JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Peluang Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) melanjutkan duet di Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 akhirnya ditutup oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasalnya, MK menolak permohonan uji materi atas UU Pemilu dari pihak-pihak yang menginginkan JK bisa menjadi calon wakil presiden lagi. Putusan MK itu merupakan jawaban atas permohonan uji materi atas UU Pemilu.
Permohonan itu diajukan Muhamad Hafidz (pegawai swasta), Agus Humaedi Abdillah (ketua umum DPP Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa) dan Abda Khair Mufti dari Perkumpulan Rakyat Proletar.
Adapun ketiganya mempersoalkan Pasal 169 huruf (n) dan Pasal 227 huruf (i) UU Pemilu. Merujuk Pasal 169 huruf (n) UU Pemilu maka persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Sementara, Pasal 227 huruf (i) UU Pemilu menegaskan, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden melengkapi persyaratan pencalonan berupa surat pernyataan
belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Dalam permohonannya, para pemohon mengaku bakal dirugikan jika Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu tetap berlaku dan JK tak bisa menjadi calon wakil presiden lagi mendampingi Jokowi.
Mereka mengaku tak mau hak-hak konstitusional mereka dirugikan karena program kerja Jokowi-JK melalui Nawacita tentang lapangan kerja yang layak dan berkeadilan tak berlanjut.
Pemohon memandang, kedua ketentuan itu bertentangan dengan Pasal 6A ayat (1), Pasal 7 dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Akan tetapi, MK berpendapat lain.
“Para pemohon sama sekali tidak menjadi kehilangan hak konstitusionalnya untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan,” kata Ketua Hakim MK Anwar Usman.
Di bagian konklusi, MK menganggap para pemohon tidak punya kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.
“Mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” tuturnya.
Di sisi lain, tak ada dissenting opinion atau pendapat berbeda di antara hakim konstitusi dalam putusan itu. Sembilan hakim MK kompak berpendapat bahwa permohonan pemohon tidak bisa diterima.(ara)
Sumber: JPNN
Editor: Boy Riza Utama