SELATPANJANG(RIAUPOS.CO) - Perairan Kepulauan Meranti menjadi salah satu ‘’surga’’ bagi aktivitas mafia penyeludupan pekerja nonprosedural atau ilegal di seluruh Indonesia menuju negara tetangga, terutama Malaysia. Tak jarang aktivitas tersebut dibongkar oleh pihak terkait, seperti yang terjadi pada, Kamis (9/2).
Polres Kepulauan Meranti mengamankan 12 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang akan diseludupkan ke Malaysia. Dominan korban berasal dari NTT dan NTB. Kronologis kejadian dipaparkan Kapolres Kepulauan Meranti AKBP Andi Yul LTG dalam ekspose di Mapolres Kepulauan Meranti, Jalan Gogok Darus salam, Desa Insit, Kepulauan Meranti, Jumat (10/2).
Diungkapkannya, kejadian berawal ketika anggota Polsek Rangsang Barat mendapati satu unit speed boat tenggelam di Perairan Desa Lemang, Kecamatan Rangsang Barat. “Sesampainya di TKP, dijumpai dua unit speed boat SB. METRO 2 dengan mesin 40 PK yang sudah ditarik ke tepi Perairan Desa Lemang oleh masyarakat,” ujarnya.
Dalam pemeriksaan aparat mendapati sejumlah barang bawaan berisi pakaian, dokumen lain seperti KTP dan paspor. Temuan menjadi petunjuk aparat untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Atas temuan itu mereka telah menduga armada cepat itu berkaitan penyeludupan manusia ke negara tetangga.
Setelah dilakukan penyelidikan, temuan tersebut kemudian dinaikkan menjadi laporan polisi hingga mereka memperkuat koordiansi dan melibatkan BP3MI Riau. “Hasil dari koordiansi itu dan perkembangan informasi di lapangan, kami mendapati belasan PMI dan berhasil kami amankan,” ujarnya.
Dari pengakuan korban, kapal tersebut tadinya akan digunakan untuk berangkat ke Malaysia. Namun ketika akan berangkat armada yang mereka naiki rusak karena menabrak jaring nelayan di sekitar Perairan Lemang. “BAP yang kami dapatkan sementara pekerja migran Indonesia ini berasal dari NTT maupun NTB yang akan diberangkatkan Malaysia untuk bekerja di sana,” ujarnya.
Dari pengakuan para korban, cukong mematok harga kepada mereka bervariasi agar lolos hingga tiba ke Malaysia. Setiap korban memberikan uang sebesar Rp3 juta hingga Rp12 juta. Hanya saja sejumlah cukong dan calo berhasil melarikan diri. Namun, seorang di antaranya adalah warga Kepulauan Meranti yang saat ini masih dilacak keberadaannya. Namun proses penyelidikan masih berlangsung.
Sementara itu, Kepala BP3MI Riau, Fanny Wahyu menyampaikan apresiasi kepada aparat Polres Kepulauan Meranti yang telah melakukan berbagai tindakan terhadap temuan tersebut. Dirinya juga menegaskan bahwa ke 12 PMI ilegal yang telah diamankan dan dihadirkan saat itu merupakan korban dari oknum yang berusaha untuk mendapatkan keuntungan penyeludupan warga ke Malaysia.
“Ke 12 orang ini menjadi korban penempatan ilegal. Kami berharap kepolisian dan unsur terkait lainnya terus mencari calo atau oknum pelaku penempatan ilegal ini,” ujarnya. Dijelaskannya, ini merupakan kasus kedua temuan PMI yang akan berangkat secara ilegal dari Kepulauan Meranti setelah terbongkarnya kasus yang sama di Kota Dumai.
“Saat ini di wilayah Riau, daerah rawan itu Dumai, Meranti, dan Bengkalis. Makanya dengan kejadian ini perlu sinergitas bersama stakeholder terkait dalam penanganan masalah ini. Untuk itu, kami berharap tersangka utama dari kasus ini segera ditemukan dan diproses secara hukum,” ujarnya.
Fanny menjelaskan pihaknya tengah melakukan pendataan dan pengurusan untuk melakukan pemulangan PMI itu pulang ke daerah asal. Bahkan, sore itu sekitar 8 dari 12 orang PMI tersebut langsung diberangkatkan ke Pekanbaru.
“Sesuai dengan fungsi kami, merek kami fasilitasi untuk pulang ke daerah asal. Namun, kami terlebih dahulu berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten maupun kantor pelayanan kami yang sedang di provinsi, khususnya di Nusa Tenggara Barat. Pasalnya, delapan orang berasal dari Nusa Tenggara Barat dan 4 lainnya dari Nusa Tenggara Timur,” jelasnya.
Ekspose kemarin juga dihadiri Kepala Balai Pelayanan dan Perlindungan PMI (BP3MI) Riau Fanny Wahyu, Sekretaris Dinas Koperasi UMKM dan Tenaga Kerja Hargono, beserta Kabid Tenaga Kerja Siska, dan perwakilan Danposal Selatpanjang.
Kemnaker Apresiasi Polri
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memberikan apresiasi atas keberhasilan dan capaian Polres Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten mengungkap sindikat PMI keluar negeri.
“Kami apresiasi kinerja jajaran Polresta Soetta yang sangat serius mengungkap tindak pidana penempatan PMI secara nonprosedural. Pengungkapan sindikat PMI ilegal ini menjadi langkah baik dan memberikan efek jera kepada yang lain, ” Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker, Haiyani Rumondang melalui Siaran Pers Biro Humas Kemenaker di Jakarta, Jumat (10/2).
Haiyani Rumondang menegaskan Kemnaker memiliki konsentrasi tinggi untuk memastikan Calon PMI yang ingin bekerja keluar negeri secara prosedural. Pihaknya mengimbau seluruh masyarakat apabila ingin bekerja keluar negeri, ada prosedurnya dan silakan datang langsung ke Disnaker di masing-masing kabupaten/kota atau melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA).
“Jangan mudah terbujuk rayu iming-iming mudah untuk bekerja keluar negeri dengan cara mudah dan instan karena risikonya sangat tinggi. Apabila bekerja keluar negeri tanpa prosedur yang jelas, sesuai UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang PPMI, tentu tak terdaftar di pemerintah dan perwakilan, ” ujar Haiyani.
Sementara Direktur Binariksa Kemnaker Yuli Adiratna dalam Press Release bersama di Polresta Bandara Soetta Tangerang, Banten, Sabtu (11/2), menyampaikan terima kasih kepada jajaran Polresta Soetta, Imigrasi, Angkasa Pura dan BP2MI, yang dapat bekerja sama dalam melakukan pencegahan PMI keluar negeri.
“Ini hasil kerja kita bersama antar Kementerian/Lembaga dan Kepolisian. Kami berharap tak terjadi lagi penempatan secara nonprosedural ke depan, Ini jadi pelajaran kita semua, karena di sana ada oknum-oknum yang memanfaatkan ketidakberdayaan PMI, ” katanya.
Hingga saat ini, Yuli Adiratna menambahkan Kemenaker terus menerus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan bahkan melibatkan Pemerintahan Desa agar masyarakat memahami untuk bekerja secara prosedural. “Pemerintah tak melarang orang bekerja keluar negeri, tetapi hanya mengatur bekerja secara prosedural agar terhindar dari perlakuan dan peluang potensi bahaya kekerasan dan perlakuan tak manusiawi, ” katanya.
Sementara Wakapolresta Bandara Soekarno Hatta AKBP Anton Firmanto mengatakan jajaran Satreskrim Soetta telah mengungkap tiga orang anggota sindikat (RC, ABN, MBA) sebagai tersangka. Modus para tersangka sindikat yakni menjanjikan iming-iming uang kepada calon PMI untuk bekerja di luar negeri.
“Pendanaan untuk PMI berasal dari luar negeri. Biasanya satu pekerja dijanjikan 3200 dolar AS (Rp50 juta). Kepengurusan paspor dan visa diatur oleh para sindikat ini, ” kata Kasat Reskrim Polresta Soetta, Kompol Rezha Rahandi.(wir/jpg)