LEBIH RASAKAN NKRI DALAM DARAH DAN AJAK YANG TERPAPAR MEMBUKA DIRI

Cerita Eks Napi Teroris di Riau usai Ikut Upacara HUT Kemerdekaan RI

Riau | Sabtu, 19 Agustus 2023 - 12:00 WIB

Cerita Eks Napi Teroris di Riau usai Ikut Upacara HUT Kemerdekaan RI
Gubernur Riau Syamsuar, Kapolda Riau Irjen Pol Mohammad Iqbal, Kasatgaswil Riau Densus 88 Anti Teror Kombes Pol Tejo Dwi Saptono serta Forkopimda Riau berfoto bersama mantan napiter usai upacara HUT Kemerdekaan RI di Halaman Kantor Gubernur Riau, Kamis (17/8/2023). (MHD AKHWAN/RIAU POS)

Pada peringatan HUT ke-78 RI tahun ini, 16 orang mantan narapidana teroris (napiter) diundang Gubernur Riau Syamsuar mengikuti upacara pengibaran bendera di Halaman Kantor Gubernur Riau, Kamis (17/8) lalu. Tujuannya agar mereka merenungi kembali jasa pahlawan dan bisa mendekatkan diri kepada masyarakat.

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Sejak pagi, 16 mantan napiter telah tiba di Halaman Kantor Gubenur Riau. Tujuh di antaranya yakni R, DR, RA, DM, MPA, RR, dan RH berdomisili di Pekanbaru. Sisanya yakni AS, RN, OS, S, TW, S, TJ, WN, dan RB berdomisili di luar Kota Pekanbaru.


Aan Sentosa, salah seorang mantan napiter mengatakan, setelah mengikuti upacara HUT Kemerdekaan Republik Indonesia, dirinya merasa lebih mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan merasa lebih dekat masyarakat serta Pemerintah Provinsi Riau. "Tahun ini lebih membangkitkan jiwa kebangsaan dan NKRI di dalam darah. Banyak pelajaran yang diambil, seperti lebih dekat dengan Gubernur dan membuat kita kembali ke jati diri kemerdekaan," kata Aan.

Aan menambahkan, saat ini dirinya telah kembali Merah Putih dan merasa bertanggung jawab atas kesalahan dulu serta siap untuk memberikan masukan dan saran dalam memerangi paham radikalisme. Aan pun mengajak kepada masyarakat yang saat ini sedang terpapar agar bisa membuka diri dan bisa mengubah pandangan terhadap NKRI.

"Saya berpesan kepada masyarakat yang saat ini terpapar paham radikalisme agar cepat sadar. Buka diri dan dewasakan diri, bagaimana memandang negara ini sesuai dengan jiwa NKRI dan kesadaran Bhineka Tunggal Ika," imbau Aan.

Sementara itu, mantan napiter lainnya bernama Derry Mulyawan (47) bercerita panjang terkait sepak trejangnya dahulu. Pria asal Bandung Jawa Barat yang sudah menetap di Pekanbaru sejak tujuh tahun terakhir ini juga mengaku telah kembali menjadi warga negara yang mencintai NKRI dan terlepas dari paham radikalisme.

"Saya terlibat di JAD pada tahun 2014 dan aktif dari tahun 2014-2016. Namun karena kurangnya pergerakan, maka saya berinisiatif untuk mencari jalan keluar. Awalnya mau ke Suriah, namun karena dana tidak cukup maka saya ke Filipina tahun 2017. Keluarga saya titipkan di Kota Pekanbaru," cerita Derry saat ditemui, Rabu (16/8) malam di salah satu penginapan di Pekanbaru.

Setelah kurang lebih dua tahun di Filipina, Derry mendapatkan informasi bahwa kelompok yang dulu berada di Filipina berkumpul di Kota Ambon. Derry pun kembali ke Indonesia dan menuju ke Kota Ambon. Sesampainya di Ambon, ia merasa ketidaksesuaian dengan program dan visi, dan memutuskan kembali ke Kota Pekanbaru.  "Pada saat kembali dari Ambon, saya merasa kurang sepaham. Saya pun sepakat untuk main biasa dan fokus dalam ekonomi. Namun teman-teman ada yang tidak sabar dan membuat sesuatu, akhirnya ditangkap. Akibat ada aktivitas teman-teman di Ambon maka saya di-tracing di Kota Pekanbaru dan ikut dibawa petugas," jelas Derry.

Menurut Derry, pemahaman masyarakat awam untuk menegakkan syariat itu merupakan hal yang wajib. Namun cara-cara yang benar menurutnya juga ditunjukkan oleh ustaz saat di tahanan berikut dengan contohnya. Setelah diamankan Densus 88 Anti Teror Polri dan menjalani masa hukuman, Derry merasakan perubahan yang sangat signifikan.

"Di sana (lapas tahanan, red) saya merasa ada pembelajaran dan akhirnya ada sesuatu yang tadinya dicari. Di dalam (lapas), bertemu dengan orang berpengalaman dan lebih tinggi ilmunya serta diberikan masukan bahwa di Indonesia ini seperti apa? Dan bagaimana dengan cara berjuang?" jelas Derry. Derry mengakui saat diberikan pemahaman yang benar, ia menjadi tahu antara kondisi Indonesia dengan kondisi negara timur tengah itu berbeda, tidak bisa disalin secara bulat-bulat. "Ketika berada di tahanan, para ustaz memberikan masukan. Dalam ideologi harus memegang syariat Islam dengan kuat," ujarnya. "Jihad itu benar, namun dalam pelaksanaan itu bisa dilaksanakan atau tidak? Apakah itu sudah fardu, fardu ain, fardu kifayah, sunah, mubah, bahkan haram? Itu harus ada fatwa dari orang orang yang sudah paham. Kalau dari kelompok, kita harus memfilter. Apakah itu benar karena setiap informasi itu harus disaring," tambah Derry.

Setelah kurang lebih delapan bulan menghirup udara bebas (bebas masa tahanan, red) Derry melanjutkan kehidupan dengan cara berdagang dan ikut proyek kerja bangunan. "Kalau mengerjakan proyek itu di daerah Kualu. Kalau  berdagang di Kartama Marpoyan Damai dengan berjualan aksesoris, pakaian harian seperti topi, sandal, dan. Terakhir merambah ke kuliner," papar Derry.

Derry juga merasakan kegembiraan, pada momen kemerdekaan bisa  bertemu dengan rekan-rekan mantan  napiter. Sehingga bisa menyamakan visi untuk ke depan lebih baik lagi. "Bukan berarti apa yang kita pegang itu salah mutlak atau benar mutlak. Semua itu ada ranahnya, semuanya ada koridor, dan tidak bisa melihat hitam putih," ucap Derry.

Sementara itu, Kepala Satuan Tugas Wilayah (Kasatgaswil) Riau Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Tejo Dwi Saptono BS SIK mengapresiasi Gubri mengundang 16 mantan napiter ikut upacara HUT RI.

"Tujuannya agar mereka (mantan napiter) merenung kembali, Indonesia ini merdeka berkat jasa pahlawan. Selain itu, mereka diundang dengan tujuan agar mereka bisa mendekatkan diri kepada masyarakat sehingga saat kembali  kepada masyarakat tidak canggung lagi," kata Tejo.

Kombes Tejo mengungkapan, Densus 88 dan Subdit Bina Masyarakat Direktorat Deradikalisasi BNPT menggandeng mantan napiter aktif dan rutin secara berkala memberikan sosialisasi terkait dampak paham radikalisme di Provinsi Riau. Saat ini di Provinsi Riau terdapat 88 orang terkait kasus pidana terorisme dengan 55 orang napiter dan 33 eks napiter.

"Kami juga memberi ruang kepada para eks napiter untuk kembali memulai hidup yang baru seperti memberikan pelatihan dan membantu mencari pekerjaan agar para eks napiter ini bisa kembali ke masyarakat dan hidup seperti warga negara biasa," sambung Tejo.

Usai upacara pengibaran bendera, Kapolda Riau Irjen Pol Mohammad Iqbal datang menghampiri para eks napiter serta mengajak Gubernur Riau Syamsuar dan Forkopimda Riau untuk berfoto bersama para eks napiter.  "Tidak ada sejengkal pun tempat bagi terorisme dan radikalisme di Riau," ujarnya.(das)

Laporan BAYU SAPUTRA, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook