PANGKALANKERINCI (RIAUPOS.CO) - Sidang lanjutan kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menyeret korporasi PT Adei lantation and Industry, terus bergulir.Kali ini Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pelalawan menghadirkan dua saksi ahli untuk memberikan keterangan dalam persidangan, Kamis (10/9). Saksi itu adalah ahli kerusakan tanah dan forensik api dari IPB, Prof Bambang Heru Saharjo. Berikutnya Kepala Seksi Gangguan Usaha dan Pencegahan KDitjenbun Kementerian Pertanian Kiswandono.
Sidang ke-12 yang dipusatkan di ruang Cakra PN Pelalawan ini, dipimpin Ketua PN Pelalawan Bambang Setyawan SH MH sebagai hakim ketua. Dia didampingi Joko Ciptanto dan Rahmat Hidayat Batubara SH sebagai hakim anggota. Terlihat Direktur PT Adei Plantation and Industry Goh Keng EE sebagai terdakwa mewakili korporasi didampingi penasihat hukumnya M Sempakata Sitepu SH bersama rekannya Suheri SH, mengikuti jalannya persidangan. Sementara itu tim JPU dari Kejagung dihadiri James Edi Sadikin dan Bambang Subianto SH. Serta kejaksaan Negeri Pelalawan Agus Kurniawan SH.
Dalam kesaksiannya, Prof Bambang mengatakan, dirinya bersama tim Mabes Polri telah dua kali turun ke lokasi kebakaran lahan di PT Adei. Tepatnya di blok 34 Divisi II Kebun Nilo Barat Desa Batang Nilo Kecil Kecamatan Pelalawan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Dimana pada penyelidikan tahap awal tepatnya pada tanggal 16 September 2019, dirinya melihat adanya lahan perusahaan modal asing (PMA) tersebut seluas 4,16 hektare bekas terbakar yang telah diratakan menggunakan alat berat.
Dan di lokasi itu, dirinya melihat ada sejumlah batang kelapa sawit bekas terbakar, masih tampak terlihat berdiri di lahan tersebut. Namun demikian, mayoritas pohon tersebut telah ditimbun di dalam tanah.
"Dan dari pengamatan saya di lapangan, ulah PT Adei yang menimbun batang kelapa sawit ini, untuk menghilangkan barang bukti. Padahal, kebakaran ini telah terpantau oleh satelit. Tapi, saat turun ke lokasi, lahan tersebut telah bersih dan hanya meninggalkan sedikit bukti yang bisa dilakukan penyelidikan," terangnya.
Kemudian, sambung dosen fakultas forensik api Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, dirinya bersama tim
Mabes Polri kembali turun pada tanggal 1 Oktober 2019 untuk mengambil sejumlah sampel tanah di lahan bekas terbakar dan juga lahan yang tidak terbakar. Dan setelah dilakukan analisa, ternyata hasil sampel tanah tersebut diketahui, lahan PT Adei ini sengaja dibakar oleh grup perusahaan Kuala Lumpor Kepong (KLK) ini.
"Jadi, kebakaran itu tidak muncul dengan sendirinya. Dan ada dua faktor penyebab munculnya kebakaran yakni faktor alam serta faktor kesengajaan dari manusia," paparnya.Untuk faktor alam, lanjut Bambang, kebakaran dapat disebabkan akibat munculnya api dari sambaran petir.
Dan seperti yang diketahui, saat kejadian kebakaran di lahan PT Adei, kondisi alam sangat panas akibat cuaca yang masuk musim kemarau kering. Kemudian, kebakaran dapat terjadinya akibat adanya lelehan lahar panas dari gunung merapi.
"Jadi, sangat mustahil dan tidak masuk akal kebakaran lahan PT Adei disebabkan faktor alam. Dan kita pastikan kebakaran lahan korporasi ini akibat ulah tangan manusia yang dilakukan dengan unsur kesengajaan. Karena di lokasi ditemukan adanya sejumlah pohon bekas dibakar yang sebagian besar ditimbun untuk menghilangkan barang bukti," paparnya.
Ditambakan ahli kerusakan tanah ini bahwa, dengan adanya kejadian tersebut, membuktikan perusahaan tidak komit dalam menjaga lahan yang dipercayakan negara kepada mereka. Sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan akibat penanganan karhutla yang tidak optimal atau tidak tersistem. Apalagi karhutla yang dilakukan PT Adei ini telah terjadi berulang-ulang. Seperti pada tahun 2000 lalu, tidak tanggung-tanggung, lahan mereka seluas 3 ribu hektare hangus dilalap api. Begitu juga pada tahun 2006, 2013 dan 2019, kasus karhutla ini kembali muncul dilahan HGU mereka.
"Ini bukan perkara pidana biasa, karena karhutla investasi dari Negeri Jiran tersebut sudah terjadi secara berulang-ulang. Dan dengan kejadian ini tentunya saja saya keberatan, sehingga saya berharap pemerintah harus mengambil tindak tegas terhadap PT Adei dengan mencabut izinnya," ujarnya.
Artinya, ujar Bambang, pemerintah harus mengkaji ulang pemberian izin kepada PT Adei ini. Apakah mereka benar benar niat berinvestasi di Indonesia, atau malah sengaja merusak lingkungan dengan cara membakar lahan dengan berulang-ulang.
Usai mendengarkan keterangan saksi ahli kerusakan tanah IPB tersebut, Majelis Hakim PN Pelalawan kembali melanjutkan sidang pemeriksaan saksi dari Kepala Seksi Gangguan Usaha dan Pencegahan Kebakaran Ditjenbun Kementerian Pertanian Kiswandono. Hingga berita ini dirilis, sidang masih berjalan dengan alot.
Laporan : Amien Amran (Pangkalankerinci)