PANGKALANKERINCI (RIAUPOS.CO) -- Eksekusi penertiban dan pemulihan kawasan hutan di Desa Gondai Kecamatan Langgam memasuki hari ke-11. Masyarakat yang tergabung dalam Koperasi Gondai Bersatu dan Sri Gumala Sakti di bawah binaan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) masih tetap bertahan di lokasi, Selasa (28/1). Bahkan di lapangan, massa kembali memasang sejumlah spanduk berisi tuntutan agar pelaksanaan eksekusi yang dilakukan tim Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau, dapat dibatalkan karena bertentangan dengan kemanusiaan. Tidak hanya itu, sebagian warga dari massa tersebut mengadu DPR RI agar dapat menyampaikan kepada pemerintah pusat mencabut kebijakan putusan MA tersebut.
"Ya, kami akan tetap terus bertahan di lahan kebun kelapa sawit yang telah kami bangun sejak tahun 1996 lalu. Dan kami juga akan menuntut ganti rugi atas kerusakan yang ditumbulkan akibat eksekusi lahan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang telah melakukan eksekusi lahan kami ini," terang Ketua Koperasi Gondai Bersatu Rodisi Lubis kepada Riau Pos, Selasa (28/1).
Sementara itu, manajemen PT PSJ melalui Humas Syaputra Hidayana mengungkapkan, saat ini lahan inti kebun kelapa sawit perusahaan seluas 1.600 hektare. Hampir rampung ditumbang tim eksekutor dari DLHK Riau. Bahkan, dalam dua hari ke depan, lahan masyarakat juga akan segera terkena imbas dari eksekusi lahan tersebut.
"Jadi di lapangan, lahan inti kami (PT PSJ, red) seluas 1.600 hektare, hampir rampung ditumbang oleh tim DLHK Riau. Paling dalam waktu dua hari ke depan, eksekusi ini akan berlanjut ke lahan kebun sawit milik masyarakat yang tergabung dalam Koperasi Gondai Bersatu dan Sri Gumala Sakti dari luas total lahan yang akan di eksekusi 3.323 hektare," paparnya.
Dikatakan Yana ini, pihaknya menilai eksekusi yang dilakukan DLHK Riau ini merupakan tindakan yang brutal. Pasalnya, eksekusi ini tanpa memandang sisi-sisi kemanusiaan. Padahal, warga yang memiliki lahan kebun sawit itu, merupakan bagian dari negara yang memiliki hak sebagai warga untuk mendapatkan penghidupan yang layak.
"Artinya, kami dari PT PSJ dan masyarakat dalam KKPA ini merupakan satu kesatuan sebagai bagian dalam negara. Dan kami bersama masyarakat setempat, berupaya mencari penghidupan dari hasil kebun kelapa sawit tersebut," bebernya seraya menyebutklan lahan tersebut merupakan lahan program tanaman kehidupan PT PSJ.
Dijelaskannya, hingga saat ini pihaknya masih terus berupaya menunggu hasil peninjauan kembali (PK) oleh tim kejaksaan dan pengadilan. Di mana melalui PK tersebut, pihaknya berharap pemerintah pusat dapat memberikan keadilan dengan membatalkan eksekusi lahan tersebut.
Terpisah, Bupati Pelalawan HM Harris mengatakan, Pemkab Pelalawan sangat menghargai keputusan pemerintah pusat melalui MA yang telah mengeluarkan keputusan penertiban dan pemulihan kawasan hutan di Desa Gondai Kecamatan Langgam. Namun demikian, Pemkab Pelalawan tentunya berharap agar pemerintah pusat dapat melihat dampak dari eksekusi tersebut. Pasalnya, ada masyarakat Negeri Seiya Sekata ini yang menggantungkan kehidupan dari lahan kebun kelapa sawit yang akan dieksekusi tersebut.
"Artinya, dengan adanya eksekusi ini, maka tentunya hal ini akan berdampak terhadap daerah. Karena eksekusi ini akan menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran di Negeri Seiya Sekata ini. Untuk itu, kami dari Pemkab Pelalawan berharap agar pemerintah pusat dapat mengkaji ulang putusan tersebut. Karena putusan ini akan menambah beban bagi daerah akibat meningkatnya angka pengangguran," tutupnya seraya mengatakan dirinya berencana segera menjumpai pemerintah pusat untuk meminta solusi terhadap putusan MA tersebut.
Minta Hentikan Eksekusi Lahan
Pengurus Koperasi Sri Gumala Sakti, Gondai Bersatu bersama tokoh masyarakat dan menajemen dari PT PSJ selaku perusahan kemitraan menemui anggota DPR RI Marsiaman Saragih. Mereka disambut di ruang Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/1).
Dalam pertemaun itu, mereka meminta Pengadilan Negeri Pelalawan dan tim kejaksaan serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau agar menghentikan sementara eksekusi kebun kelapa sawit milik masyarakat Desa Pangkalan Gondai Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan dengan pola KKPA dnegan PT PSJ seluas 3.323 hektare itu sampai proses peninjauan kembali (PK) selesai.
Merespons hal tersebut, politisi PDIP itu langsung mengagendakan pertemuan Kejaksaan Agung RI, Kementerian LHK dan Kapolri untuk meminta menghentikan proses eksekusi sesuai permintaan masyarakat.
"Besok (Rabu 29/1) mau jumpai Kejagung, Kapolri dan KLHK. Tiga itulah yang bisa menghentikan itu," kata mantan anggota Komisi III DPR RI itu. "Paling tidak di-stop dulu sampai yang sekarang. Kalau pun intinya jadi habis itu tanggung jawab mereka kalau ada persoalan. Kalau PK-nya menang jadi persoalan baru lagi kan," ungkapnya.
Dia mengaku sudah mendapat pengaduan dari masyarakat terkait proses eksekusi ini pada Kamis (16/1) pekan lalu. Bahkan dia sudah turun langsung ke lahan tersebut dan telah meminta pihak yang mengeksekusi agar proses eksekusi segera dihentikan sementara namun permintaan itu diabaikan.
"Makanya saya turun Jumat sore saya langsung menuju lapangan. Sebelum saya turun saya jumpai dulu Kapolda. Saya sampaikan persoalan itu, tapi Kapolda tidak memiliki wewenang untuk menyetop. Saat saya turun ke lapangan, jadi saya lihatlah kelapa sawit sudah ditebang, buah sawit yang siap dipanen itu sudah berhamburan. Saya bilang pada saat itu stop eksekusi," jelasnya.
Dia menjelaskan, proses eksekusi yang dilakukan oleh mereka dengan cara lansung membongkar tanaman kelapa sawit dan langsung diganti dengan tanaman akasia disaat yang bersamaan diatas tanah yang telah dikelola oleh masyarakat selam 23 tahun tersebut.
"Waktu saya datang itu 600 hektar (sudah ditumbangkan, red). Sekarang sudah 800 hektare, tapi masuk lambat itu. Tapi nggak apa-apa, besok menghadap Kejaksaan Agung," ungkapnya.
Anggota DPR RI Dapil Riau II itu berharap pihak kejaksaan untuk menunda sementara eksekusi tersebut dengan beberapa alasan, pertama kasus tersebut masih menempuh proses hukum. Kedua, meminta kebijakan agar eksekusi yang saat ini dilakukan di kebun inti untuk tidak berlanjut ke plasma mereka.(amn/yus)