Bhayangkara Indonesia berumur 76 tahun, Jumat (1/7) hari ini. Berbagai inovasi terus dilakukan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk menjadi pengayom, pelindung, dan juga sahabat bagi masyarakat.
Spesial edisi hari jadi Bhayangkara tahun ini, Jurnalis Riau Pos Afiat Ananda berkesempatan mewawancarai secara langsung Kapolda Riau Irjen Pol Mohammad Iqbal. Berikut petikan wawancara yang berlangsung, Kamis (30/6).
Selamat sore Pak Kapolda, sehat ya?
Alhamdulillah baik, sehat dan harus tetap semangat. Salam presisi.
Kurang lebih bapak sudah 6 bulan menjabat sebagai Kapolda di Riau. Apa hasil monitoring bapak, terhadap persoalan yang ada di Riau yang berkaitan dengan tugas kepolisian?
Kita ketahui Provinsi Riau memiliki potensi yang kaya. Baik itu sumber daya alamnya termasuk sumber daya manusianya. Kita contohkan saja seperti minyak bumi, kelapa sawit, dan lain-lain. Provinsi Riau yang bertetangga secara geografis dengan negara luar seperti Malaysia dan Singapura. Otomatis karena kondisi geografis ini menjadi pintu masuk. Secara positif ekonomi. Negatifnya, masuk barang terlarang, termasuk narkoba.
Lantas apa strategi bapak sebagai orang nomor satu di Polda Riau?
Polisi di Riau harus melakukan pengelolaan kamtibmas secara profesional dan modern pula. Katakanlah karhutla, juga ada sengketa lahan dan lain-lain. Juga pada era saat ini, media juga sangat mempengaruhi. Saya mengajak polisi di Riau, pertama kita tidak bisa bekerja sendiri. Kita harus selalu bekerja sama dengan seluruh stakeholder. Polisi harus mendekat ke masyarakat, tokoh adat, agama, tokoh masyarakat, termasuk tokoh pemuda. Walapun adek-adek itu umurnya jauh di bawah kita, mereka adalah regenerasi kita.
Sayapun selaku kapolda tidak hanya memerintah saja. Saya akan tunjukan. Saya mendekat ke masyarakat. Saya hadir pada saksi nikah, jadi walimatur syafar ketika ada yang berhaji. Ketika pimpinan melakukan strategi seperti itu menjadi tauladan, maka secara otomatis ke bawah akan ikut. Saya juga meminta seluruh personel Polda Riau, kita harus memberdayakan semua sumber daya yang dipunya.
Tadi bapak sempat menyinggung soal narkoba. Dari data yang saya terima, sampai saat ini Anda sudah menangkap sebanyak 1.165 tersangka narkoba, 352 kg sabu dan 803 kasus. Sampai diberi penghargaan presisi award. Apakah perang dengan narkoba ini masih akan terus digelorakan?
Sebelum saya jawab saya ingin meneruskan yang tadi. Konsep saya, kita harus maksimal dalam melayani mengayomi dan melindungi masyarakat. Saya hadir di sini dengan style saya bersahabat dengan masyarakat, bersahabat dengan tim saya. Pertama, sekalipun saya jenderal, saya tidak ingin menjaga jarak dengan mereka.
Mari kita berjuang memberi sesuatu yang baik pada masyarakat. Penegakan hukum itu, its okay. Namun bila diperlukan, ketika kita ajak masyarakat dan masyarakat sudah mau meniadakan kejahatan lingkungan. Itu keberhasilan polisi. Kenapa? Itulah efek dari polisi mendekat ke masyarakat. Tapi ini dimulai oleh atasannya.
Nah, tauladan tersebut efek dominonya akan berdampak langsung ke masyarakat. Kita harus maksimal dan humanis ke masyarakat. Artinya, saya ingin mengajak dengan maksimal betul. Jadi masyarakat akan rindu dengan petugas berbaju cokelat ini. Bahkan ketika melihat sosok polisi, event kapolda, masyarakat akan berkata itu sahabat kita. Pelayan dan pelindung kita, pengayom kita. Sosoknya dirindukan karena itu.
Lain dengan pelaku kejahatan. Apalagi dengan gembong narkoba. Kita harus jadi musuh paling ditakuti. Dengan apa? senjata hukum. Saya tidak main-main soal ini. Saya sebulan masuk di sini (Riau) sudah berhasil mengungkap 100 kg sabu. Kemudian 80 kg dan seterusnya. Sampai saat ini hampir 400 kg.
Saya tekankan kepada bawahan, lakukan penegakan hukum yang tegas dan terukur kepada para pelaku. Bahkan bila mengancam nyawa petugas dan nyawa masyarakat, jangan takut menghentikan pelaku tersebut. Bila harus menghilangkan nyawa mereka. Saya minta harus tegas dan terukur.
Dalam setiap kesempatan bapak selalu menyampaikan pentingnya sinergisitas dengan seluruh stakeholder. Apakah mungkin ini disatukan?
Dalam menegakan hukum, saya menekan upaya preventive strike dan preemptive strike. Sebagai contoh, dalam penanganan narkoba, saya sudah datangi Pak Gubernur. Kami bicara banyak hal tentang Riau ini. Alhamdulillah, Pak Gubernur merespons.
Dalam sebuah kesempatan, persoalan ini kami sampaikan ke pihak negara tetangga, Malaysia. Waktu itu saya berhalangan hadir karena dipanggil Pak Kapolri ke Jakarta. Yang hadir waktu itu Pak Wakapolda.
Saat itu, kita bersama pihak Malaysia membahas bagaimana narkoba ini tidak bisa lagi masuk ke Indonesia. Itu contohnya. Bagi saya, ya. Saya tekankan lagi. Kalai bicara narkoba, saya pastikan tidak ada ampun. Tidak ada ampun. Apalagi dia sampai mengancam masyarakat, meracuni dengan barang terlarang. Saya dulu yang akan menghabisi mereka.
Jurus apa yang digunakan untuk mengajak semua stakeholder bersatu?
Lead by example itu penting. Itu seni. Mengapa saya sering jalan turun ke bawah, saya yakin dan percaya semua akan berbicara. Kapolda mencontohkan hubungan sahabat akan menembus batas apapun. Batas status, umur, contoh adek-adek aktivis. Saya larang mereka panggil bapak. Saya sampaikan, saya masih muda bro. Panggilnya abang. Setidaknya mereka nanti ketika penyampaian pendapat, penyampaian pendapat itu kan diatur Undang-Undang, hak semua warga negara. Tapi ada batasan. Psikologis masa ada kerusuhan dan kericuhan pasti akan bergejolak. Setidaknya mereka memandang saya.
Kita tidak mengekang hak berdemokrasi mereka. Contoh lain, ada dualisme di antara berbagai komunitas. Semua kita rangkul. Kita sampaikan, kita saudara tidak perlu ribut. Kita dudukkan pada lorongnya. Kanalisasi saja lewat pengadilan. Oleh karena itu, itu adalah seni.
Adek-adek PJU (Pejabat Utama Polda Riau), adek-adek kapolres, senior saya yang jadi PJU sekarang mereka melakukan hal yang sama. Karena sekali lagi saya sampaikan, tidak akan efektif polisi bekerja sendiri. Kita perlu semua stakeholder.
Forkompinda termasuk teman-teman jurnalis menjadi tim kita. Ketika kita menjadi satu tim, kita mengerucut kepada pembangunan di Provinsi Riau, itu akan terwujud. Itu clue-nya.
Contoh temah-teman dari buruh. Saya menemui sahabat buruh tidak tunggu momentum. Setidaknya mereka ketika penyampaian aksi, ada Bang Iqbal di sini. Kita sampaikan saja apa yang jadi tuntuan kita. Tidak perlu anarkis.
Kemuliaan hasil tesis saya, jadi polisi bukan terletak pada kegagahan dia, jabatan dia, harta dia, tapi pada sosok. Bahkan kapolda sekalipun. Walaupun jenderal saya tetap mendekat. Saya sadar saya pelayan. Pengayom dan pelindung masyarakat. Penegak hukum yes, tapi itu adalah the last result.
Karena sinegisitas menjadi penting. Kenapa sejak the founding father negara ini menghadiahkan struktur negara kita tidak ada di negara luar, kita yang paling hebat. Bayangkan pandemi Covid-19 kita paling cepat mengelola itu. Termasuk dengan TNI.
Saya pertama bertugas saya langsung ke Dumai. Saya kunjungi adik saya Dandim Dumai, Satradar Dumai, Lanal. Ada yang bilang kok bintang dia ngunjungi Mayor? Kenapa memangnya? Itu adik saya. Saudara saya yang sama-sama mengabdi untuk negara.
Terakhir, anda dikenal sebagai family man (orang yang sayang keluarga). Bila harus memilih, bapak lebih memilih profesi atau keluarga?
Kalau saya sayang keluarga, keluarga juga sayang dengan saya. Saya lebih memilih negara, pekerjaan. Karena anak saya tahu, istri saya tahu, emak saya tahu, anaknya sudah jadi abdi negara. Mereka pasti tahu, saya harus mementingkan kepentingan negara. Doa mereka, saya selalu bisa menyelesaikan kepentingan negara. Itu yang menjadi energi dan penyemangat bagi saya. Kita sayang dengan keluarga, tetapi negara memerlukan kita. Itu menjadi yang paling penting.(das)