PANGKALANKERINCI (RIAUPOS.CO) -- Eksekusi lahan hutan milik negara di Desa Pangkalan Gondai Kecamatan Langgam kembali ricuh, Rabu (5/2). Kali ini, massa yang tergabung dalam Koperasi Gondai Bersatu dan Sri Gumala Sakti di bawah binaan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) terlibat bentrok dengan pihak sekuriti PT Nusa Wana Raya (NWR) sekitar pukul 09.00 WIB.
Lima warga menjadi korban dalam bentrok tersebut. Selain itu seorang awak media televisi (MNC Media) Indra Yoserizal menjadi korban kebrutalan pihak sekuriti PT NWR. Dalam bentrok itu satu unit alat berat milik PT NWR hangus terpanggang api dan tujuh sepeda motor milik masyarakat rusak berat.
Informasi yang berhasil diperoleh Riau Pos di lokasi dari Wakil Ketua Koperasi Gondai Bersatu Muhammad Setiawan, hingga saat ini masyarakat tetap bertahan di lahan kebun kelapa sawit yang telah menjadi sumber penghidupan bagi mereka. Namun, pascaterjadinya bentrok pada Selasa (4/2) lalu, maka pemerintah melalui DLHK Riau bersama Polres Pelalawan telah sepakat agar eksekusi tersebut harus ditunda. Pasalnya, masyarakat masih melakukan berbagai upaya agar lahan tersebut tidak atau dibatalkan untuk dilakukan eksekusi.
"Jadi, kesepakatan berbagai pihak eksekusi lahan plasma kami ini diputuskan untuk ditunda. Hanya saja, pihak PT NWR, tidak menghargai kesepakatan itu dan tetap berkeinginan menebang kebun kami dengan menurunkan alat berat yang dikawal ratusan sekuriti perusahaan. Tentunya kami tak rela kebun kami ditebang, sehingga kami berupaya mempertahankan lahan kami ini dengan menghadang alat berat tersebut masuk ke lahan kami," terangnya.
Hanya saja, sambung Setiawan, oknum sekuriti PT NWR ini bersikap arogan. Mereka yang menggunakan senjata tajam berupa parang, mengejar dan melukai seorang warga bernama Giman. Akibat serangan itu Giman mengalami luka robek pada bagian kepalanya dan harus dirawat di RS Efarina Pangkalankerinci.
"Tentunya kami tidak terima atas sikap arogan sekuriti perusahaan ini. Sehingga kami juga spontan menyerang mereka untuk mempertahankan lahan kami. Tapi, aksi spontan kami ini malah memicu kemarahan mereka, sehingga mereka merusak tujuh unit sepeda motor milik warga. Dan bahkan, pihak sekuriti ini juga sempat menganiaya wartawan MNC Media," papar Setiawan seraya menyebutkan sejak bentrok Selasa dan Rabu (5-6/2) ada 10 warga mengalami luka-luka akibat aksi kebrutalan sekuriti PT NWR.
Dijelaskannya, dalam lahan yang akan dieksekusi ini, terdapat sekitar 1.000 lebih jiwa yang tergabung dalam dua koperasi. Di mana warga dalam koperasi ini, telah memiliki Surat Kepemilikan Tanah (SKT) dan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR). Sehingga dengan adanya kepemilikan lahan tersebut, sejak 25 tahun lalu warga membangun kebun kelapa sawit. Dan pada tahun 1998 lalu, warga membentuk dua koperasi (KKPA). Yakni Gondai Bersatu dan Sri Gumala Sakti. Di mana koperasi yang telah memiliki badan hukum ini dibentuk untuk memudahkan masyarakat menjual hasil panen kebunnya.
Kapolres Pelalawan AKBP M Hasyim Risahondua SIK MSi didampingi Kasubbag Humas Iptu Edi Haryanto membenarkan adanya gesekan antara massa dengan petugas sekuriti PT NWR. Namun demikian, saat kejadian pihaknya tidak berada di lokasi.
"Jadi, saat adanya gesekan ini, kami tidak berada di lokasi. Karena cukup banyak titik kumpul masyarakat yang kami lakukan pengawasan di lahan seluas 3.323 yang akan dieksekusi. Namun, setelah melakukan patroli, maka kami langsung menetralisirkan lokasi yang saat ini telah aman dan kondusif," sebutnya.
Dikatakannya, dari hasil penyidikan di lapangan diketahui gesekan antara warga dan sekuriti berawal adanya pelemparan yang dilakukan masyarakat terhadap sekuriti PT NWR saat menjaga dua alat berat milik perusahaan. Bahkan, massa juga membakar dua unit alat berat tersebut dengan melempar molotov dari botol berisi bensin. Sehingga dua alat berat tersebut mengalami kerusakan.
"Jadi, aksi inilah yang menjadi pemicu terjadinya gesekan. Sehingga para sekuriti perusahaan ini balik menyerang warga. Sedangkan warga yang mengaku sepeda motornya dirusak, telah kami minta membuat laporan, tapi sampai saat ini tidak satu pun yang melapor," katanya.
Melapor ke Polda Riau
Dalam pada itu wartawan MNC TV Indra Yoserizal yang jadi korban penganiayaan sekuriti PT NWR, kemarin sote melapor ke Sentra Pelayanan Terpadu Kepolisian (SPKT) Polda Riau. Saat melapor, Indra didampingi wartawan Riaubook Fajar Setiawan, Rajawali TV Yusri dan wartawan Radio Elsinta. Menurut Indra, sebelum mendapat penganiayaan, dia dan beberapa awak media lainnya sedang merekam momen bentrokan antara masyarakat dan pihak sekuriti.
"Saat bentrokan pecah, saya berada di antara masyarakat dan ratusan sekuriti," kata Indra.
Momen rekaman itu berisi sekuriti memukuli warga. Lalu, sekuriti yang melihat media langsung memiting leher Indra. Selain itu merampas kamera dan memukul serta menendangnya.
"Leher saya dipiting, dibawa ke pos sekuriti. Kamera dirampas, wajah ditinju, dan ditendang. Layaknya binatang," kata Indra usai membuat laporan.
Terpisah, Plt Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia (IJTI) Yudi Saputra menegaskan, pihaknya mengecam tindakan pihak sekuriti dari PT NWR.
"Kami menilai tindakan itu seperti aksi preman. Sebab wartawan sudah menunjukan id card-nya. Mendukung ditegakkannya proses hukum oleh Polda Riau, dan kami juga sudah menunjuk seorang pengacara," ujar Yudi.
Di tempat terpisah, perwakilan PT NWR Abdul Hadi kepada wartawan mengatakan, pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan wartawan MNC TV Indra Yoserizal terkait insiden tersebut. PT NWR akan mencari solusi terbaik untuk permasalahan yang terjadi di Desa Gondai.
"Kami akan bahas langkah terbaik untuk masalah ini serta akan menggelar konferensi pers bersama rekan media," ujarnya.(amn/s)