INTERNET BELUM MERATA

Pilkada di Tengah Pandemi

Politik | Minggu, 31 Mei 2020 - 00:30 WIB

Pilkada di Tengah Pandemi
Ketua Bawaslu Abhan (FEDRIK TARIGAN/JAWA POS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Rencana memaksimalkan penggunaan teknologi informasi dalam pelaksanaan tahapan pilkada menemui tantangan. Pasalnya, kualitas jaringan internet tidak merata di semua daerah penyelenggara.

Seperti diketahui, salah satu solusi yang ditawarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 adalah memaksimalkan penggunaan internet. Cara itu diharapkan bisa meminimalkan kontak antar penyelenggara maupun pemilih.


Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Abhan mengatakan, pihaknya sudah mengetes jaringan internet di 32 provinsi yang menjadi lokasi penyelenggaraan pilkada. Tes dilakukan jajaran pengawas tingkat kecamatan yang telah direkrut. Hasilnya, jaringan belum merata. "Meskipun sebagian sudah mendekati 100 persen," ujarnya kemarin (29/5).

Umumnya, jaringan internet yang sudah baik berada di wilayah Indonesia bagian barat. Di Jawa Timur, misalnya, jaringan internet di kabupaten/kota penyelenggara pilkada rata-rata menjangkau 98,05 luas wilayah. Kemudian Jawa Tengah 97,92 persen dan Jawa Barat 97,58 persen.

"Titik krusial ada di wilayah Indonesia Timur. Yakni, Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Rata-rata baru 75 persen perkampungan di wilayah itu yang sudah dijangkau internet," terang Abhan. Untuk sisanya, masih banyak ditemukan blank spot.

Umumnya, kata dia, internet kuat baru ada di radius 15 kilometer dari ibu kota kabupaten. Panwascam yang berlokasi di atas radius 15 kilometer dari ibu kota tidak terjangkau sinyal.

Tak hanya itu, jaringan internet di tujuh provinsi lain baru menjangkau 80–89 persen wilayah. Yakni, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Barat.

Pria asal Pekalongan itu menjelaskan, penggunaan media daring di wilayah blank spot bisa menimbulkan persoalan tersendiri. Untuk tahapan kampanye, misalnya, jika dilaksanakan daring, ada banyak orang yang tidak mendapat akses. Imbasnya, bisa kurang tersosialisasi.

Karena itu, dia meminta agar tahapan pilkada yang didesain menerapkan social distancing dengan penggunaan internet perlu dipikirkan lebih matang. "Ini juga jadi tantangan tersendiri bagi jajaran kami untuk melakukan pengawasannya," tuturnya.

Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta pemerintah daerah membantu KPU dan Bawaslu dalam mempersiapkan pilkada pada 9 Desember 2020. Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan, pilkada 2020 menjadi tantangan tersendiri karena digelar saat pandemi sehingga perlu sosialisasi lebih.

"Kami minta pemda membantu KPU dan Bawaslu daerah dalam mempersiapkan dan menyosialisasikan pilkada yang rencananya digelar pada 9 Desember 2020 dengan protokol Covid-19."

Menurut Bahtiar, pesta demokrasi dengan protokol kesehatan juga bagian dari new normal life bidang politik dalam negeri. "Karena itu, semua pihak harus saling bersinergi," katanya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook