PANDANGAN PSI

Kemenangan Rakyat di Balik Pembatalan Hak Panggil Paksa oleh DPR

Politik | Jumat, 29 Juni 2018 - 17:10 WIB

Kemenangan Rakyat di Balik Pembatalan Hak Panggil Paksa oleh DPR
Para petinggi Partai Solidaritas Indonesia (PSI). (JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengapresiasi pencabutan kewenangan DPR oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Sekjen PSI Raja Juli Antoni, keputusan MK itu bentuk kemenangan rakyat.

Kewenangan DPR yang dicabut MK tersebut, yakni beberapa pasal yang tertuang di UU No 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Kewenangan itu meliputi pasal 73 ayat 3 hingga 6 (kewenangan memanggil paksa pihak yang mangkir dari panggilan dewan).

Baca Juga :Ketua DPRD Siak Berikan Bantuan untuk Warga Terdampak Banjir

Adapun kewenangan lainnya adalah di pasal 245 ayat 1 (syarat pemanggilan penegak hukum terhadap anggota dewan dengan pertimbangan mahkamah kehormatan dewan/MKD), serta pasal 122 huruf i (kewenangan tambahan MKD untuk melaporkan ke polisi pihak yang mencemarkan nama baik DPR).

"Kami menyambut baik putusan majelis hakim yang mengabulkan uji materi oleh PSI. Juga berharap anggota DPR, khususnya yang terpilih nanti di Pileg 2019 untuk menghormati dan menaatinya. Ini adalah simbol kemenangan rakyat dalam menjaga kualitas demokrasi dan melawan segala bentuk abuse of power dari lembaga legislatif,” katanya, sebagaimana diberitakan JawaPos.com, Jumat (29/6/2018).

Ditambahkan Jubir PSI Surya Tjandra, dengan keluarnya putusan MK itu maka pupuslah harapan sebagian anggota dewan untuk mendapat keistimewaan saat terlibat tindak pidana yang tidak terkait dengan fungsi, wewenang, dan tugas anggota DPR

"Mereka yang melakukan tindak pidana tetap dapat terkena pergantian antar waktu (PAW) yang sebelumnya ingin dihapuskan,” jelasnya.

Dia mengklaim PSI merupakan satu-satunya parpol yang mengajukan permohonan uji materi terhadap pasal-pasal kontroversial di UU MD3. Keputusan untuk menggugat UU MD3 sebelumnya dilakukan berdasarkan polling yang digelar PSI dan disetujui 91 persen responden.

Selanjutnya, PSI menggandeng 122 advokat yang diambil dari Pasal 122 UU MD3 sebagai sombol kekeliruan UU itu. Sejumlah pasal kontroversial itu, yakni Pasal 73, mengenai permintaan DPR kepada Polri untuk memanggil paksa, bahkan dapat dengan penyanderaan, setiap orang yang menolak memenuhi panggilan para anggota dewan, serta Polri wajib memenuhi permintaan tersebut.

Kemudian, pasal 122 huruf k mengenai wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum kepada siapapun yang merendahkan kehormatan DPR dan anggotanya.

Lalu, Pasal 245 yang menyatakan pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan presiden dan pertimbangan MKD. (gwn)

Sumber: JPG

Editor: Boy Riza Utama









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook