JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Perbedaan pendapat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla soal larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) menuai beragam tanggapan.
Adapun Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta Odang (Oso) mengaku tidak pengin mengomentari hal itu. Dia menyebut, dirinya akan bertanya dan menyaring dua pendapat dari kedua tokoh itu terlebih dahulu.
"Ini nanti saya mau tanya sama Pak Jokowi dan Pak JK dulu, supaya saya bisa menjawab dengan pas. Kalau nanti saya jawab si A, si B, nanti saya seolah-olah mengadu domba mereka berdua," ujarnya di gedung parlemen, Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Oso pun secara pribadi belum bisa memberikan jawaban terhadap persoalan larangan bekas narapidana koruptor menjadi caleg itu.
"Nanti karena ada perbedaan pendapat dua tokoh nasional saya harus menyaring dari dua ini untuk bisa memberi jawaban yang pas," tuturnya.
Ketua Umum Partai Hanura itu menerangkan, jika internal Partai Hanura, sudah jelas tidak akan mengakomodasi caleg-caleg bermasalah. Jangankan narapidana, sosok yang berkarakter jelek saja tidak akan diusung menjadi caleg.
"Kalau Hanura sendiri itu yang jelas jangan narapidana, karakter jelek saja saya akan tolak jadi caleg," tegasnya.
Namun, dia mengatakan, Partai Hanura tetap mematuhi undang-undang. Sebelumnya dilaporkan, Jokowi dan JK tidak satu suara soal peraturan KPU (PKPU) terkait larangan mantan narapidana koruptor jadi caleg.
Menurut Jokowi, konstitusi menjamin seseorang mendapat hak memilih dan dipilih dalam pemilihan. Ketimbang melarang mantan koruptor ikut pileg, KPU disarankan membuat aturan yang memungkinkan caleg mantan koruptor diberi tanda khusus.
Di sisi lain, JK setuju dengan aturan KPU. JK menilai, syarat menjadi caleg intinya adalah berkelakuan baik. (boy)
Sumber: JPNN
Editor: Boy Riza Utama