PERTAMINA PASTIKAN PRODUKSI TERJAGA

DPR Pertanyakan Kesiapan Pengelolaan Blok Rokan

Politik | Kamis, 30 Januari 2020 - 09:52 WIB

DPR Pertanyakan Kesiapan Pengelolaan Blok Rokan
LADANG: Salah satu ladang minyak Blok Rokan di Duri, Riau di bawah pengelolaan PT Chevron Pacific Indonesia, beberapa waktu lalu. Pertamina mengajukan diri untuk mengelola menyusul berakhirnya kontrak Chevron pada 2021. (chevron for Riau Pos)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kontrak kerja sama pengelolaan ladang minyak Blok Rokan  antara PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) dengan pemerintah Indonesia akan berakhir pada 8 Agustus 2021 mendatang. Setelah kontrak habis, CPI akan lepas tangan dalam pengelolaan blok raksasa yang dikuasainya lebih dari 50 tahun itu, dan selanjutnya pengelolaan akan dialihkan ke Pertamina. Menanggapi hal itu, anggota Komisi VII DPR RI Abdul Wahid mempertanyakan langkah apa yang akan dilakukan oleh Pertamina dalam mengelola dan menjaga ritme produksi. Saat ini laju produksi di Blok Rokan lain turun dari tahun ke tahun. Produksi tahun 2019 hanya sekitar 190 ribu barel per hari, dan diperkirakan tahun 2020 akan kembali terjadi penurunan di 161 ribu barel per hari. Kondisi ini akan terus menurun sampai ke tahun 2021.

"Bagaimana upaya dan usaha Pertamina dalam menjaga produksi tetap berlanjut di Blok Rokan ini. Ini juga menjadi diskusi yang sangat penting," kata Abdul Wahid saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Pertamina, di Komplek Senayan, Jakarta,  Rabu (29/1). Wahid menuturkan, ada beberapa isu yang menarik dalam terminasi Blok Rokan. Pertama adalah soal isu proses kelanjutan operasi yang berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM) teknologi dan finansial dengan Chevron.


“Saya ketahui dan saya tangkap terkait terminasi Blok Rokan ini soal SDM saja, di Chevron itu, hampir 40 persen SDM masuk usia pensiun. Nah termasuk juga finansial ya. Nah ini bagaimana kesiapan Pertamina soal ini’’. Isu yang kedua kata dia, mengenai produksi yang berkelanjutan karena Chevron menyebutkan sejak 2018 sudah tidak melakukan pengeboran lagi di Blok Rokan karena dianggap sudah tidak ekonomis.

“Itu kan mereka tidak lagi melakukan pengeboran, mereka fokus melakukan workover dan service dan itu maintenance mereka lakukan sehingga mereka mampu mempertahankan produksi lebih kurang 200 ribu barel per hari,” jelasnya. Wahid mengaku khawatir jika alih fungsi pengelolaan sepenuhnya sudah dipegang oleh Pertamina akan menjadi masalah baru bila Pertamina mengelola tidak telaten maka akan berpengaruh pada produksi, terlebih pada proses pengeboran sumur baru. Sepengetahuan dia, tingkat kegagalan dalam proses pengeboran sangat tinggi.

"Karena saya tahu persis, pengoboran itu tidak semua berhasil. Rata-rata cuma 40 sampai 60 per sen yang berhasil. Ini juga menjadi perhatian kita soal yang begini. Karena saya tahu kondisi didalam Chevron itu," jelas politikus PKB itu.

VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menjelaskan pada Juli 2018 lalu, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk mempercayakan pengelolaan Blok Rokan kepada Pertamina.  

Ia menjelaskan, pengelolaan Blok Rokan oleh Pertamina pasca Agustus 2021 telah dituangkan dalam kontrak bagi hasil yang ditandatangani oleh anak perusahaan Pertamina yaitu PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dengan SKK Migas pada Mei 2019. "Kami memenangkan tender Blok Rokan, sehingga Pertamina telah sah mendapatkan Participating Interest (PI) atau hak pengelolaan sekaligus menjadi operator Blok tersebut selama 20 tahun ke depan yakni sejak Agustus 2021 sampai 2041. Untuk memastikan produksi terus berjalan baik selama masa transisi, Pertamina pun telah menyiapkan investasi untuk melakukan pemboran pada 2020," ujar Fajriyah.(fiz)

Laporan Yusnir, Jakarta









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook