BANDAR LAMPUNG (RIAUPOS.CO) - Calon presiden (capres) Ganjar Pranowo mengunjungi Keuskupan Tanjungkarang, Bandar Lampung, pada Kamis (26/10). Kedatangan politikus berambut putih itu disambut langsung oleh Monsinyur (Mgr) Vincensius Setiawan Triatmojo dan Romo Anjarsi.
Ganjar yang pagi itu mengenakan kemeja hitam langsung dipersilakan masuk ke ruangan untuk berbincang. Ternyata, di atas meja sudah disajikan bubur ayam. Sembari menikmati bubur ayam, Mgr Vincent, Romo Anjarsi dan Ganjar berbincang tentang bagaimana cara merawat kebhinekaan.
Usai pertemuan, Ganjar mengatakan bahwa keuskupan memiliki peran sangat penting di tengah masyarakat sehingga kehadirannya kali ini untuk berdiskusi dan belajar, terutama membangun semangat kebersamaan. “Kami kemarin ke pondok pesantren, hari ini ke keuskupan. Dulu waktu ke Malang, saya juga mampir ke banyak tempat. Saya senang mendapatkan banyak cerita peran keuskupan di masyarakat, bagaimana kita membangun semangat kebersamaan hidup di negeri Pancasila, Bhineka Tunggal Ika yang indah,” ungkapnya.
Mantan anggota DPR RI itu menambahkan, Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku, ras, dan agama yang berbeda-beda. Untuk itu, nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika harus selalu dirawat dan dijaga. ”Dan beberapa kegiatan beliau, para pastur dan suster yang selalu memberikan manfaat kepada rakyat,” paparnya.
Dalam kesempatan itu, Ganjar menyampaikan terima kasih atas sambutan yang hangat dan suguhan bubur ayam. ”Tentu saja yang paling penting dari semuanya tadi itu, ini yang paling urgent ini, buburnya enak banget,” tandasnya.
Sebelumnya, Ganjar mengungkapkan bahwa toleransi beragama bukan hal yang baru bagi warga nusantara. Sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan bahkan sudah dicontohkan sejak zaman nabi dan wali.
“Keberagaman itu sudah menjadi sunnatullah. Kebhinekaan di tanah air kita sudah termaktub di lauhul makhfudz. Maka para ulama telah mewanti-wanti, dahulukanlah adabmu sebelum kau junjung ilmumu,” katanya.
Ganjar menambahkan, banyak kisah yang mengajarkan sikap toleransi. Bahkan saking luar biasanya sisi kemanusiaan Rasulullah, beliau sepekan tiga kali menyuapi seorang nenek Yahudi, dengan suapan yang sangat lembut. “Padahal nenek Yahudi tersebut tidak henti-hentinya menjelek-jelekkan Rasulullah,” imbuhnya.
Sikap toleransi juga ditunjukkan para wali di Nusantara, seperti Sunan Kudus, yang demi menghormati pemeluk agama Hindu, dia melarang muridnya untuk menyembelih sapi. ”Laku untuk menghargai dan menghormati siapapun, termasuk yang berbeda keyakinan, telah dicontohkan sejak dulu oleh pendahulu-pendahulu kita,” tegasnya.
Untuk itu, saat ini tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak menerapkan kemuliaan akhlak tersebut. ”Kami berharap akulturasi agama dan budaya dijadikan spirit untuk memperkukuh kebangsaan. Mudah-mudahan kita sellau ingat tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” tandasnya.(egp)