JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla kembali diingatkan tentang tingkat bahaya utang luar negeri pemerintah, BUMN maupun lembaga keuangan yang menembus angka Rp9.000 triliun.
Ketua Umum Partai Gerindra itu menggarisbawahi bhawa yang disampaikannya itu bukan pernyataan pribadi, melainkan data dari lembaga pemeringkat internasional, Moody’s.
"Utang-utang kami sudah sangat membahayakan. Selain utang pemerintah, ada utang lembaga-lembaga keuangan milik pemerintah dan utang-utang BUMN. Kalau dijumlahkan sungguh sangat besar," katanya.
Dirincikannya, utang pemerintah memang sekitar Rp4.000 triliun, tetapi ada namanya utang BUMN sekitar Rp600 triliun. Ditambah lagi utang lembaga keuangan publik berkisar Rp3.850 triliun, yang jika dijumlahkan keseluruhan melebihi Rp9.000 triliun.
"Makanya Moody’s mengatakan berbahaya," tuturnya.
Mantan capres yang pernah
head to head dengan Jokowi pada Pilpres 2014 itu pun menyampaikan kenaikan utang BUMN dalm tiga tahun, 2014-2017, antara lain, Waskita Karya utangnya naik 669 persen, Wijaya Karya naik 181 persen, Adhi Karya naik 155 persen.
Selanjutnya, Pertamina, PLN, Pupuk Indonesia yang pada tahun ini harus membayar utang puluhan triliun.
"Waskita Karya naik 669 persen dalam tiga tahun. Bagaimana bisa kami pertanggungjawabkan utang ini, dari mana akan kami bayar kembali utang ini?" tanya dia.
Lantas, dia menyindir pernyataan salah seorang menteri Kabinet Kerja yang menyatakan utang pemerintah dalam kondisi aman-aman saja karena negara ini punya aset.
Padahal, imbuh tokoh 66 tahun itu, yang namanya konsep pinjaman itu ada jaminan sehingga saat utang tidak terbayar maka aset sebagai jaminan akan disita.
"Apakah pejabat tersebut bermaksud bahwa nanti kita tidak bisa bayar utang, ambil aset kita? BUMN adalah pertahanan ekonomi kita yang terkahir. Bayangkan pabrik semen kita, pabrik pupuk, pelabuhan, bandara, pabrik benih, pabrik obat, itu mau diambil kita punya apa?" tuntasnya. (fat)
Sumber: JPNN
Editor: Boy Riza Utama