PEMILU 2019

Jateng dan Jabar Akan Sangat Menentukan

Perca | Senin, 15 April 2019 - 01:24 WIB

Jateng dan Jabar Akan Sangat Menentukan

Siapapun yang menang, pembangunan harus terus berjalan dan kesejahteraan rakyat harus diutamakan.

Catatan Hary B Koriun

DUA provinsi akan sangat menentukan siapa yang bakal menjadi pemenang dalam Pilpres 2019 ini. Dua provinsi ini adalah basis masing-masing capres. Jateng milik Jokowi, Jabar milik Prabowo. Di Pilpres 2014, Jokowi menang 66,60% di Jateng. Di Jabar, Prabowo menang 58,79%. Jokowi menang hampir 6 jutaan suara di Jateng (dari 19 jutaan suara sah). Prabowo menang sekitar 4 jutaan di Jabar (dari 23 suara sah).
Baca Juga :MAKI Bakal Gugat ke PTUN, jika Firli Bahuri Tak Diberhentikan Tidak dengan Hormat dari KPK

Secara keseluruhan, di seluruh Indonesia (per provinsi), Prabowo menang di Aceh, Sumbar, Riau, Sumsel, Banten, Jabar, NTB, Gorontalo, Kalsel, dan Maluku Utara. Jokowi menang di Sumut, Jambi, Bengkulu, Kepri, Babel, Lampung, Jateng, Jatim, Bali, Sulsel, Sulut, Sulbar, Sulteng, DKI, Yogyakarta,  Sultra, NTT, Papua Barat, Papua, Kalbar, Kaltim, Kalteng, Maluku, dan Luar Negeri.

Secara provinsi, di 2014, Jokowi memang menguasai. Dia menang di 23 provinsi plus Luar Negeri, sedang Prabowo hanya menang di 10 provinsi. Di Sumatra, secara overal berimbang. Di Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia bagian timur, Jokowi menang cukup lumayan. Dan di Jawa, inilah pertarungan sebenarnya. 

Di Jabar, Jokowi mendapat 9.530.315 (40,22 persen) sedang Prabowo unggul jauh 14.167.381 (59,78 persen). Ada selisih suara sekitar 4 juta lebih. Di Jateng, Jokowi mendapat  12.959.540 (66,65 persen), sedang Prabowo 6.485.720 (33,35 persen). Ada selisih suara sekitar 6 juta lebih. Jika jumlah selisih kedua provinsi ini digabung, Jokowi masih unggul 2 juta suara.

Di 2019 ini, jumlah DPT kedua provinsi ini pasti bertambah, dan keduanya akan sangat menentukan. Selama kampanye, karena selisih kemenangan yang sangat signifikan di Jateng, tim Jokowi berusaha fokus untuk mempertahankan lumbung suara ini. Pihak Prabowo karena tahu Jateng akan menjadi penentu, terus menggempur Jateng dengan berbagai cara dalam kampanyenya.

Begitu juga di Jabar. Tahu ini ladang suaranya, Prabowo berusaha mempertahankan setiap jengkal garis pertahanannya dari serangan tim Jokowi yang ingin menambah persentase suara di Tanah Pasundan ini.

Kontestasi ini akan semakin menarik jika dilihat pergerakan  di daerah lain. Prabowo menjadikan Erwin Aksa sebagai "duta" di Sulsel karena tahu Jokowi bakal kesulitan di sini. Di 2014, Jokowi menang dengan selisih hampir 2 juta suara di sini. Maklumlah, sang wakil, Jusuf Kalla, sudah bekerja keras karena tanah kelahirannya. Nah, sekarang, dengan adanya Erwin, apakah Prabowo bisa merebut suara signifikan di sini ketika Jokowi tak punya benteng di Sulsel?

Untuk lumbung suara Prabowo seperti di Aceh, Sumbar, Banten, dan beberapa daerah lainnya, kemungkinan besar petanya tak akan berubah. Prabowo juga hampir pasti menang di NTB (faktor Fahri Hamzah di sana?), Gorontalo, dan Maluku Utara. Namun di Kalsel dan Riau?

Riau adalah daerah paling ketat dari semua provinsi. Dengan suara sah 2.692.155, Prabowo meraih 1.349.338 (50,12 persen) dan  Jokowi 1.342.817 (49,88 persen). Selisihnya sangat tipis, tak sampai 1 persen. Meski untuk suara nasional Riau hanya menyumbang 3-4 persen, tetapi melihat persaingan ini, tentu sangat menarik. 

Jokowi dan Prabowo sama-sama sadar bahwa kekuatan yang nyaris seimbang lima tahun lalu, membuat keduanya sengaja menggarap Riau dengan lebih baik. Sebelum kampanye, Jokowi berkali-kali datang ke Riau di berbagai acara. Baik saat menggerakkan pemadaman kebakaran hutan dan lahan, meninjau progresitas Tol Pekanbaru-Dumai, dan yang lainnya. Termasuk mau turun di Dumai, tempat yang lumayan jauh dari ibukota provinsi.

Kubu Prabowo juga tak mau kalah. Sandiaga Uno dikirim ke Dumai sebelum Jokowi ke sana, sedangkan dirinya datang ke Pekanbaru untuk menyapa pemilihnya di Gelanggang Remaja. Dari sinilah kita tahu, betapa pentingnya Riau bagi keduanya karena presentase silih yang kurang 1 persen tersebut.

Saya tak berani memprediksi terlalu jauh. Saya hanya menggunakan data 2014 sebagai bahan telaah dan refleksi. Dengan bertambahnya jumlah pemilih dan DPT, pasti ada pergeseran presentase. Keberadaan Ustaz Abdul Somad (UAS) di Riau dan menyatakan dukungan kepada Prabowo-Sandi, hampir pasti akan menjadi faktor menambah suara. Tidak hanya di Riau, juga secara nasional.

Sekadar mengingatkan, di 2014, Jokowi "hanya" menang dengan selisih 8.421.389 suara. Jokowi-JK meraih 70.997.851 (53,15 persen), sedang Prabowo-Hatta 62.576.444 (46,85 persen) dengan total suara sah 133.574.277. 

Dengan kemenangan 7 persen ini, tentu Jokowi berada dalam ancaman. Sebaliknya di kubu Prabowo, dengan kondisi sekarang, tetap bukan hal yang mudah mengalahkan petahana, tetapi ada banyak ceruk yang bisa diisi dan dimanfaatkan.

Pada posisi seperti ini, dengan mengabaikan banyaknya lembaga survei yang memenangkan Jokowi, pertarungan nampaknya tak akan selesai dalam hitungan cepat. Hitungan akhir KPU yang akan memberi kepastian siapa yang akan memimpin negeri ini 5 tahun ke depan.

Siapapun mereka, pembangunan harus terus berjalan dan kesejahteraan rakyat harus diutamakan. Selamat memilih...***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook