KALAU MERASA KURANG, SILAKAN AJUKAN

Penggunaan Tak Tepat Sasaran

Riau | Selasa, 15 Oktober 2019 - 10:42 WIB

Penggunaan Tak Tepat Sasaran
ISI BBM: Antrean panjang kendaraan bermotor kembali terjadi saat pengisian BBM jenis premium di SPBU Pertamina, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Senin (14/10/2019). Penggunaan BBM bersubsidi di Riau dinilai banyak tidak tepat sasaran dan perlu pengawasan lebih ketat dari pihak terkait.(DEFIZAL/Riau Pos)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- ANTREAN panjang di berbagai stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Pekanbaru masih terjadi sejak sepekan terakhir. Ini dinilai karena terjadinya penyaluran yang tidak tepat sasaran terhadap bahan bakar minyak (BBM) penugasan. Sebab, kuota untuk Riau merupakan tertinggi di Tanah Air, dan kuota premium memang diprediksi habis bulan ini.

Penilaian ini disampaikan Pemprov Riau melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau.


Menurut Kepala Dinas ESDM Indra Agus, kuota BBM berdasarkan beberapa pertimbangan dan khusus Riau tidak ada persoalan.

"Yang selalu menjadi persoalan adalah kuota BBM penugasan yakni premium dan solar di mana pemerintah memang sedang melaksanakan perubahan atau pergeseran ke arah penggunaan BBM nonpenugasan," ungkap Indra kepada Riau Pos, Senin (14/10).

Ditegaskannya, di Tanah Air kuota BMM penugasan untuk Riau yang tertinggi. Lalu, kenapa tetap terjadi antrean?  "Yang menjadi masalah saat ini penggunaannya masih banyak yang belum tepat sasaran," ujarnya.

Dilanjutkan Indra, mengenai kuota, dalam menghitung alokasi BBM, baik jenis solar dan premium dilakukan melalui beberapa indikator. Mulai menggunakan asumsi pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan kendaraan dengan menggunakan software LEAP dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED).

"Pemprov mengusulkan berdasarkan pertumbuhan keperluan setiap tahun. Indikatornya baik pertumbuhan kendaraan ataupun lain sebagainya, namun biasanya penetapan tetap dari pusat," jelasnya.

Pemprov Riau, lanjut Indra, berharap ke depan agar dapat bersama-sama mengawasi penggunaan BBM penugasan ini. Sehingga masyarakat yang layak menerima dan menggunakan bisa memanfaatkan. "Karena bukan masyarakat mampu atau kalangan industri yang menggunakan BBM penugasan ini," tegasnya.

Disinggung kuota Riau dan usulan pemprov, Indra memberikan semacam data global. Mulai dari angka penyaluran biosolar bersubsidi sampai 30 September 2019 adalah sebesar 595.048 kiloliter (kl) dari kuota yang tersedia sebesar 725.122 kiloliter (atau penyaluran sudah mencapai 82 persen dari kuota tersedia).

Kemudian dari data yang disampaikannya juga terkait penyaluran premium jenis BBM khusu penugasan (JBKP) sampai 30 September 2019 sebesar 587,639 kl dari kuota yang tersedia sebesar 609.415 kl (atau 96 persen dari kuota tersedia).

Di mana angka rata-rata harian penyaluran premium JBKP di Riau adalah 2.153 kl per hari dan biosolar subsidi adalah 2.180 kl per hari. Kemudian untuk penyaluran solar, pascapencabutan surat edaran BPH Migas, menurut laporan yang diterimanya dari Pertamina, telah menyalurkan biosolar bersubsidi secara normal. Seperti sebelum terbit surat edaran di mana penyalurannya mengacu pada Perpres Nomor 191/2014 per tanggal 28 September 2019.

"Mengingat diperkirakan kuota premium habis pada awal Oktober 2019 ini, kami melakukan pengaturan penyalurannya dan memastikan produk pertalite maupun pertamax tersedia di seluruh SPBU di Riau. Saat ini, produk pertalite sudah tersedia di seluruh SPBU regular di Riau," paparnya.

Dijelaskannya prediksi penyaluran premium hingga akhir tahun, akan terjadi over penyaluran sebesar 29 persen dari kuota yang ada.

Kadis ESDM berharap melalui media disampaikan dan didorong kepada masyarakat agar mempergunakan bahan bakar yang sesuai dengan keperluan mesin kendaraan. Mengingat masih banyak kendaraan di Riau yang seharusnya membeli BBM dengan bahan bakar oktan tinggi, namun masih menggunakan premium.

"Pemakaian bahan bakar jenis bensin beroktan tinggi di Riau adalah terendah di wilayah Sumatera Bagian Utara. Yaitu baru mencapai 22 persen, sisanya masih mempergunakan premium (atau sebesar 78 persen)," pungkasnya.(ted)

Laporan: EKA G PUTRA dan RIRI RADAM









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook