PEKANBARU (RIAUPOS.CO)- Sebagai upaya untuk menekan angka stunting di Provinsi Riau. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau mengalokasikan dana penangangan stunting disetiap desa yang ada di Riau.
Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar mengatakan, hal yang menjadi isu nasional dan fokus pemerintah, baik pusat maupun daerah pada saat ini diantaranya adalah isu stunting. Untuk memaksimalkan hal itu, Gubri mengatakan, Pemprov Riau terus berkomitmen untuk mendukung penanggulangan stunting dengan mengalokasikan dana operasional sebagai dukungan nyata.
"Pemprov mengalokasikan dana sebesar Rp20 juta di setiap desa penanganan kemiskinan dan penanggulangan stunting, dan alokasi operasional Posyandu Rp8 juta bagi setiap desa," kata gubri.
Gubri menjelaskan, Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, mengamanatkan target nasional angka prevalensi atau proporsi dari populasi yang memiliki karakteristik tertentu dalam jangka waktu tertentu stunting adalah sebesar 14 persen pada tahun 2024.
"Namun, berdasarkan hasil survei Status Gizi Indonesia, Desember 2021 menempatkan angka prevalensi stunting di Provinsi Riau sebesar 22,30 persen," ujarnya.
Dari data tersebut, kata Gubri Syamsuar, kabupaten/kota yang memiliki tingkat prevalensi stunting tertinggi adalah Kabupaten Rokan Hilir sebesar 29,70 persen.
"Sedangkan Kota Pekanbaru dengan angka prevalensi stunting terendah yaitu sebesar 11,40 persen atau lebih rendah dari target capaian nasional tahun 2024," sebutnya.
Untuk mengantisipasi kondisi stunting atau gagal tumbuh pada anak, saat ini juga sudah dibentuk Satuan Tugas (Satgas) hingga ke tingkat desa dinilai menjadi kunci dalam penurunan angka stunting.
Satgas bisa melakukan upaya-upaya dalam penurunan stunting, seperti memberikan pendampingan bagi calon pengantin, ibu hamil, hingga pascahamil. Dengan begitu upaya dalam menurunkan angka stunting di Provinsi Riau bisa terwujud.
"Pembentukan Satgas di setiap desa atau kecamatan adalah kunci dalam penurunan stunting," ujarnya.
Stunting, disebabkan kekurangan gizi kronis pada awal seribu hari pertama kehidupan yaitu sejak awal kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi dapat berupa kurangnya jumlah asupan makanan, atau kualitas makanan yang kurang baik, seperti kurangnya variasi makanan.
Faktor lain yang turut berperan dalam risiko stunting antara lain kesehatan ibu selama kehamilan, pola asuh dan kesehatan anak atau kekerapan mengalami penyakit infeksi, kondisi sosio-ekonomi serta lingkungan.
"Dari janin hingga usia dua tahun pencegahan stunting harus dilakukan sebelum terjadinya konsepsi. Karena kurangnya asupan gizi makanya terjadi stunting. Untuk itu satgas harus mempunyai data akurat sehingga dapat menjalankan upaya dalam penurunan stunting," jelasnya.(sol)