SULITNYA AIR BERSIH LAYAK MINUM DILAHAN GAMBUT

Kembangkan Sistem Pemanenan Air Hujan, Antisipasi Kekurangan Air Bersih

Riau | Minggu, 25 Oktober 2015 - 10:23 WIB

Kembangkan Sistem Pemanenan Air Hujan, Antisipasi Kekurangan Air Bersih
TAMPUNG AIR HUJAN: Masyarakat Selatpanjang menggunakan embung untuk menampung air hujan dari cucuran atap rumah. Foto diambil baru-baru ini.

SELATPANJANG (RIAUPOS.CO) - Salah satu permasalahan yang dihadapi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan pulau berlahan gambut adalah sulitnya mendapatkan air bersih, selama ini masyarakat hanya mengandalkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Guna memenuhi kebutuhan air bersih, sebagian besar masyarakat daerah pesisir menggunakan air tanah gambut dengan cara menggali tanah dengan kedalaman antara 2 meter hingga 4 meter sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan MCK. Tetapi, kualitas airnya tidak layak minum, seperti yang dilakukan masyarakat Selatpanjang.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

DAHULU Pemerintah Kabupaten Bengkalis (sebelum pemekaran) bermaksud menjadikan Tasik Nambus sebagai salah satu sumber air baku, karena mampu melayani kebutuhan air baku bagi masyarakat Kecamatan Tebingtinggi dan Tebingtinggi Barat namun hingga saat ini belum terealisasi.  

Saat ini air bersih yang digunakan oleh masyarakat Selatpanjang memiliki kadar garam (salinitas) tinggi, berbau, dan warna kemerahan, karena berasal dari air tanah gambut. Air tersebut akan terasa lengket di kulit jika digunakan sebagai air mandi atau digunakan untuk mencuci baju, maka warna merah akan lengket dan menempel di baju tersebut. Oleh karena itu, masyarakat di Selatpanjang menggunakan air hujan untuk kebutuhan masak dan mencuci baju. Tidak hanya itu, air hujan ini juga digunakan untuk minum sehari-hari. Air hujan diperoleh dengan cara menampung dengan alat seadanya, di setiap rumah di daerah pulau berlahan gambut banyak menyediakan tempat tadahan air hujan, mulai dari tempayan batu, drum plastik bekas chemical, tangki fiber, dan sebagainya. Rata-rata kebutuhan air hujan yang ditampung tersebut hanya cukup untuk kebutuhan 1 hingga 2 pekan.

Sementara air hujan bukanlah air yang bagus untuk dikonsumsi, tetapi masyarakat tidak punya pilihan selain bergantung pada air hujan. Namun permasalahan lain timbul di saat musim kemarau tiba, ketika ketersedian air hujan habis dan musim kemarau masih panjang. Jika sudah seperti ini, masyarakat tetap mengandalkan air gambut untuk memenuhi kebutuhan airnya mulai dari mandi, mencuci, masak, bahkan untuk air minum. Air gambut yang berwarna seperti air teh yang pekat menjadi masalah tersendiri saat untuk mencuci pakaian, terlebih lagi pakaian yang berwarna putih. Sementara jika direbus untuk air minum, air gambut menimbulkan rasa yang sangat asam karena air gambut mempunyai kadar keasaman yang sangat tinggi.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook