RIAUPOS.CO - Urusan pemerintahan sektor minyak dan gas (Migas) sesuai UU 23/2014 tentang pemerintah daerah disebutkan, urusan bidang ESDM berkaitan dengan pengelolaan menjadi kewenangan pemerintah pusat, sesuai pasal 14 ayat 3. Karenanya dalam rencana revisi yang akan dilakukan pemerintah pusat, Provinsi Riau meminta kepada Komisi VII DPR RI agar mengedepankan kepentingan daerah dalam pembahasan.
Hal ini dipaparkan Kepala Dinas ESDM Provinsi Riau Syahrial Abdi dalam pertemuan bersama beberapa anggota Komisi VII DPR RI, Kamis (3/12) di auditorium gedung lantai sembilan Kantor Gubernur. Dengan keluarnya UU 23/2014, menurut Syahrial memang kewenangan pengelolaan Migas menjadi milik pusat.
‘’Sehingga terjadi permasalahan di daerah, terutama Riau yang memiliki potensi besar dalam sumber Migas. Beberapa dampak yang terjadi diharapkan bisa ditampung oleh Komisi VII agar bisa dibenahi dalam revisi nantinya,’’ harap Syahrial.
Problematika yang terjadi diterangkan Syahrial seperti pada kegiatan hulu Migas, terjadi stagnasi karena seluruh perizinan, rekomendasi gubernur, bupati/Wako seperti izin prinsip tata ruang, izin seismik, izin lokasi dan lainnya tidak dapat diproses menunggu terbitnya PP atau Perpres.
Kemudian pada kegiatan hilir Migas juga demikian, di mana monitoring pendistribusian BBM/elpiji tabung 3 Kg, penetapan HET elpiji tabung 3 Kk, perizinan penyalur/sub penyalur tidak dapat diterbitkan oleh Pemda. Karena UU 23/2014 tentang Pemda juga menghilangkan kewenangan daerah sesuai yang tertuang dalam UU 22/2001.
Terkait hal tersebut salah seorang anggota Komisi VII DPR RI Jamiluddin Jafar mengatakan, memang beberapa daerah mengedepankan sharing.
Seperti ketentuan PI 10 persen yang harus ditambah lagi. Karena pendapatannya 85 persen negara, kemudian negara membagi lagi, ada beberapa persoalan bahwa SKK mendapat 15 persennya, wajar karena itu perusahaan yang ditunjuk pemerintah mengatur.
"85 persen ini porsinya harus kita pikirkan lagi, karena di NKRI ini ada juga daerah yang tidak punya potensi Migas, padahal juga harus dibiayai. Jadi semua memang sedang dikaji," katanya.
Seperti Chevron di Riau lanjut Jamaluddin, DPR ingin seperti blok Mahakam. Di mana dapat melibatkan Pemda. Selain itu juga diketahuinya sudah ada BUMD di Riau yang sama dengan Pertamina, seperti BSP. Sehingga bisa dilihat ada kesan kuat bagaimana perusahaan-perusahaan BUMD bisa mengelola.
"Intinya UU akan mengakomodir bagaimana daerah diberdayakan, ada latar belakangnya, bagaimana BUMD dan BUMN berdaya dalam mengelola, dan daerah juga bisa berpartisipasi nantinya," kata Jamaluddin.(rnl)