"Pak Jokowi bingung calonnya. Kalau diambil satu, (yang lain) bisa berantem. Bisa-bisa dia nggak dapat pendukung, terutama antara Golkar, PDIP dan PKB," ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (20/7/2018).
"Anda bayangkan aja Jokowi itu kan afiliasinya PDIP. Sementara PDIP ada masalah karena pak Jokowi itu tidak sepenuhnya mau menjadi petugas partai. Akhirnya diklaim oleh Partai Nasdem, Golkar. Dan itu membuat dia (Jokowi) merasa terbebani," paparnya.
Dia menilai, munculnya nama JK dalam kontestasi Pilpres 2019 kian menegaskan kacaunya regenerasi politik. Politik Indonesia saat ini, dalam pandangannya, hanya mengedepankan pragmatisme dalam memberikan dukungan pencalonan.
"Kami tidak ketemu ideologi. Kami tidak ketemu pemikiran. Mentok semua ini. Urusannya itu transaksi di belakang layar aja nih. Berapa menteri yang sudah disepakati, berapa uang muka yang dikasih," bebernya.
Karena itu, dia pun berharap JK tidak maju kembali di Pilpres 2019. Pasalnya, dia memandang peran JK pun kini sudah tidak begitu krusial di pemerintahan.
"Pak JK sekarang sudah tidak seperti zaman SBY kan. Pak JK sekarang lebih banyak diam, dan lebih banyak dipakai sebagai embel-embel aja sama Pak Jokowi, untuk mengamankan kelompok Islam," tutupnya. (aim)
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama