Helfandi menuturkan rapat tersebut dilaksanakan menjawab keinginan masyarakat dan seluruh pemerintah desa di wilayah kecamatan penghasil sagu terbesar di Riau iitu. Agar diketahui kenapa realisasi dari kewajiban perusahaan tersebut tidak berjalan sesuai dengan kesepakatan.
Untuk diketahui, PT NSP di bawah bendera Sampoerna Agro yang bergerak di izin HTI Non Kayu (tanaman sagu) yang beroperasi di Wilayah Kecamatan Tebingtinggi Timur dengan luas 21.620 ha, sesuai izin Kementerian Kehutanan Nomor 353/Menhut/II/2008 tgl 24 September 2008.
Salah satu peserta rapat yang juga tokoh penggiat lingkungan Abdul Manan SE mengaku kecewa dengan ketidak datangan perwakilan PT NSP. Karena saat ini masyarakat ingin memastikan kenapa program yang seharusnya wajib dilaksanakan belum terealisasi sepenuhnya.
“Yang menjadi tuntutan kita merupakan tanggung jawab mereka yang belum dilaksanakan sesuai dalam Keputusan Menteri Kehutanan. Kalau tetap ingkar, kita akan melakukan upaya koordinasi dengan pemerintah pusat. Sehingga kewajiban perusahaan bisa ditunaikan,” tegas pria yang akrab disapa Encik Manan tersebut.
Sementara itu Humas PT NSP Budi saat dikonfirmasi, belum didapatkan jawaban termasuk saat datangi di kantornya ia tidak ditemui. Namun sebelumnya Budi pernah menjelaskan bahwa dari 1.000 ha lebih kewajiban tanaman kehidupan yang menjadi kewajiban mereka sudah direalisasikan seluas 150 ha.
Realisasi tersebut dilaksanakan di tiga Desa yakni Desa Kepau Baru, Desa Lukun dan Sungai Tohor.“Kita sudah mulai merealisasikan tanaman kehidupan. Walaupun belum sesuai target, namun kita sudah berupaya merealisasikannya,” sebut Budi.(amy)
