OLEH: HUSNI THAMRIN

Puasa, Ecoreligio Culture dan Krisis Global

Petuah Ramadan | Selasa, 29 Mei 2018 - 11:26 WIB

Puasa, Ecoreligio Culture dan Krisis Global

Untuk menghadapi krisis lingkungan global dapat diatasi dengan mengubah pola pikir  (the way of life) manusia yang sekarang (antropocentrik) kepada cara pandangan manusia harus mampu mempuasakan diri dari mengekploitasi alam (eco-religio-culture) Tindakan praktis dan teknis penyelamatan lingkungan dengan bantuan sains dan teknologi ternyata bukan merupakan solusi yang tepat. Yang diperlukan adalah perubahan perilaku dan gaya hidup yang bukan hanya orang perorang, akan tetapi harus menjadi semacam budaya masyarakat luas.

Puasa  sebenarnya mempunyai pandangan (konsep) yang sangat jelas tentang konservasi dan penyelamatan lingkungan. Islam merupakan agama yang sangat mementingkan memandang lingkungan sebagai bagian tak terpisahkan dari keimanan seseorang terhadap Allah. Dengan kata lain, perilaku manusia terhadap alam lingkungannya merupakan manifestasi dari keimanan seseorang. Artinya memilihara lingkungan manusia diberi pahala  dan merusak lingkungan mendapat dosa dan diberi sanksi surga atau neraka.

Baca Juga :Raih Selempang di Negeri Rantau

Dalam perspektif Islam manusia dipahami dan dihayati   sebagai sebuah cara hidup, dengan tujuan untuk menata seluruh relasi yang harmonis dengan sesama manusia–alam-Allah dan mempunyai konsekuensi eskatalogis. Dalam penghayatan agama seperti itu, hubungan manusia–alam-Allah  selalu ingin mencari dan membangun harmoni di antara manusia, alam, Allah, yang sakral, atau ecorelegius dengan didasarkan pada pemahaman dan keyakinan bahwa yang spiritual menyatu dengan yang material. Harmoni dan keseimbangan sekaligus juga dipahami sebagai prinsip atau nilai paling penting dalam tatanan eco-religio-culture  Ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Alquran:

“Allah yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang. Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang.”  QS. al-Mulk (67): 3

Pentingnya konsep ecoreligioculture yang  banyak terkandung dalam makna puasa yang sangat jelas ini tampaknya masih belum banyak dipahami. Apalagi dijadikan pedoman dalam bersikap dan berperilaku terhadap penyelamatan krisis lingkungan global  oleh sebagian besar umat Islam yang jumlahnya tak kurang dari sepertiga penduduk dunia.

Dalam ibadah puasa yang telah adalah sejak zaman Nabi Adam syarat dengan nilai-nilai  ecoreligio culture yang juga bersifat multidimensi substansial dan komprehensf dapat  digunakan sebagai landasan pola pikir dalam upaya untuk menjaga keharmonisan, dan kenyamanan umat manusia serta penyelamatan krisis lingkungan global. Selamat menjalan ibadah puasa.***

Oleh: Husni Thamrin, Dosen Pascasarjana UIN Suska

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook