ZONA HIJAU, ROHIL BELUM KBM TATAP MUKA

Tetap Belajar di Rumah

Riau | Senin, 13 Juli 2020 - 10:33 WIB

Tetap Belajar di Rumah

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- SESUAI dengan jadwal yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kegiatan belajar mengajar (KBM) tahun ajaran baru dilaksanakan hari ini (13/7). Namun tidak semua sekolah bisa menerapkan belajar dengan sistem tatap muka. Di Riau, hanya satu daerah yang diizinkan melakukan sekolah tatap muka. Yakni Rokan Hilir (Rohil). Meski begitu, pemerintah setempat belum memutuskan sekolah tatap muka.

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisidik) Riau Zul Ikram mengatakan, kalau dari aturan terkait penzonaan pandemi Covid-19, di Riau hanya Kabupaten Rohil yang masuk zona hijau dan boleh melakukan sekolah tatap muka.


"Sedangkan 11 kabupaten/kota lainnya masih masuk zona kuning," katanya.

Dengan masih berstatus sebagai zona kuning di 11 kabupaten/kota di Riau tersebut, maka sudah dapat dipastikan bahwa di 11 kabupaten/kota tersebut akan dilaksanakan sekolah dengan sistem online. Pasalnya, dikhawatirkan risiko penularan Covid-19 di daerah tersebut masih tinggi.

"Untuk itu, sebelumnya para guru juga sudah mempersiapkan untuk modul pembelajaran secara online. Sehingga begitu jadwal sekolah dimulai, materi-materi secara online sudah tersedia," sebutnya.

Lebih lanjut dikatakan Zul Ikram, meskipun Rohil saat ini berstatus zona hijau dan diperbolehkan melakukan sekolah tatap muka. Namun harus tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat, dan jika ada sekolah yang belum siap melakukan sekolah tatap muka karena harus menyiapkan protokol kesehatan, pihaknya juga tidak memaksa.

"Pada intinya, kami dari Disdik Riau mendukung kebijakan pelaksanaan sekolah tatap muka di Rohil jika memang mereka sudah siap. Namun kalau protokol kesehatannya tidak siap, tidak harus dipaksakan, karena justru akan mendatangkan mudharat," ujarnya.

Dalam pada itu Kepala Disdikbud Rohil HM Nur Hidayat SH MH menerangkan sampai saat ini masih belum ada kebijakan untuk melaksanakan KBM tatap muka di sekolah.

"Tergantung dari pimpinan daerah, namun sejauh ini masih belum," kata Nur Hidayat, Sabtu (11/7).

Ia menerangkan untuk pelaksanaan tatap muka selain ada izin dari pimpinan daerah yang sekaligus sebagai ketua gugus tugas, khusus dari siswa harus ada persetujuan dari orang tua.

"Sementara pihak sekolah diperkirakan telah siap untuk menerapkan protokol kesehatan karena mereka mampu menyediakan termo gun, alat pencuci tangan, masker serta disinfektan. Rata-rata sekolah mampu, karena dana BOS juga , boleh dipergunakan untuk Covid-19," kata Mantan Kepala Inspektorat Rohil ini.

Untuk teknisnya, ujar Nur Hidayat, jika kelak tatap muka dilaksanakan akan dilakukan pengurangan jumlah siswa separuhnya pada saat berlangsung jam belajar sehingga akan dilakukan pergantian masuk.

"Jika bergantian berarti gurunya nanti mengajar dua kali, apakah jamnya dikurangi, atau siswa dibuat masuk pagi dan sore, dan sebagainya. Terkait teknis ini belum diputuskan karena kepastian apakah masuk tatap muka atau tidak juga belum ada ketetapannya," ujar Dayat.

Hari ini (13/7) akan dilaksanakan seminar pendidikan di Gedung Pertemuan H Misran Rais yang menghadirkan berbagai pihak dalam dunia pendidikan. Kesempatan itu akan dimanfaatkan juga untuk membahas hal ini.

Terpisah pada sejumlah kesempatan Bupati H Suyatno AMp menegaskan pemerintah daerah khususnya dirinya selaku ketua tim gugus tugas di daerah masih belum memperbolehkan adanya KBM tatap muka. Walaupun pada saat ini Rohil segera menerapkan new normal, serta masih bertahan sebagai daerah zona hijau di Riau.

"Untuk kegiatan tatap muka masih belum bisa, karena kami khawatir nantinya kalau diperbolehkan justeru muncul kasus baru terkait Covid-19 itu," kata Bupati di Bagansiapiapi, baru-baru ini.

Menurutnya jika kegiatan tatap muka disekolah diperbolehkan akan cukup sulit untuk dapat mendisiplinkan siswa. Apalagi di tingkat SD yang masih merupakan usia bermain. Bagaimana terangnya mendisiplinkan untuk memakai masker, menjaga jarak fisik antar anak, dan membiasakan mencuci tangan selama di sekolah.

"Kita khawatir nantinya setelah diperbolehkan, disitulah muncul kasus baru Covid-19," kata bupati.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Riau Mimi Yuliani Nazir mengatakan bahwa daerah yang berstatus zona hijau pandemi Covid-19, sudah boleh melaksanakan sekolah secara tatap muka. Hal tersebut juga sesuai arahan tim gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 pusat.

"Namun pelaksanaan sekolah tatap muka tersebut tetap harus melakukan protokol kesehatan. Harus mengantongi izin pemerintah daerah setempat, dan tidak boleh memaksakan murid untuk hadir jika tidak diizinkan orang tua," kata Mimi.

Lebih lanjut dikatakannya, untuk pelaksanaan sekolah tatap muka di zona hijau tersebut juga harus dilakukan secara bertahap. Yakni tahap pertama untuk sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama yang dilaksanakan selama dua bulan.

"Setelah dua bulan, kalau tidak ditemukan kasus positif Covid-19 di zona hijau maka sekolah dasar juga sudah bisa sekolah tatap muka. Setelah itu baru tingkat pendidikan anak usia dini. Namun jika dalam masa uji coba tersebut ditemukan kasus positif, maka sekolah bisa diliburkan lagi," sebutnya.

Meskipun sekolah tatap muka nantinya sudah dilaksanakan, ada beberapa aturan yang juga harus dipatuhi. Seperti tidak melaksanakan kegiatan olahraga, ekstrakurikuler dan juga tidak jajan dikantin.

"Aturan-aturan tersebut harus dijalankan untuk mencegah penularan Covid-19 dilingkungan sekolah," pintanya.

Belajar Daring
Pemkab Kepulauan Meranti belum memberlakukan KBM tatap muka. Keputusan tersebut diperkuat dengan terbitnya surat edaran (SE) tentang penyelenggaraan pembelajaran tahun ajaran baru masa pandemi belum lama ini (8/7).

SE itu terbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) daerah setempat yang berlaku hingga 25 Juli 2020 mendatang. Kepada Riau Pos, Kabid Pendidikan Dasar Disdikbud Kabupaten Kepulauan Meranti, Safrizal menerangkan jika pihaknya belum memutuskan kapan gerbang sekolah akan dibuka untuk guru, murid hingga siswa.  "Mau dia hijau maupun kuning tetap belajar di rumah dengan sistem daring. Di surat edaran itu sudah jelas," ungkapnya.

Memang ada sedikit perubahan untuk manajemen sekolah. Dari surat edaran itu setiap tenaga pendidik diwajibkan masuk ke sekolah ketika berlangsungnya jam kerja. Di sekolah mereka harus mempersiapkan bahan untuk mata pelajaran yang akan dibahas secara daring.

"Terhadap surat edaran itu, setiap satuan pendidikan bertanggung jawab melakukan supervisi dan memastikan pelayanan sekolah berjalan dengan baik," ujarnya.

Walaupun demikian ia tidak menampik ada sejumlah PAUD dan pengurus TK yang mengajukan permohonan untuk menjalankan pola pembelajaran tatap muka. Namun masih dipertimbangkan.

"Kami tahu ada pihak sekolah ingin proses pembelajaran tatap muka segera diberlakukan. Seperti kemarin sejumlah PAUD dan TK mengajukan. Alasan mereka masuk akal. Namun saat pandemi ini, menengah atas aja dilarang, apalagi usia dini yang belum tau dengan protokol kesehatan. Jadi tak mungkin," ujarnya.

Untuk itu ia berharap seluruh masyarakat Kepulauan Meranti dapat bersabar. Pasalnya saat ini Pemda Meranti masih melakukan percobaan terhadap status new normal. Jika ini rampung, maka dapat dipastikan seluruh kegiatan belajar mengajar tatap muka bisa diberlakukan dengan SOP yang diatur sesuai petunjuk pemerintah pusat.

Tetap Mawas Diri
Dalam pada itu Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag Ahmad Umar mengatakan sudah ada surat keputusan bersama (SKB) empat menteri tentang pembelajaran di kelas. Pembelajaran di kelas dapat dilakukan di wilayah zona hijau kasus Covid-19. Kemudian mendapatkan persetujuan dari gugus tugas setempat. Jika memenuhi kriteria, maka Kanwil Kemenag provinsi atau Kantor Kemenag kabupaten/kota, dapat menyetujui madrasah menjalankan pembelajaran tatap muka. Kepada madrasah yang berada di zona hijau dan memulai pembelajaran di kelas, Umar memohon supaya tetap berhati-hati.

"Tetap mawas diri," katanya.

Pengelola madrasah, guru, maupun siswa untuk terus mematuhi protokol kesehatan. Selain itu juga berdoa supaya diberi kelancaran. Umar mengatakan kesehatan dan keselamatan anak diri harus diutamakan. Ketimbang mengejar materi pembelajaran. Dia meminta sekolah atau masyarakat secara umum tidak sembrono. Umar meminta sekolah dan masyarakat tidak menganggap sepele pandemi Covid-19.

"Apalagi ini masalah kesehatan. Virusnya tidak kelihatan. (Harus, red) Waspada lahir dan batin," jelasnya.

Sementara itu untuk madrasah yang masih menjalankan pembelajaran jarak jauh karena berada di zona kuning, orange, bahkan merah, Umar meminta tetap bersabar. Dia menjelaskan Kemenag sudah berupaya maksimal memberikan layanan pembelajaran jarak jauh berbasis internet. Misalnya bekerja sama dengan provider untuk menyediakan paket internet murah. Bahkan paket internet gratis untuk siswa miskin.

Rencana pemerintah yang akan membuka kembali sekolah direspons beragam oleh masyarakat. Namun, masih banyak publik yang tidak setuju jika dalam waktu dekat lembaga pendidikan dibuka. Mereka khawatir para siswa akan tertular Covid-19. Respons publik terhadap pembukaan sekolah itu terlihat dalam hasil survei yang dirilis Alvara Research Center, kemarin (12/7). Sebanyak 54,5 persen tidak setuju jika sekolah dibuka kembali, dan 45,5 persen setuju kalau sekolah kembali masuk. Mereka mempunyai alasan masing-masing, baik yang setuju mau tidak setuju sekolah dibuka. "Yang tidak setuju sekolah dibuka kembali, karena khawatir anak tertular Covid-19," terang CEO Alvara Hasanuddin Ali.

Menurut dia, 88,8 persen mereka takut siswa akan tertular dan membawa virus jika sekolah dibuka kembali. Sedangkan 55,6 persen beralasan anak akan rentan terhadap penyakit, 41,7 persen menyatakan anak akan susah diatur untuk memakai masker dan cuci tangan, dan sebanyak 33,5 persen khawatir anak jajan sembarangan.

Sementara mereka yang setuju sekolah dibuka lagi, sebanyak 41,3 persen beralasan bahwa jika anak tetap di rumah, mereka malah tidak akan belajar. Kemudian 38,0 persen menyatakan anak bosan di rumah, 35,4 persen anak susah disuruh belajar, 33,0 persen menyatakan anak lebih senang berkumpul dan kluyuran, dan 31,3 persen mengatakan anak sudah kangen sekolah. "Dan sebanyak 27,0 persen orang tua tidak mempunyai teknik mengajar yang baik," terang alumnus ITS itu.

Alvara juga bertanya kepada publik, apa yang mereka harapkan jika sekolah dibuka kembali? Sebanyak 88,2 persen menyatakan agar mengikuti protokol kesehatan, 64,5 mengatakan sekolah harus menyediakan tempat cuci tangan, 50,8 persen sekolah harus menyediakan masker, 50,4 persen meminta diberlakukan dua gelombang masuk sekolah, 46,9 persen meminta pemerintah dan sekolah menyediakan vitamin untuk menjaga imun anak, 32,8 persen mengimbau agar kantin sekolah menyediakan makanan bergizi, 30,6 persen meminta dilakukan rapid tes seminggu sekali. "Sebanyak 27,4 meminta sekolah menyediakan makanan bergizi," terang Hasan.

Selain soal pendidikan, Alvara juga memaparkan kondisi tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat. Hasan mengatakan,pengeluaran kebutuhan sehari-hari masyarakat turun signifikan dari sebelumnya 49,8 persen pada 2019, sekarang tinggal 38,1persen. Sementara pengeluaran untuk kebutuhan internet justru naik signifikan dari 6,1 persen menjadi 8,1persen. "Pendapatan turun, sementara kebutuhan tetap, seperti cicilan tidak bisa berkurang," terangnya.

Menurut Hasan, dengan tekanan ekonomi yang begitu berat, maka masyarakat membutuhkan bantuan sosial dari pemerintah. Hasil survei Alvara menyebutkan bahwa ada sejumlah kebutuhan yang diinginkan publik. Sebanyak 65,6 persen menginginkan bantuan tunai, 58,9 persen bantuan, 28,7 persen subsidi listrik 900 watt, 28,1 persen program kemandirian pangan, 22,8 persen Kartu Pra Kerja, 22,1 persen subsidi listrik 450 watt, dan 4,6 persen tidak menjawab.

Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Desa (Kemendes) mempunyai tanggungjawab memberikan bantuan tunai, bantuan sembako, dan bantuan lainnya. "Dengan tekanan ekonomi yang berat, bantuan sangat dinanti," papar dia.

Bagaimana dengan tingkat optimisme publik terhadap kondisi ekonomi Indonesia? Hasan mengatakan, tingkat optimisme publik turun dan berada di angka 63,5 persen, dibanding pada Oktober 2019 lalu yang berada di angka 71,0 persen. Tingkat optimisme itu harus dijaga agar tidak turun. Semakin tinggi tingkat optimisme, maka akan semakin baik.

Survei Alvara dilakukan pada 22 Juni-1 Juli dengan melibatkan 1.225 responden. Metode yang digunakan adalah online survey dan mobile assisted phone interview di seluruh wilayah Indonesia. Namun, ada beberapa provinsi di wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Papua Barat, dan Maluku,  karena terkendala jaringan internet dan coverage, sehingga tidak masuk survei. Margin of error berkisar 2,86 persen.(fad/sol/wir/wan/lum/jpg/ted)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook