PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru memperkirakan cuaca di Riau pada awal Ramadan 1444 H akan didominasi hujan dengan intensitas yang beragam. Bahkan diprediksi hujan masih mendominasi hingga Maret 2023, meskipun tidak terjadi setiap hari.
Kepala Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Ramlan mengatakan, di awal hingga akhir Ramadan Riau masih mengalami musim penghujan. “Walau tidak setiap hari, namun lebih banyak terjadi hujan dibandingkan hari cerah,” kata Ramlan, Kamis (16/3).
Ditambahkan Ramlan, meskipun pada Maret dan April sejumlah daerah di Riau masuk dalam musim penghujan, namun tidak akan berlangsung lama. Pasalnya, pada awal Mei hingga September 2023, sejumlah wilayah di Riau lainnya sudah akan memasuki musim kemarau.
“Provinsi Riau saat ini mulai memasuki puncak musim hujan fase pertama, sehingga masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana harus selalu waspada terhadap perubahan cuaca yang bisa saja terjadi,” terangnya.
Secara umum memang wilayah Riau akan mengalami dua kali musim hujan dan dua kali musim kemarau dalam setahun. Jadi, kondisi ini harus diwaspadai masyarakat karena perubahan cuaca dapat menimbulkan bencana alam.
Terkait fenomena alam Borneo Vortex yang sempat terjadi, disebutkan Ramlan sifatnya hanya semacam pembelokan angin di sekitar garis khatulistiwa. Di mana periodenya pun hanya 1 harian, bahkan hitungan jam. Namun yang perlu diwaspadai tentu jika terjadi hujan yang sangat singkat, tapi volumenya cukup besar sehingga dengan cepat terjadi genangan atau banjir.
“Di samping itu, perlu juga diantisipasi terjadinya angin puting beliung. Jika secara visual terlihat kumpulan awan yang cukup gelap dan hitam pekat, hal ini bisa berpotensi angin puting beliung dan kilat atau petir serta hujan deras yang mendadak,” jelasnya.
Sementara itu, berdasarkan data yang dimiliki oleh BMKG Pekanbaru, di pertengahan bulan ini titik panas (hotspot) di wilayah Sumatera terus terjadi peningkatan. Saat ini tercatat ada 42 titik panas yang tersebar di sejumlah daerah, di antaranya Aceh 1 titik, Sumatera Barat 1 titik, Sumatera Selatan 12 titik, Kepulauan Riau 2 titik, Bengkulu 8 titik, Jambi 4 titik, Lampung 5 titik, Bangka Belitung 2 titik, dan Riau 7 titik.
“Untuk di Riau, titik panas itu ada di Kota Dumai satu titik, Kabupaten Siak dua titik, Kabupaten Bengkalis satu titik, Kabupaten Kepulauan Meranti satu , Kabupaten Pelalawan satu, dan Kabupaten Indragiri Hilir satu titik,” jelasnya.
Sebagai bentuk kewaspadaan terhadap potensi bencana di daerah, maka Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau mengirim surat peringatan dini ancaman potensi banjir tahun 2023 ke kabupaten/kota.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Riau M Edy Afrizal mengatakan, surat peringatan tersebut mengacu prakiraan daerah rawan banjir yang disampaikan BMKG dan wilayah potensi longsor. Karena itu, pihaknya meminta BPBD kabupaten/kota se-Riau untuk melakukan upaya pencegahan dan meminimalisir dampak ancaman bencana banjir dan longsor yang kemungkinan timbul di masing-masing kabupaten/kota.
‘’Kami sudah minta kabupaten/kota untuk meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait, serta monitoring potensi ancaman bencana banjir dan longsor di wilayah masing-masing daerah,” ujarnya.
Kemudian, ia juga meminta kabupaten/kota untuk menetapkan status bencana banjir jika diperlukan, dan mendirikan posko penanganan kalau terjadi hal-hal yang tak diinginkan. “Kita lihat saat ini potensi hujan di wilayah Riau masih tinggi sehingga kabupaten/kota perlu melakukan kewaspadaan dini terhadap ancaman bencana banjir dan longsor,” ujarnya.
Edy juga mengimbau kabupaten/kota yang memerlukan bantuan, baik berupa peralatan evaluasi dan juga logistik dapat menghubungi BPBD Riau. “Kalau ada yang memerlukan bantuan baik peralatan, personel, dan logistik segera laporkan ke kami. Kami siap memberikan bantuan,” imbaunya.
Selain untuk banjir dan longsor, Edy juga meminta kabupaten/kota menetapkan status siaga darurat karhutla. Pasalnya, hingga saat ini baru lima daerah yang menetapkan status tersebut. Kelima kabupaten/kota tersebut adalah Kota Pekanbaru, Kabupaten Bengkalis, Kepulauan Meranti, Siak, dan Rokan Hulu.
“Masih ada tujuh daerah lagi yang belum, yakni Kabupaten Pelalawan, Kuansing, Rokan Hilir, Kampar, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, dan Kota Dumai,” katanya. Ia juga mengimbau ketujuh daerah ini segera menetapkan status yang sama untuk lebih memudahkan koordinasi dan pengerahan personel.
Meski demikian, Edy mengakui bahwa ia hanya bisa mengimbau. Pasalnya, keputusan tersebut berada di tangan kepala daerah masing-masing. “Kami tetap mendorong. Kalau sudah ada kejadian, hendaknya segera menetapkan status siaga darurat ini,” ujarnya.
Status ini, kata Edy, fungsinya adalah bagaimana bekerja lebih terkoordinir dengan satu komando yaitu kepala daerah. Jadi, masing-masing sudah tahu akan melakukan apa dan tidak terjadi benturan di lapangan. “Dengan adanya status, kan langsung dibentuk satgas. Sudah jelas siapa yang mencegah, siapa penanggulangan, dan siapa pascanya,” sebutnya.
Tiga Desa Tak Terendam Lagi
Sementara itu, banjir akibat luapan Sungai Indragiri di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) mulai surut, Kamis (16/3). Bahkan, dua desa di Kecamatan Batang Peranap dan satu desa di Kecamatan Peranap tidak lagi terendam.
Puluhan warga yang sempat rumahnya terendam, saat ini disibukkan dengan membersihkan sisa-sisa banjir. “Alhamdulillah, banjir akibat luapan Sungai Indragiri hanya berlangsung satu hari dan saat ini sudah surut,” ujar Kepala Kantor Penanggulangan Bencana Daerah (KPBD) Inhu, Dody Iskandar, Kamis (16/3).
Menurutnya, kondisi banjir yang melanda pada Rabu (15/3), sudah surut mencapai sekitar 50 sentimeter pada Kamis (16/3) pagi. Bahkan hingga sore, kondisi air Sungai Indragiri terutama di bagian hulu Kabupaten Inhu terus mengalami penurunan.
Tak hanya itu, jalan yang menghubungkan Desa Setako Raya menuju Kelurahan Peranap yang sebelumnya sulit dilewati akibat banjir, saat ini sudah bisa dilewati kendaraan roda dua maupun roda empat. “Begitu juga dengan sejumlah fasilitas umum lainnya, tidak terendam lagi,” ungkapnya.
Namun demikian sambungnya, warga yang berada di daerah aliran sungai (DAS) tetap diimbau agar selalu waspada banjir susulan. Karena banjir yang terjadi bisa diakibatkan tingginya curah hujan dan bisa juga disebabkan oleh banjir kiriman dari Kabupaten Kuansing.
Dari alat pemantau, ketinggian air Sungai Indragiri di Rengat yang sebelumnya hanya 6,25 meter pada Rabu (15/3), naik menjadi 6,34 meter pada Kamis (16/3). “Berdasarkan alat pemantau ketinggian air Sungai Indragiri saat ini masih tergolong normal dan belum masuk siaga,” terang Dody.
Sebagai mana diketahui sebelumnya, sejumlah desa yang terendam banjir yakni Desa Setako Raya di Kecamatan Peranap. Kemudian dua desa di Kecamatan Batang Peranap yakni Desa Pematang Benteng dan Desa Pesajian. Belum ada warga yang mengungsi akibat banjir tersebut.(ayi/sol/kas/das)
Laporan TIM RIAU POS, Pekanbaru