PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Hewan ternak yang terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK) di Riau kembali bertambah. Hingga saat ini, sudah lima kabupaten di Riau hewan ternaknya terjangkit penyakit di bagian kaki dan mulut tersebut.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Riau Herman mengatakan, daerah yang baru saja ditemukan hewan ternaknya terpapar PMK yakni Bengkalis dan Kampar. Sebelumnya, sudah tiga kabupaten di Provinsi Riau yang ditemukan PMK pada hewan ternaknya yakni Rokan Hulu (Rohul), Indragiri Hilir (Inhil) dan Siak.
"Hasil uji laboratorium Balai Veteriner Bukittinggi sudah keluar. Hasilnya sapi di Bengkalis dan Kampar terpapar PMK. Jadi hingga saat ini sudah lima kabupaten di Riau ditemukan PMK," ujar Herman, Jumat (10/6).
Lebih lanjut Herman mengatakan, sebanyak lima sapi di Bengkalis yang terkonfirmasi positif PMK. Sedangkan di Kampar terdapat 15 ekor sapi. "Jadi saat kami mengirim sampel sapi di Bengkalis, ternyata di Kampar juga ada sapi yang gejala PMK kita ambil sampelnya. Hasilnya positif PMK hasil pemeriksaan labornya," ujarnya.
Dengan adanya tambahan ini maka total sapi positif PMK di Riau sudah 60 ekor. Sebab sebelumnya, terdapat 40 ekor sapi positif PMK yang terdiri dari Kabupaten Rokan Hulu sebanyak lima ekor, Siak ada 20 ekor, dan Indragiri Hilir sebanyak 15 ekor.
"Kami terus melakukan antisipasi agar virus PMK ini tidak terus menyebar, yakni dengan membatasi mobilitas ternak. Pasalnya, penyebaran virus ini melalui udara sehingga juga sudah ditemukan di satu daerah akan mudah menyebar," sebutnya.
Adapun dari ciri-ciri dari hewan ternak terjangkit PMK yakni demam, luka pada mulut dan kaki serta keluarnya air liur yang berlebihan. Sapi yang terkonfirmasi PMK merupakan sapi berasal dari Sumatera Utara pada bulan Ramadan lalu. "Sapi kemudian mulai bergejala pada Idulfitri, setelah terkonfirmasi terkena virus PMK sapi kemudian dilakukan pengobatan dan sapi dilakukan diisolasi," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Riau Syamsuar minta dinas terkait melakukan pemeriksaan ketat, termasuk memeriksa sapi yang masuk untuk kurban. "Saya sudah menugaskan Kepala Dinas Peternakan dan Hewan untuk mengisolasi, termasuk memberitahu agar saat membeli sapi betul-betul dicek kesehatannya. Lalu usahakan sumber sapi jangan dari daerah yang terjangkit PMK," kata Syamsuar.
Selain itu, Syamsuar juga minta sapi-sapi yang terpapar untuk ditangani dengan maksimal. Pengecekan rutin dilakukan agar penularan tidak meluas. "Kami dari Pemprov Riau telah menggerakkan dinas terkait. Kesehatan sapi yang sudah kena dicek. Semua dari Riau dicek kesehatan," kata Syamsuar.
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah mempercepat berbagai upaya pengendalian penyebaran PMK pada hewan ternak. Apalagi penyakit yang banyak menyerang sapi ini telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat jelang Iduladha.
"Kasus PMK pada hewan ternak sudah semakin serius karena penyebarannya semakin meluas. Pemerintah harus segera melakukan pengendalian karena masyarakat sudah semakin cemas mengingat sebentar lagi Iduladha," kata Puan kepada wartawan, Jumat (10/6).
Iduladha identik dengan pelaksanaan penyembelihan hewan kurban seperti sapi dan kambing. Sementara itu, penyebaran PMK pada ternak ini telah menyebar ke 18 provinsi dan 163 kabupaten/kota.
Meski Pemerintah sudah menyatakan hewan kurban yang disediakan tahun ini bukan dari daerah yang terkonfirmasi PMK, namun kekhawatiran masyarakat masih ada. Puan pun mengingatkan pemerintah untuk merespons kegelisahan warga, khususnya umat Islam yang merayakan Iduladha.
"DPR berharap agar vaksinasi untuk menekan kasus penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak ini segera dilakukan. Dengan begitu, kita bisa mencegah penyebaran virus semakin luas," tutur perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Puan mengatakan, vaksinasi bagi hewan ternak yang tidak terpapar PMK tersebut harus diprioritaskan bagi daerah-daerah yang sudah terjangkit penyakit mulut dan kaki serta wilayah sekitarnya. Ada 3 juta dosis vaksin yang akan segera datang dengan peruntukkan bagi wilayah yang terdampak PMK.
"Pemerintah juga harus memperbanyak dokter hewan pada wilayah-wilayah terdampak. Sebab beberapa daerah sudah merasa kewalahan karena kurangnya tenaga medis yang bertugas melakukan penyuntikan obat untuk sapi yang terpapar PMK," ujar Puan.
"Akibat kurangnya dokter hewan, penanganan sapi yang terpapar PMK menjadi lambat seperti yang terjadi di NTB. Masalah PMK ini cukup serius karena bisa berdampak juga pada perekonomian Indonesia," ujarnya.
Lebih lanjut, Puan juga meminta pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memperketat pengawasan penjualan hewan ternak, khususnya di pasar-pasar ternak maupun pedagang hewan musiman yang banyak muncul jelang Iduladha.
"Penyebaran PMK juga potensial terjadi di pasar. Oleh karenanya, dibutuhkan kerjasama seluruh elemen masyarakat dalam mengantisipasi penyebaran masalah PMK ini, termasuk tokoh masyarakat dan agama," sebut Puan.
Dia pun meminta, pemda mengoptimalkan pemantauan terhadap pemotongan hewan kurban baik yang dilaksanakan di rumah potong hewan atau tempat pemotongan hewan kurban. Hal ini, guna memastikan daging yang dihasilkan memenuhi kriteria aman, sehat, utuh dan halal bagi yang dipersyaratkan untuk konsumsi masyarakat.
"Kami mengimbau seluruh pihak berkenan terlibat dalam upaya pengendalian PMK tanpa mengabaikan faktor kesehatan. Tidak hanya institusi yang memang berfokus pada budidaya hewan ternak, tetapi juga di sektor perdagangan serta pangan," ujar Puan.
Mantan Menko PMK itu juga mendukung rencana pembentukan satuan tugas PMK hingga tingkat Pemda. Puan menegaskan, DPR berkomitmen mengawal semua kebijakan pengendalian PMK melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. "DPR RI melalui Komisi IV akan terus mengawal perkembangan penanganan penyakit mulut dan kuku pada hewan ini," ujarnya.(jpg/das)
Laporan: SOLEH SAPUTRA (Pekanbaru)