PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Provinsi Riau terus melakukan upaya dan langkah-langkah mempercepat pembayaran utang pemerintah pusat melalui Dana Bagi Hasil (DBH) Migas maupun pajak. Berbagai cara ditempuh seluruh pemkab/pemko bersama pemprov.
Tunda salur DBH pusat ke daerah memang menjadi persoalan seluruh daerah penghasil. Berdampak pada struktur pagu anggaran setiap tahun, apalagi jika terjadi dalam kurun mencapai 36 bulan atau tiga tahun anggaran berjalan. Jalan berliku pun harus ditempuh Pemprov Riau dalam upaya menagih utang tersebut.
Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau Ahmad Hijazi bersama seluruh sekda se-Riau, Maret lalu sempat keliling beberapa kementerian/lembaga. Kemudian April ini kembali digelar pertemuan. Disebut Fokus Group Discussion (FGD) Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) Indonesia menyampaikan persoalan yang dihadapi.
Dalam FGD EITI yang digelar di Hotel Aston Batam, Senin (9/4), Sekdaprov Riau Ahmad Hijazi meminta diberikan akses untuk mengetahui komponen pengurangan dan pungutan lain dalam perhitungan DBH Migas.
Setidaknya tiga dasar hukum yang menjadi tuntutan tersebut. Pertama, sebut Ahmad Hijazi, di mana Peraturan Pemerintah (PP) tentang DBH yang menyebutkan pemerintah pusat melakukan rekonsiliasi dengan pemerintah daerah. Kemudian dalam PP tentang Dana Perimbangan juga menyatakan perhitungan realisasi DBH SDA dilakukan secara triwulan melalui melalui rekonsiliasi data antara pusat dengan daerah penghasil.
‘’Selain itu, realisasi DBH SDA berasal dari penerimaan pertambangan minyak dan gas yang perhitungannya didasarkan atas realisasi lifting migas dari departemen teknis,” ujarnya kepada Riau Pos.
Tuntutan kedua, lanjut Sekdaprov Riau, dengan merujuk adanya tuntutan dari kertas kerja rencana aksi Korsubgah KPK bidang Energi. Di mana diminta untuk membuka data terkoneksi dari SKK Migas, Kementerian ESDM, dan Kementerian Keuangan.
Sedangkan tuntutan ketiga, Ahmad Hijazi mengatakan Riau yang masuk salah satu basis industri transparansi, menuntut supaya bisa mendapat akses terhadap sumber daya alam yang keluar dari buminya.
Tuntutan terakhir, tambah Ahmad Hijazi, Pemprov Riau mendorong untuk mengetahui berapa nilai DBH rill dari pajak bagi hasil kelapa sawit, CPI dan perkebunan.
‘’Transparansi penting dan mekanisme yang perlu dilakukan secara bersama. Sebab selama ini Pemda Riau hanya dilibatkan dalam rekonsiliasi lifting, tapi belum rekonsiliasi penghitungan DBH,” tutupnya.(izl)