Kemampuan Akademik Anak Stunting Tidak Optimal

Riau | Selasa, 09 Agustus 2022 - 14:40 WIB

Kemampuan Akademik Anak Stunting Tidak Optimal
Kepala Perwakilan BKKBN Riau Mardalena Wati Yulia (berdiri tiga kanan) foto bersama forkopimda dan warga, Senin (8/8/2022). (BKKBN FOR RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - BKKBN Perwakilan Riau ikut serta dalam Kick Off Kolaborasi Percepatan Penanganan Stunting, Senin (8/8). Kegiatan dipusatkan di Gedung Puri Ardhya Garini, Jakarta dan diikuti BKKBN Riau secara daring.

Acara ini dihadiri Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, KSAL, KSAU dan Kapolri yang diwakili oleh Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Kapusdokkes) Polri Irjen dr Asep Hendradiana.


Kepala BKKBN DR (HC) dr Hasto Wardoyo Sp.OG (K) mengatakan, angka stunting nasional saat ini masih sebesar 24,4 persen. Tiap tahun ada 4,8 juta ibu hamil dan melahirkan. Praktis sekitar 1,2 juta anak stunting lahir tiap tahun jika tidak berbuat apa-apa untuk mengatasinya.

“Bangsa kita saat ini menghadapi situasi di mana penduduk usia produktif jauh lebih banyak dibanding yang tidak produktif. Setiap 100 penduduk hanya menanggung kurang dari 46 yang tidak produktif. Sehingga, kalau bangsa kita mau maju dan naik pendapatannya, sekaranglah masanya,” tutur Hasto.

Hal ini penting dicapai. Karena jika tidak, generasi muda yang berikutnya harus mampu menanggung beban besar jika Indonesia sudah masuk the ageing population atau era penduduk berusia Karenanya, upaya menurunkan kasus stunting memang perlu dilakukan jika ingin memajukan bangsa. Apalagi, stunting memang merugikan bagi sumber daya manusia. Karena anak stunting ini ada tiga cirinya. Yaitu anak stunting pasti pendek, sehingga tidak bisa jadi TNI, Polri dan lain sebagainya. “Tapi pendek belum tentu stunting,” tutur Hasto meluruskan.

Lalu, kemampuan intelektual anak stunting rendah. Dengan demikian, kemampuan akademik anak stunting tentu tidak optimal. Kerugian ketiga, belum masuk hari tua, anak stunting biasanya sudah mengalami banyak permasalahan akibat central obesity atau gemuk di bagian tengah tubuh. Ini membuat mereka makin mudah terkena obesitas, sakit jantung dan diabetes.

Hasto juga membeberkan ada beberapa hal yang menyebabkan stunting. Yaitu, kurang mendapatkan makanan bergizi. Khususnya protein hewani. “Sekecil apapun protein hewani ini sangat penting,” tuturnya.

Penyebab kedua adalah suboptimal health. Penyebab ketiga adalah suboptimal parenting. Karenanya BKKBN berkolaborasi dengan banyak pihak. Baik dengan Polri, TNI maupun sektor swasta dalam melaksanakan program bapak asuh anak stunting.

“Peran TNI dan Polri maupun tokoh masyarakat sangat strategis dalam percepatan penurunan stunting ini,” tutur Hasto.

Sementara, Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Kapusdokkes) Polri, Irjen dr Asep Hendradiana yang mewakili Kapolri menyampaikan, stunting menimbulkan banyak kerugian. Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Polri, tambahnya, siap mendukung BKKBN agar mencapai angka prevalensi stunting jadi 14 persen. Dia menilai, perlu upaya kolaboratif dalam mengatasi stunting. Untuk itu, Polri berkomitmen mendukung kolaborasi dalam mempercepat penurunan stunting.

Seperti melakukan pendataan masyarakat berisiko stunting, pendampingan calon pengantin, meningkatkan kualitas dan kebutuhan gizi pada balita stunting dan sebagainya.

Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa menegaskan siap mendukung upaya penurunan kasus stunting.(eca)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook