Prediksi Kabinet setelah Pertemuan Jokowi dengan SBY dan Prabowo

Politik | Minggu, 13 Oktober 2019 - 18:45 WIB

Prediksi Kabinet setelah Pertemuan Jokowi dengan SBY dan Prabowo
Pertemuan Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jumat (11/10). (Raka Denny/Jawa Pos)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan sejumlah petinggi parpol yang menjadi rival dalam pilpres lalu menguatkan spekulasi soal komposisi menteri kabinet yang baru. Partai Gerindra dan Demokrat disebut-sebut punya kans besar untuk bergabung dalam gerbong pemerintah.

Jokowi bertemu empat mata dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Kamis (10/10) di Istana Merdeka. Di tempat yang sama, sehari berselang atau Jumat (11/10), pertemuan presiden berlanjut dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Spekulasi pun bermunculan bahwa rangkaian pertemuan bertujuan sebagai penjajakan Jokowi untuk mengisi komposisi kabinet di periode kedua pemerintahannya.


Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria menyampaikan, pihaknya siap membantu pemerintah jika dibutuhkan. Artinya, kata dia, Gerindra siap berada di dalam kabinet untuk memberikan kontribusi yang konstruktif bagi bangsa dan negara. ”Sejak awal kan itu sudah ditegaskan Pak Prabowo,” ujarnya dalam diskusi di D’Consulate Resto and Lounge, Jakarta Pusat, kemarin (12/10).

Hanya, kepastian soal sikap Gerindra baru diputuskan dalam rakornas yang digelar Rabu (16/10). Di rakornas tersebut Prabowo yang juga menjadi ketua dewan pembina akan mendengar pandangan dan masukan para pengurus DPP, DPD tingkat provinsi, hingga DPC tingkat kabupaten/kota.

Pernyataan Waketum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menguatkan sinyalemen tersebut. Dia mengatakan bahwa pembahasan soal masuknya Gerindra dalam barisan pemerintah sudah serius dilakukan tokoh itu. Prabowo, ungkap Dasco, pun menyampaikan konsep dan visi misi Indonesia menang. Konsep itulah yang ditawarkan pasangan Prabowo-Sandiaga Uno dalam Pilpres 2019 lalu. Hanya, Dasco mengatakan bahwa pihaknya belum sampai pada pembahasan pos kementerian yang diinginkan.

Di lokasi yang sama, Wakil Ketua Umum Demokrat Syarief Hasan menjelaskan, komunikasi SBY dengan Jokowi kian intensif. Dia tidak menampik bahwa proses komunikasi itu dilakukan untuk menjajaki kemungkinan bergabungnya Demokrat dalam barisan koalisi pemerintahan Jokowi.

Syarief mengatakan, pihaknya telah menyiapkan figur yang tepat untuk mengisi pos tersebut. Wakil ketua MPR itu pun terang-terangan menyebut Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai sosok yang tepat masuk dalam komposisi menteri.

”Kalau Demokrat, pasti yang pertama Mas AHY,” tegasnya.

KIK Menolak

Makin mesranya Jokowi dengan parpol rival dalam pilpres lalu membuat Koalisi Indonesia Kerja (KIK) meradang. Sekjen Partai Nasdem Johnny G. Plate mengklaim bahwa serangkaian pertemuan di Istana Merdeka bukanlah keinginan Presiden Jokowi. Dia menuding justru Gerindra dan Demokrat-lah yang berkepentingan untuk melakukan pertemuan. ”Yang kejar-kejar itu siapa? Memangnya Pak Jokowi yang ngejar? Tidak lah,” tegasnya.

Johnny menandaskan bahwa sejauh ini soliditas partai-partai yang tergabung dalam KIK sudah teruji. Sudah solid. Menurut dia, tidak ada urgensinya bagi presiden untuk menambah partai koalisi. ”Kadang saya lucu juga melihat manuver partai-partai di sebelah ini. Ngapain sibuk ketemu Jokowi?” cetusnya.

Wakil Sekjen PPP Achmad Baidowi menambahkan, komposisi kabinet diserahkan sepenuhnya ke Presiden Jokowi sebagai pemegang mandat. Namun, terkait isu bergabungnya Gerindra dan Demokrat, dia meminta dua partai itu menjunjung tinggi etika politik. Sebab, saat Pilpres 2019, keduanya berada di kubu berseberangan dengan KIK. ”Kan ada etika politik. Sebaiknya itu yang menjadi pakem,” katanya.

Gerindra Lebih Berpeluang

Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan, dirangkulnya kubu yang berbeda haluan dalam pilpres ke lingkaran kabinet oleh Jokowi bukan hal baru. Sebab, seusai pilpres lima tahun yang lalu, cara serupa diambil Jokowi.

”Di periode pertamanya Pak Jokowi memang menambah partai dari luar koalisi. Ada Golkar dan PAN,” ujarnya dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, kemarin.

Soal partai yang akan digaet masuk, Qodari menganggap peluang Gerindra dan Demokrat terbuka. Namun, dia menilai kans Gerindra lebih besar. ”Saya kira di 2019 ini partai dari luar itu namanya Gerindra,” imbuhnya.

Keyakinan tersebut didasari beberapa indikator. Pertama, dari segi ideologi, PDIP sebagai penyokong utama Jokowi memiliki garis yang sama dengan Gerindra, yakni sama-sama nasionalis. Indikator lainnya yang lebih menentukan adalah harmonisnya hubungan Jokowi dengan Prabowo.

”Kemarin kelihatan kan sama Prabowo. Dia (Prabowo) mengatakan, ’Kita mesra kan?’. Sementara Pak SBY kita tidak lihat (mengatakan) ’kita mesra kan’,” ulasnya.

Tak hanya di situ, hubungan Prabowo dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga harmonis.

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook