HARY B KORIUN

State of Play

Perca | Minggu, 08 Januari 2023 - 11:19 WIB

State of Play
Hary B Koriun (ISTIMEWA)

“The only things certain and unchanging facing the newspaper industry in the future are  uncertainty and change.” --Debra Gersh Hernandez.

FILM State of Play dirilis tahun 2009 di Amerika Serikat (AS). Disutradarai oleh Kevin McDonal dan skenario ditulis keroyokan oleh Matthew Michael Carnahan, Tony Gilroy, dan Billy Ray. Merupakan versi layar lebar dari serial televisi Inggris dengan judul sama yang ditayangkan pada 2003 dengan sutradara Paul Abott.


Dengan bintang-bintang besar seperti Russel Crowe, Ben Affleck, atau Rachel Mcadams, film ini mengisahkan investigasi dua wartawan Washington Globe, si senior Cal McAffrey (Russell Crowe) dan reporter magang Della Frye (Rachel McAdams), tentang kematian asisten anggota konggres Stephen Collins (Ben Affleck), Sonia Baker (Maria Thayer), di sebuah stasiun kereta api yang awalnya diduga bunuh diri.

Investigasi yang dilakukan Cal dan Della pelan-pelan mengungkap kejadian sesungguhnya yang mengarah pada konspirasi besar yang melibatkan Collin dan pertentangannya dengan perusahaan kontraktor pertahanan dan keamanan yang dianggap sebagai “Kementerian Pertahanan swasta” di AS, PointCorp. Mereka yang memenangkan tender peralatan persenjataan hingga penyediaan tentara cadangan.

Sebagai wartawan senior pos hankam, Cal kenal banyak pejabat di kepolisian atau tentara dan dengan mudah mengakses informasi dari sana. Awalnya dia meremehkan kinerja Della yang direkrut untuk membantu Washington Globe yang baru membuka media daringnya. Dalam sebuah dialog saat mereka dapat informasi terbaru dalam kasus tersebut, Cal berujar: “Kamu tulis tentang gosip tentang perselingkuhan Collin dan Sonia di online. Untuk kasus hubungan Collin dan PointCorp biar saya buat untuk konsumsi cetak.” 

Di internal Washington Globe sendiri, sebagai wartawan senior yang diandalkan, Cal memang mendapat tekanan dari pemimpin redaksinya, Cameron Lynne (Helen Mirren). Mereka kerap diskusi atau malah bertengkar soal tekanan koran cetak itu yang oplahnya terus tergerus karena pembaca telah banyak beralih ke media daring yang dengan banyaknya gosip dan berita yang “belum pasti” alias spekulasi, justru malah membuat pembaca tertarik. 

Baca Juga : Napoleon

Cameron juga menuduh Cal bias dalam pemberitaan soal keterlibatan Collin karena kedekatan keduanya. Collin dan Cal satu kampus dan satu kamar saat kuliah. Meski hubungan mereka masih baik dan dekat --Cal masih belum yakin Collin terlibat dalam kasus Sonia dan PointCorp, dan tetap membela Collin-- namun sebenarnya keduanya sedang perang dingin. Istri Collin, Anne (Robin Wright) adalah pacar Cal saat kuliah. Bahkan di belakang Collin, mereka masih sering bertemu. Anne memilih Collin yang berani menikahinya, sedang Cal tipe lelaki yamg tak suka terikat.

“Jika kau masih belum bisa memisahkan hubungan pertemanan dengan Collin dan masih tidur dengan istrinya, maka nalurimu sebagai wartawan akan hilang. Dan itu akan berdampak buruk bagi koran ini karena tak bisa menyajikan lagi berita yang benar dan dipercaya oleh publik,” ujar Helen kepada Cal.

Narasi dan dialog yang dibangun dalam film ini adalah realitas tentang dunia jurnalistik di masa kini. Diskusi tentang masa depan koran cetak di tahun 2009 saat film ini dirilis atau setahun sebelumnya saat dibuat, adalah kisah tentang satu demi satu koran cetak yang harus berhenti terbit.

Kenyataan pahit memang harus diterima beberapa koran besar AS yang akhirnya memilih berhenti terbit karena kurangnya pemasukan iklan dan serbuan media daring atau media sosial. Ini dialami oleh koran Tribun Co yang memilih fokus ke daring sejak Desember 2008. Salah satu yang fenomenal adalah berhenti terbitnya majalah Newsweek. Majalah berusia 80 tahun itu berhenti terbit pada 2012 dan beralih ke daring dengan nama Newsweek Global setahun kemudian.

Salah satu media tua yang gulung tikar adalah Rocky Mountain News. Koran yang terbit di Denver, Colorado, ini terbit pada tahun 1859, dan mengakhiri hidupnya pada Februari 2009. Alasannya sama: iklan menurun, penjualan jatuh. Kemudian ada majalah Reader’s Digest yang mengakhiri 91 tahun kejayaannya pada Februari 2013 dan memilih hidup secara daring. Dua koran besar AS, Washington Post dan New York Times juga digoyang isu akan tutup. Tetapi mereka lebih realistis: mengurangi oplah dan ikut terjun ke daring, dan membangun konvergensi cetak-daring untuk tetap berjaya.

Di Indonesia, kisah matinya koran cetak seperti sudah biasa terjadi. Di akhir 2022 lalu, tepatnya 31 Desember, salah satu koran besar dan memiliki banyak pembaca, Republika, menerbitkan edisi terakhirnya, berbarengan dengan matinya Nova dan Bobo Junior. Pas di usia 30 tahun, pergulatan dan dinamika jurnalistik media yang memilih spirits Islam modern dan progresif ini menyusul media-media yang lebih dulu berhenti terbit seperti Suara Pembaruan, Berita Yudha, Angkatan Bersenjata, Jurnal Nasional, Koran Tempo, Indopos, Sinar Pagi, Sinar Harapan, Jayakarta, Koran Sindo (daerah), Bola, GO, Top Skor, C & R, dan sekian majalah seperti HAI, Maxim, Cosmo, Rolling Stone, dll. Termasuk Disway. Koran cetak yang mengaku dirinya sebagai “harian bukan koran” yang diterbitkan Dahlan Iskan itu akhirnya juga memilih full di digital.

Dalam makalahnya, “Advice for The Future”, Debra Gersh Hernandez, mengatakan, perubahan adalah hukum dan musuh utama jurnalisme. Satu-satunya yang pasti dan tidak berubah yang dihadapi industri surat kabar masa depan adalah justru ketidakpastian dan perubahan. Tantangan inilah yang harus dihadapi media cetak di tengah arus bah berita di media daring, media sosial, dan berbagai konten digital lainnya, yang tingkat kebenarannya dianggap relatif rendah dan spekulatif. 

Beberapa pakar mengatakan, media kertas harus menjadi media yang bisa meyakinkan pembaca atas kegamangan dan keraguannya pada bacaan daring mereka: kebenaran. Selain itu, liputan mendalam –karena berita eksklusif sudah jarang terdengar— adalah pilihan yang harus dibuat. Di sini, investigasi harus dihidupkan sebagai sebuah metode dalam menggali persoalan. Jika semua media cetak membuat laporan yang sama dalam banyak peristiwa –dan hanya kulitnya saja-- maka mereka akan sama-sama berjalan menuju lubang kubur.

Dan inilah yang dikatakan Cal di bagian akhir State of Play ketika hasil investigasinya mengarah bahwa orang di balik pembunuhan Sonia adalah Collin sendiri. Dalam perdebatan sebelum polisi datang, Collin menganggap Cal sama dengan wartawan lain yang suka sensasi dan gosip ketimbang kebenaran. 

“Di tengah gosip dan spekulasi yang merasuki banyak orang, aku masih yakin mereka tahu perbedaan antara berita nyata dan omong kosong. Dan mereka senang ada orang yang masih peduli untuk merekam dan mencetak kebenaran,” kata Cal kepada Collin. Kata “mencetak” ditekankan Cal dalam kalimat itu.

Perubahan, termasuk teknologi, kata Debra dan juga Tom Rosentiel, memang musuh atau ancaman utama terhadap jurnalisme. Tetapi itu juga mesti dijadikan sebagai sebuah kesempatan. Kesempatan untuk mengubah pola pikir.***


 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook