JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemuka agama diperbolehkan menyisipkan materi politik dalam menyampaikan ceramahnya kepada masyarakat. Hal itu dikatakan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais.
Tak ayal, pernyataan Amien itu menuai polemik. Akan tetapi, pendapat mantan Ketua MPR itu rupanya diamini oleh Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa’adi.
Menurutnya, pada dasarnya tidak ada larangan dalam ajaran agama untuk menjadikan rumah ibadah, misalnya masjid sebagai tempat pendidikan politik bagi masyarakat. Namun, ceramah bermuatan politis itu harus disampaikan sesuai dengan nilai dan etika, misalnya anjuran untuk toleransi dan saling menghormati perbedaan.
"Atau dengan kata lain, pendidikan politik yang disampaikan adalah politik kemuliaan, bukan politik praktis atau politik kekuasaan," katanya dalam keterangan tertulis kepada JawaPos.com, Jumat (27/4/2018).
Dijelaskannya, yang dilarang adalah menjadikan rumah ibadah sebagai sarana politik praktis, misalnya kampanye, mengajak atau memengaruhi orang lain untuk memilih atau tidak memilih calon pemimpin.
"Kemudian, menjelekkan, menyampaikan ujaran kebencian, dan memfitnah serta melakukan provokasi untuk melawan pemerintahan yang sah," tuturnya.
Alasan rumah ibadah harus dijauhkan dari kegiatan politik praktis, menurutnya, karena hal itu kerap diwarnai intrik, fitnah, dan adu domba. Padahal, pada hakikatnya rumah ibadah merupakan tempat bertemunya masyarakat dengan berbagai latar belakang sosial, budaya, politik, dan paham keagamaan.
"Sehingga dipastikan akan terjadi gesekan, konflik, dan perpecahan jika masjid tersebut dipakai untuk kampanye," tutupnya. (ce1/gwn)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama