PERISTIWA

Eksekusi Lahan Ricuh, Semua Pihak Diminta Menahan Diri

Riau | Rabu, 05 Februari 2020 - 10:32 WIB

Eksekusi Lahan Ricuh, Semua Pihak Diminta Menahan Diri
Massa Koperasi Gondai Bersatu dan Sri Gumala Sakti terlihat panik setelah dibubarkan paksa oleh aparat hukum menggunakan gas air mata saat eksekusi lahan di Desa Pangkalan Gondai Kecamatan Langgam, Selasa (4/2/2020). (M AMIN AMRAN/RIAU POS)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Eksekusi lahan perkebunan plasma masyarakat dalam wadah Koperasi Gondai Bersatu dan Sri Gumala Sakti di bawah binaan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) belum kunjung tuntas. Bahkan atensi pun diberikan banyak pihak, baik dari daerah hingga pusat sampai turun ke Desa Gondai, Langgam. Persoalan ini disebut sebagai pertarungan "gajah" yang seharusnya dapat diselesaikan tanpa mengorbankan rakyat.

Apalagi, pada Selasa (4/2), bentrokan dikabarkan terjadi di lokasi lahan yang diklaim milik masyarakat dan dituding diserobot PT Nusa Wana Raya (NWR). Hal ini disampaikan Kuasa Hukum Koperasi Gondai Bersatu Asep Ruhiat melalui informasi yang diterima Riau Pos malam tadi. "Dilaporkan ada tiga orang masyarakat terluka akibat lemparan batu," ungkapnya.


Dijelaskan Asep, berdasarkan informasi di lokasi kejadian yang disampaikan melalui rilis yang diterima Riau Pos, peristiwa itu terjadi saat sejumlah alat berat milik PT NWR mencoba menerobos masuk ke lahan sawit plasma milik masyarakat dengan dikawal aparat kepolisian. Sejumlah warga yang menghadang kemudian dilempari batu oleh pihak tak dikenal hingga melukai beberapa warga. Ketegangan pun terjadi di lokasi tanah yang telah ditanami tanaman sumber kehidupan masyarakat itu.

"Peristiwa ini sangat kami sayangkan, padahal kemarin baru saja legislator DPR RI (Arteria Dahlan, red) datang ke lokasi untuk meminta dihentikan eksekusi oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) dan NWR," kata Asep.

Sebelumnya diceritakan Asep, masyarakat juga telah melaporkan peristiwa tersebut ke Kepala Staf Presiden Moeldoko. Di mana hasilnya lahan masyarakat akan menjadi pertimbangan kuat untuk eksekusi segera dihentikan. Staf Khusus KSP sebelumnya juga telah meninjau lokasi lahan di Gondai dan telah menganalisa serta melaporkan hal itu ke Moeldoko.

Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan dikabarkan juga berkunjung ke Desa Gondai pada Senin (3/2) malam. Pada kesempatan tersebut meminta agar eksekusi lahan itu segera dihentikan. Mengingat perbuatan itu menurutnya telah mencederai hukum dan hati rakyat.

"Kami melihat ini pertarungan dua gajah yang mengorbankan masyarakat kecil. Kasihan polisi dan pemerintah, jangan mau dimanfaatkan untuk kepentingan pihak tertentu," kata Arteria.

Dalam kesempatan tersebut, dia juga mengimbau seluruh pihak, termasuk Komisi III DPR RI agar menghormati putusan pengadilan. Baik putusan pengadilan tingkat pertama, maupun putusan mengadilan kasasi oleh Majelis Hakim Agung.

Rakyat, menurutnya sudah membayar pinjaman ke bank. Kemudian rakyat juga sudah melakukan kegiatan pemanfaatan atas hasil perkebunan. Dengan demikian menurutnya tidak dapat diputus melalui putusan yang disebutnya demikian merugikan.

"Kami juga menghormati dan meminta betul, agar dapat mengetuk hati semua pihak, untuk lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi putusan kasasi MA," katanya.

Arteria berharap, semua pihak bisa mengambil jalan penyelesaian untuk upaya yang lebih baik. "Saya mohon semuanya termasuk PT NWR dan penegak hukum serta teman-teman kepolisian dan juga teman-teman yang melakukan kegiatan eksekusi untuk membaca betul putusan pengadilan tingkat kasasi," katanya.

Putusan tersebut, menurut dia, adalah putusan urusan pidana untuk badan hukum perusahaan. Putusan ini juga, kata dia, patut dikatakan bahwa harus memperhatikan konsekuensi dengan hadirnya pidana korporasi. Tidak serta merta, lanjutnya, bahwa dengan hadirnya putusan tersebut kemudian pihak yang memenangkan gugatan bisa dengan mudah meminta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) serta meminta pihak kepolisian untuk melakukan kegiatan di dalam areal ini.

"Saya hanya cari jalan titik te­ngah. Kami akan coba komunikasikan dengan Kapolda dan Kajati Riau," katanya.

Di tempat terpisah, Kapolres Pelalawan AKBP M Hasyim Risahondua SIK MSi kepada Riau Pos membantah adanya kericuhan tersebut.

"Jadi, ini bukan kericuhan, tapi aksi spontan warga yang tak rela kebun mereka dieksekusi. Sehingga warga melakukan perlawanan dengan berupaya melemparkan benda keras seperti batu. Dan akibat kejadian ini, menyebabkan dua anggota Polres Pelalawan mengalami luka-luka. Saya juga memastikan personel tidak ada melukai masyarakat dalam eksekusi tersebut. Artinya, adanya informasi tiga warga terluka akibat kejadian tersebut dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dan saat ini tengah kami lakukan penyelidikan," paparnya.

Dikatakannya, untuk meredam aksi massa tersebut, pihaknya mencoba membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata. Sehingga dengan adanya upaya yang dilakukan pihaknya dan sesuai dengan protap, massa berhasil membubarkan diri.

Dalam pada itu Direktur PT NWR Muller Tampubolon ketika dikonfirmasi masih belum memberikan respons terkait adanya permintaan warga agar eksekusi lahan tersebut dapat ditunda, setelah dihubungi via selulernya di nomor 0812755XXX. Baik melalui kontak langsung dan juga pesan melalui WA.

Begitu juga dengan Humas PT NWR Abdul Hadi yang juga dihubungi melalui selulernya di nomor 08127544XXX. Meski dalam keadaan aktif, namun manajemen PT NWR belum memberikan jawaban atas permintaan masyarakat tersebut.(egp/yus/amn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook