Cari Solusi dari Hulu, Gubri Ajukan Kuota Tambahan Solar Bersubsidi

Riau | Sabtu, 12 Maret 2022 - 10:31 WIB

Cari Solusi dari Hulu, Gubri Ajukan Kuota Tambahan Solar Bersubsidi
Antrean kendaraan terjadi di salah satu SPBU Jalan Arifin Achmad Pekanbaru, Jumat (11/3/2022). Antrean kendaraan ini disebabkan adanya pengurangan kuota solar di Riau. (EVAN GUNANZAR/RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - ANGGOTA Dewan Pertimbangan Kadin Indonesia Ir H Arsyadjuliandi Rachman MBA mengimbau kepada asosiasi-asosiasi perusahaan truk angkutan untuk melakukan negosiasi ulang dengan industri-industri penggunanya di Riau.

Imbauan ini disampaikan sebagai salah satu upaya pencegahan terjadinya penyaluran solar bersubdisi tidak tepat sasaran. Selama ini,  diduga, truk-truk besar yang beroperasi di Riau banyak menikmati solar bersubsidi. Padahal sesuai dengan aturan pemerintah, truk roda enam dan lebih tidak lagi boleh mengisi solar bersubsidi.


Arsyadjuliandi mengatakan, ribuan truk-truk besar beroperasi di Riau sebagai mitra dari industri besar, mulai dari kehutanan, perkebunan, pertambangan, minyak dan gas, serta industri besar lainnya seperti semen, besi, pabrik-pabrik, dan transportasi industri lainnya.

Ia meyakini nilai kontrak pengangkutan masih menggunakan ongkos BBM bersubsidi. Sehingga di lapangan banyak terjadi truk-truk besar berburu solar bersubsidi di SPBU karena harganya jauh lebih murah.

"Kita coba tawarkan solusi jalan keluar dari hulu, agar solar bersubsidi ini tepat sasaran. Kalau harga kontrak angkutan dengan industri itu sudah menggunakan komponen biaya BBM industri, saya pikir, bisa meminimalisir penggunaan solar bersubsidi," kata anggota Komisi II DPR RI ini, Jumat (11/3).

Apalagi, tambah Gubernur Riau 2016-2018 ini, harga komoditi industri besar di Riau ini sedang sangat bagus. Hal ini memungkinan untuk negosiasi ulang harga angkutan yang tidak menyedot BBM jenis solar bersubsidi, karena hampir 60 persen dari biaya jasa angkutan itu untuk BBM.

"Kalau asosiasi tidak bisa bernegosiasi dengan industri tadi, bisa minta pemerintah untuk memediasi. Karena memang tujuannya agar solar bersubsidi itu memang bisa dipakai oleh masyarakat umum yang lebih berhak," tegasnya.

Diakuinya, hal itu tidak akan menghilangkan 100 persen penggunaan solar bersubsidi oleh truk-truk yang tidak berhak. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang lebih ketat.

"Untuk itu, kita harus sama-sama ikut mengawasi kalau kendaraan-kendaraan industri tadi tidak boleh menikmati solar bersubsidi. Ini harus diawasi bersama," ujarnya.

Tak hanya itu, ia juga minta Hiswana Migas segera mensosialisasikan berbagai peraturan terkait pembatasan penjualan solar bersubsidi tersebut kepada anggotanya, pengusaha SPBU. Sehingga, dengan aturan yang jelas, tidak ada lagi gesekan di lapangan.

"Harus ada koordinasi yang baik antara Hiswana, Pertamina dan pemerintah kabupaten/kota sehingga penjualan solar bersubsidi tepat sasaran. Tidak dinikmati oleh kendaraan-kendaraan yang tidak semestinya mendapat solar bersubsidi," imbuhnya.

Sementara itu Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Swasta Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Riau Tuah Laksamana Negara SH mengatakan, pihaknya akan kembali mengingatkan kepada seluruh pengusaha SPBU terkait Surat Edaran Gubernur No 272/SE/DESDM/2021 tanggal 14 Desember 2021 tentang Pengendalian Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Jenis Minyak Solar Bersubsidi di Riau

"Kita akan sosialisasikan surat edaran gubernur yang terbaru ini ke seluruh anggota Hiswana yang pengusaha SPBU," ujarnya.

Dengan surat edaran ini, diharapkan solar bersubsidi lebih tepat sasaran lagi peruntukannya. Surat edaran ini sebagai pegangan bagi para petugas SPBU di lapangan untuk menghindari gesekan dengan konsumen yang tidak berhak. Adapun dalam surat edaran tersebut disebutkan sejumlah aturan terkait penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran bahan bakar minyak, serta mengacu kepada kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) jenis minyak solar bersubsidi di Provinsi Riau. Maka perlu dilakukan pengendalian pendistnbusian JBT jenis minyak solar bersubsidi di penyalur SPBU agar tepat sasaran dengan beberapa ketentuan.

Pertama, kendaraan dinas milik instansi pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), TNI/Polri dilarang menggunakan JBT jenis minyak solar bersubsidi, kecuali kendaraan untuk pelayanan umum seperti mobil ambulans, mobil jenazah, mobil pemadam kebakaran dan mobil pengangkut sampah.

Kedua, kendaraan yang digunakan untuk mengangkut hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan termasuk dan tidak terbatas pada angkutan CPO, angkutan kayu. angkutan tambang batuan dan batu bara, angkutan mixer semen baik keadaan bermuatan atau kosong dilarang menggunakan JBT jenis minyak solar bersubsidi.

Ketiga, untuk keperluan usaha mikro, usaha perikanan, usaha pertanian transportasi air dan pelayanan umum dilarang menggunakan JBT jenis minyak solar bersubsidi tanpa melampirkan surat rekomendasi dari instansi/dinas yang berwenang.

Keempat, pembelian dengan menggunakan jeriken atau sejenisnya dilarang, kecuali untuk keperluan usaha sebagaimana dimaksud pada poin 3 dengan syarat melampirkan surat rekomendasi dan instansi/ dinas yang berwenang. Kelima, penerbitan surat rekomendasi yang dimaksud pada poin 3 dan 4 mengacu kepada Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi Perangkat Daerah untuk Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.

Keenam, batas pembelian JBT jenis minyak solar bersubsidi sebagai kendaraan pribadi roda 4 paling banyak 40 liter/hari/kendaraan, kendaraan umum angkutan orang atau barang roda 4  paling banyak 60 liter/hari/kendaraan, kendaraan umum angkutan orang atau barang roda 6 atau lebih paling banyak 100 liter/hari/kendaraan.

Ketujuh, PT Pertamina Patra Niaga dan Hiswana Migas wajib menyediakan jenis minyak solar non subsidi dalam jumlah yang cukup di setiap penyalur SPBU untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menganlisipasi antrean.

Kedelapan, untuk terlaksananya surat edaran ini. Pemerintah Provinsi Riau, pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Riau, instansi/dinas pemberi aurat rekomendasi pembelian JBT jenis minyak solar bersubsidi, PT Pertamina Patra Niaga, dan Hiswana Migas Wilayah Riau diminta melaksanakan sosialisasi, pembinaan, pengawasan, dan penertiban bersama pihak kepolisian setempat.

Kembilan, badan usaha dan atau masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin 1 sampai dengan 8 dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terakhir, pada saat Surat Edaran ini diterbitkan. maka Surat Edaran Gubernur Riau Nomor 199/SE/2019 tentang Imbauan Sosialisasi dan Pembatasan Penggunaan Jenis BBM Tertentu Serta Jenis BBM Khusus Penugasan Sesuai Peruntukan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Sementara itu, menanggapi imbauan Andi Rachman, Section Head Communication & Relation Sumbagut PT Patra Niaga Agustiawan mengatakan pihaknya siap jika memang diperlukan dan menjadi wilayah koordinasi Pertamina. "InsyaAllah jika memang dibutuhkan dan menjadi wilayah koordinasi Pertamina, tentu akan kami bantu," tukasnya.

Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Riau Albert memberikan tanggapanya terkait imbauan Andi Rachman. Ia mengungkapkan, lebih baik pemerintah atau BPH Migas membuat kepastian, jika memang ingin menghapus subsidi solar, dan tinggal menghitung secara proporsional harga yang pantas untuk non subsidi.

Ia mengatakan, pemerintah hanya membatasi, dan melarang, namun fakta di lapangan, masih banyak truk-truk industri yang masih dilayani oleh SPBU untuk pengisian solar subsidi.

"Tidak ada ketegasan, justru membuka celah dan membuka peluang bagi pelaku kejahatan yang lain," ujarnya.

Menurut Albert, sekarang ini sudah ada Undang-Undang yang mengatur, sehingga negosiasi tidak diperlukan lagi. Dikatakannya, seharusnya industri patuh dengan Undang-Undang, dan pemerintah mengontrolnya.

"Kenapa kami yang harus bernegosiasi, udah ada aturannya kok. Harusnya pemerintah itu mempertegas ke sektor industri supaya dapat mengawasi, membina, dan menegaskan kepada seluruh mitranya. Keluarkan sanksi hukumnya apa," ucap Albert.

Tak hanya itu, ia juga merasa Gubernur Riau kurang paham dengan surat edaran yang membatasi kuota solar, di mana pengisian untuk satu truk dibatasi hanya 100 liter per SPBU. Hal ini dinilai sia-sia, karena bagaimanapun juga, pasti pengemudi truk akan mengisi lagi sebanyak 100 liter di SPBU selanjutnya. "Tak ada gunanya itu, mengganggu ketertiban umum," pungkasnya.

Usulkan Penambahan Kuota Bio Solar
Menyikapi masih terjadinya kelangkaan bio solar di beberapa SPBU di Riau. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau mengusulkan penambahan kuota bio solar.

Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar mengatakan, secara nasional memang saat ini kuota bio solar dikurangi. Namun dikarenakan keperluan masyarakat Riau masih tinggi, pihaknya mengajukan penambahan kuota.

"Memang kuota bio solar Riau berkurang, karena itu kami sudah minta agar kuotanya ditambah. Agar nantinya tidak terjadi lagi kekurangaan di Riau," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Riau SF Hariyanto mengatakan, langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi kekurangan bio solar tersebut selain dengan penambahan kuota, juga dilakukan pengawasan di lapangan.

"Kuota bio solar di Riau ada dikurangi sampai 9 persen, karena itu diminta agar ditambah. Minimal sama dengan kuota sebelumnya agar tidak terjadi lagi kekurangaan," katanya.

Dari sisi pengawasan, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan instansi kepolisian. Seperti mengawasi penyaluran bio solar di SPBU, agar tepat sasaran.

"Pengawasan dilakukan seperti melarang kendaraan industri yang besar mengisi bio solar. Termasuk kendaraan dinas plat merah juga dilarang mengisi bio solar," ujarnya.

Sebelum mengajukan penambahan bio solar, pihaknya juga harus memaparkan terlebih dahulu upaya-upaya apa yang sudah dilakukan untuk mengantisipasi kelangkaan. Seperti pengawasan di lapangan.

"Jadi harus ada penjabaran dulu, kalau semua sudah dilakukan dan masih kurang. Artinya memang kebutuhan meningkat sehingga harus ditambah," katanya.(anf/sol/ted)

Laporan: TIM RIAU POS, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook