. Karena, menurutnya, arahan angin berembus dari Jambi dan Sumsel menuju Riau. Sehingga, membuat kondisi Riau semakin parah diselimuti kabut asap.(rir/rls/lim/yus/dof/ted)