RIAU (RIAUPOS.CO) -- LAGI dan lagi Bumi Lancang Kuning menjadi sorotan sampai ke tingkat nasional. Hanya saja, kali ini bukan dengan prestasinya atau dengan keberadaan jerebu yang menggebu. Melainkan dari polemik politik dinasti yang tersebar luas di berbagai media elektronik dan media sosial.
Hal ini bermula dari proses pelantikan pejabat eselon III dan IV di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Momen yang sejatinya menjadi ajang untuk evaluasi dan mengoptimalkan kinerja aparatur sipil negara (ASN) malah menjadi informasi miring yang berkembang luas di media sosial.
Pasalnya, orang nomor satu dan dua negeri Melayu ini hingga Sekdaprov diinformasikan mengangkat kerabat dan keluarga menjadi pejabat di beberapa posisi strategis. Beberapa nama menjadi sorotan di antara 700-an ASN yang dilantik kala itu.
Tambah lagi, puluhan ASN juga harus mengenyam pil pahit berstatus nonjob karena ada beberapa struktur organisasi tata kerja (SOTK) yang mengalami perampingan di sejumlah OPD. Kendati demikian, isu mengenai politik dinasti tersebut masih menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Riuh mengemuka, berbagai tanda tanya mencuat ke permukaan. Politik dinasti dinilai dapat merusak tataran organisasi di struktur kepegawaian. Terlepas dari itu, tentunya proses dan mekanisme yang dilalui sudah dengan pertimbangan yang matang dan mengacu pada aturan yang berlaku.
Bolehkah pimpinan mengangkat keluarga dan kerabat menjabat posisi strategis di pemerintahan? Hal itu masih menimbulkan polemik. Di satu sisi, hal itu mengarah kepada aksi nepotisme. Namun di sisi lain, hal itu merupakan hal yang wajar jika dari sisi kepangkatan, kemampuan dan kapabilitas memungkinkan untuk menempati posisi yang telah ditentukan.
Menanggapi informasi miring yang beredar luas, pejabat terkait angkat bicara. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Riau menilai, seluruh pejabat yang dilantik pada Selasa (7/1) lalu sudah memenuhi syarat dan prosedur yang berlaku.
Benang merah yang dapat kita petik dari hal tersebut adalah aturan dan ketentuan yang sejatinya menjadi panglima dalam setiap kebijakan dan keputusan yang dipilih. Pejabat terkait tentunya tidak perlu alergi atau menanggapi dingin kritikan masyarakat maupun netizen di dunia maya. Jawaban ilmiah dan bersahabat sejatinya dapat menjadi pembelajaran dan informasi baru bagi masyarakat awam dalam dunia birokrasi. Semoga saja, kekhawatiran dan kerisauan warga akan politik dinasti tidak terbukti. Semoga saja.***