UU TPKS Bisa Jadi Acuan Aparat Hukum

Politik | Selasa, 19 April 2022 - 11:55 WIB

UU TPKS Bisa Jadi Acuan Aparat Hukum
Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual melakukan aksi menuntut pengesahan RUU TPKS di depan kompleks parlemen, beberapa waktu lalu. Dalam aksinya mereka mendesak DPR RI mengesahkan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR di awal 2022. (DERY RIDWANSAH/JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pakar Hukum Pidana, Prof Agus Surono, mengapresiasi atas pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR, 12 April 2022. Rapat pengesahan itu dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.

Ia menilai publik, terutama para aktivis perempuan, sudah lama menanti pengesahan undang-undang ini yang menjadi acuan bagi para penegak hukum untuk memberikan hukuman kepada pelaku yang melakukan tindakan kekerasan seksual.


Namun, ia juga tak menampik bahwa peran sejumlah pimpinan DPR juga sangat krusial dalam mendorong percepatan pengesahan UU tersebut yang sudah dinantikan pengiat perempuan selama hampir satu dekade.

Meski UU TPKS ini dijadikan sebagai acuan, namun Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Pancasila ini mengatakan ada beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian dalam UU ini. UU TPKS ini harus disinkronkan dengan UU yang lainnya, seperti KUHP, UU Pornografi, UU KDRT, dan UU Perlindungan Anak.

"Dalam praktIknya nanti, penegak hukum juga perlu memperhatikan undang-undang lain yang sudah ada sebelumya," tegas Prof Agus dalam keterangannya, Ahad (17/4/22) Terkait dengan efektivitas sanksi yang ada dalam UU TPKS ini, dia menjelaskan bahwa dalam konsep hukum pidana, terutama pemidanaan, sudah ada ketentuan pidana dalam Pasal 10 KUHP, yang terbagi dalam pidana pokok dan pidana tambahan.

Namun menurut Agus, yang baru dalam UU TPKS ini adalah memberikan penegasan kembali, terutama terkait dengan pidana tambahan, yaitu dalam bentuk tambahan sanksi yang lebih keras dibandingkan dengan sanksi pidana pada umumnya.

Sementara itu, menanggapi kekhawatiran publik soal ada tumpang tindih antara UU TPKS dengan UU Pornografi, UU KDRT, dan UU Perlindungan Anak, pakar hukum pidana ini menjelaskan segala gamblang bahwa hal yang perlu dipahami publik adalah norma perbuatan yang dilanggar oleh pelaku dalam beberapa undang tersebut berbeda satu sama lain, sehingga tidak mungkin akan terjadi tumpang tindih.

Namun ia menambahkan, dalam praktiknya nanti, ketika ketika ada satu peristiwa pidana yang berkaitan dengan kekerasan seksual, aparat penegak hukum bisa saja mengacu kepada ketentuan peraturan perundangan yang ada dalam beberapa UU itu, termasuk KUHP. Penegak hukum biasanya menggunakan terminologi dan/atau.

"Dalam konsep hukum pidana itu, ada yang namanya gabungan tindak pidana, artinya seorang pelaku, bisa saja dalam peristiwa pidana yang dilakukan oleh pelaku, bisa saja ia melanggar beberapa ketentuan tindak pidana, baik yang ada dalam KUHP, maupun yang berada di luar KUHP, termasuk juga secara spesifik dalam UU TPKS yang baru disahkan itu," tambah Prof Agus.

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani dalam momentum pengesahan UU TPKS, Puan mengapresiasi peran berbagai elemen masyarakat sipil yang ikut menyumbang pemikiran selama proses pembahasan UU TPKS.

"UU TPKS bisa terwujud atas upaya bersama seluruh elemen Bangsa, termasuk masyarakat sipil yang terus menggaungkan, menyumbang ide dan pemikiran," tutur Puan.(fiz)

Laporan JPG, Jakarta









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook