PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Direktur PT Bumi Siak Pusako (BSP) Zapin, Feldiansyah (F) menyandang status pesakitan. Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru. Sebabnya, anggaran Rp8,15 miliar untuk penyertaan modal pembangunan pabrik marine fuel oil (MFO) di Kawasan Industri Tanjung Buton (KITB) tak bisa dipertanggungjawabkannya.
F adalah Direktur PT BSP Zapin tahun 2016. Dia menjalani pemeriksaan oleh Penyidikan Tindakan Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru Senin (2/10/2023) kemarin. Mal sekitar pukul 18.45 WIB dengan sudah mengenakan rompi tahanan berwarna oranye dan mengenakan masker. Dia bungkam saat diwawancarai terkait penahanannya.
Kepala Kejari Pekanbaru Asep Sontani Sunarya kepada wartawan usai penahanan mengatakan F ditahan Senin begitu usai dilakukan pemeriksaan. Penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari ke depan.
"Senin (2/10), Tim Penyidik Kejari Pekanbaru telah menetapkan status tersangka sekaligus melakukan penahanan terhadap inisial F sebagai Direktur PT BSP Zapin tahun 2016. Terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi pembangunan pabrik marine fuel oil yang besumber dari dana penyertaan modal PT BSP tahun 2016. F dilakukan penahanan 20 hari sampai 21 Oktober. Di Rutan Pekanbaru," papar dia.
Dalam perkara ini, F dijerat Pasal 2 ayat 1, pasal 3 juncto pasal 18 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20/2021.
"Bahwa berdasarkan audit penghitungan kerugian negara oleh BPKP Riau merugikan keuangan negara Rp8,15 miliar," imbuhnya.
Kajari Pekanbaru yang dalam pemaparan pada wartawan turut didampingi para kepala seksi dan kasubagbin jajaran Kejari Pekanbaru, kemudian memaparkan latar belakang perkara yang ditangani ini.
"Berawal dari PT BSP bertransformasi mendirikan perusahaan induk atau Holdings, mendirikan anak perusahaan PT BSP Zapin. PT BSP Zapin ini mendapatkan penyertaan modal yang akan dipergunakan untuk pembangunan pabrik MFO di KITB," jelasnya.
F selaku Direktur PT BSP Zapin kemudian tak melaksanakan pembangunan pabrik MFO tersebut.
"Sampai sekarang pembangunan tidak terlaksana dan uang yang disertakan itu sampai sekarang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga tidak bisa memberikan manfaat bagi masyarakat-masyarakat," tegas Asep.
Kepada Kajari Pekanbaru, Riaupos.co kemudian menanyakan ke mana uang Rp8,15 miliar penyertaan modal tersebut digunakan. Dari pengakuan F saat menjalani pemeriksaan, uang tersebut diakui dialihkan ke anak perusahaan yang lain.
"Dipergunakan untuk investasi ke anak-anak perusahaan. Ada pengalihan," ucapnya.
Usai F ditetapkan sebagai tersangka, Asep menegaskan tak tertutup kemungkinan akan ada pihak lain juga tak akan turut dimintai pertanggungjawaban.
"Sementara kami tetapkan F, tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain. Untuk saat ini alat bukti keterangan ahli, saksi, keterangan BPKP itu yang kami tetapkan F sebagai tersangka," urainya.
Karena seluruh penyertaan modal sebesar Rp8,15 miliar tersebut tidak terealisasi, maka proyek pembangunan pabrik MFO tersebut dianggap sebagai total lost.
"Pembangunannya dianggap total lost. Dokumen sudah kami lakukan penyitaan, untuk aset kami masih lakukan pelacakan," tegasnya.
Disebutkan Kajari Pekanbaru, pada dasarnya secara aturan pengalihan boleh dilakukan. Namun, dalam perkara ini ada pelanggaran terkait feasibility study proyek tersebut.
"Secara aturan diperbolehkan, namun ada dugaan dalam hal pembuatan FS ada dugaan tidak memenuhi syarat materil dan formil," imbuhnya.
Asep kemudian mengungkapkan juga alasan kenapa Kejari Pekanbaru menyidik dugaan korupsi ini.
"PT BSP sahamnya ada di Pekanbaru, Kampar, dan Siak. Kita lihat locus dan tempusnya di Pekanbaru," singkatnya.
Terpisah, Sekretaris PT BSP Riky Hariansyah mengatakan terkait penahanan itu, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum.
“Kami menyerahkan semua proses kepada penegak hukum,” kata Riky Hariansyah.
Laporan: M Ali Nurman
Editor: Edwar Yaman