Pernikahan Dini, Banyak Sebabkan Anak Stunting dan KDRT

Riau | Sabtu, 07 Januari 2023 - 10:45 WIB

Pernikahan Dini, Banyak Sebabkan Anak Stunting dan KDRT
FARIZA (DOK RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Masih maraknya pernikahan pada anak di usia dini dinilai dapat berujung pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penelantaran anak dan meningkatnya permasalahan stunting. Karena itu, pemerintah mengimbau agar pernikahan dini dapat dihindari. 

 


"Inilah yang menjadi salah satu penyebab angka stunting itu menjadi tinggi," kata Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Riau Fariza.

 

Lebih lanjut dikatakannya, mengenai usia pernikahan, sebenarnya pemerintah telah mengatur hal ini dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 di mana batas usia minimal pria dan wanita  untuk melangsungkan pernikahan adalah 19 tahun.

 

"Tapi pada kenyataannya masih didapati remaja usia 14 tahun sudah memiliki dua bahkan tiga orang anak. Ini baru kami temukan setelah mereka mengalami kejadian KDRT," ujarnya. 

 

Umumnya, Fariza menjelaskan, terjadinya kasus perceraian salah satunya dilatar belakangi oleh adanya tindak KDRT.

 

"Kita tahu untuk melegalkan pernikahan itu harus ada rekomendasi dari Kementerian Agama (Kemenag), jadi mereka ini (pasangan pernikahan dini) menikah di bawah tangan," ujarnya.

 

Lebih lanjut Fariza menjelaskan, pihaknya telah melakukan koordinasi bersama Kemenag dalam rangka menghimpun data mengenai jumlah pasangan yang melakukan pernikahan dini.

 

"Tetapi sulit kami sisir, karena pernikahan mereka tidak terdaftar. Setelah terjadi KDRT, penelantaran anak atau suatu insiden, barulah mereka (pasangan pernikahan dini) melaporkan ke kami," terangnya.

 

Untuk itu, saat ini pihaknya bersama Tim Pendamping Keluarga tengah gencar menyosialisasikan hal ini kepada para kepala desa yang ada di Provinsi Riau.

 

"Kemiskinan, stunting, KDRT dan penelantaran anak terjadi disebabkan oleh meningkatnya pernikahan usia dini. Inilah yang menjadi PR kita," tegasnya.

 

Menaggapi hal ini, Wakil Gubernur Riau (Wagubri) Edy Natar Nasution menilai hal ini terjadi akibat edukasi kepada masyarakat yang belum maksimal. Termasuk juga dalam sistem monitoring yang ada di daerah.

 

"Jadi saya minta, ini adanya di kabupaten/kota. Kita di provinsi ini tidak mungkin bisa melakukan monitoring itu sampai menjangkau ke sana (desa,red). Harus dibangun mekanisme. Kalau hanya berjalan begitu saja lalu tanggung jawabnya bagaimana," katanya.

 

Oleh karena itu, wagubri menginstruksikan agar sistem monitoring di kabupaten/kota perlu ditingkatkan lagi, sehingga permasalahan ini dapat terpantau dengan lebih maksimal.(sol) 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook