PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dinilai tidak mampu mengatasi permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Bumi Melayu. Yang ada justru terjadi pencitraan pejabat negara seperti yang disampaikan Menkopolhukam Wiranto. Di saat rakyat tercekik asap di Riau, Wiranto justru mengeluarkan statemen karhutla di Riau tidak separah atau seburuk yang diberitakan. Dan pernyataan Wiranto ini keluar sehari setelah Wiranto dan Presiden Joko idodo berkunjung ke Riau.
"Di mana pada saat itu mengunjungi lahan yang terbakar di Riau dengan tidak memakai masker. Dengan begitu memberi kesan se-akan-akan bencana karhutla dan asap tebal di Riau tidak parah," ujar tokoh masyarakat Riau Hj Aslaini Agus.
Padahal, lanjut Azlaini Agus, Malaysia yang menerima dampak asap kiriman saja sudah meliburkan anak sekolah dan para pekerja. Baik pegawai kerajaan (government officials) maupun pegawai swasta (corporate officials) pada hari Kamis (19/9) lalu.
"Dan mungkin sampai hari ini. Hal ini tidak terjadi di tahun 2015," trerangnya.
Menurut perempuan yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Ombudsman RI itu, penolakan yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap tawaran baik Malaysia ini karena pemerintah Indonesia tidak mau dipersalahkan. Di mana pemerintah telah gagal dalam mengatasi karhutla di Indonesia, khususnya di kawasan Sumatera dan Kalimantan.
"Menurut saya, mereka (pemerintah RI, red) itu tak mau dipersalahkan atas kelalaian mereka yang mengakibatkan karhutla dan bencana asap. Dan mereka mencoba membuat pencitraan," ungkap Azlaini Agus.
Anggota DPR RI Faisal M Siregar juga protes terhadap pernyataan Wiranto dan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen M Iqbal. Mereka menyebut kabut asap di Riau tidak parah seperti yang diberitakan media massa. Bahkan Iqbal menyebut, langit di Pekanbaru sudah membiru dan persoalan asap di Riau dianggap clear (selesai).
"Saya nggak tahu mau komen apa, masyarakat mengirimi berita ke saya soal anak berumur 3 hari yang meninggal karena asap," kata Faisal di Jakarta, Jumat (20/9).
Saking geramnya, politisi Gerindra itu meminta Wiranto dan Iqbal untuk menetap sementara di Pekanbaru sampai titik api di Riau dan kabut asap sudah dinyatakan tidak ada lagi.
"Minta mereka tinggal di Riau sementara ini. Ketemu langsung dengan masyarakat, sampaikan statement mereka itu langsung jangan melalui media," ucap Faisal kesal.
Sebagai penegak hukum, lanjut Faisal, Polri diminta fokus terhadap penegakan hukum, menangkap otak pelaku pembakar hutan yang menyebabkan kabut asap. Begitupun pemerintah, fokus mencari solusi dan mencabut izin prinsip bagi perusahaan yang terlibat pembakaran lahan ketimbang membangun opini yang menimbulkan kegaduhan.
"Mereka sebagai aparat penegak hukum yang harus menindak pelaku pembakaran hutan dan lahan, bukan membangun opini yang malah membuat masyarakat makin kecewa atas kinerja mereka," ujarnya.
Dia menuturkan, persoalan asap di Riau seringkali disuarakannya terutama setiap sidang paripurna, rapat kerja dan rapat dengar pendapat (RDP) dengan pemerintah masalah ini terus disampaikan. Namun hingga saat ini pemerintah tidak mampu menyelesaikan persoalan yang setiap tahun terjadi.(rir/rls/lim/yus/dof/ted)
Laporan Tim Riau Pos