Kuasa Hukum Perjuangkan Hak Petani Gondai

Pelalawan | Selasa, 04 Februari 2020 - 13:46 WIB

Kuasa Hukum Perjuangkan Hak Petani Gondai
Kuasa Hukum Koperasi gondai bersatu Asep Ruhiat (tengah) terlihat tengah mengadakan konprensi pers terkait perjuangan pihaknya membantu para petani di Desa Pangkalan Gondai beberapa waktu yang lalu. (PRAPTI DWI LESTARI/RIAUPOS.CO)

PELALAWAN (RIAUPOS.CO) -- Nasib para petani di Desa Pangkalan Gondai, yang Kecamatan Langgam, Pelalawan, masih terus diupayakan oleh para kuasa hukumnya.

 


Kuasa Hukum Koperasi Gondai Bersatu di Pekanbaru Asep Ruhiat mengatakan, Koperasi Gondai Bersatu bersama masyarakat Batin Palabi mengharapkan Dinas Lingkungan dan Kehutanan untuk segera menghentikan eksekusi lahan seluas lebih 3.000 hektare di Gondai yang hingga kini masih terus berlangsung.

Pasalnya, jika eksekusi terus dilanjutkan maka yang ada hanyalah mudarat, petani akan mengalami derita panjang karena mata pencarian mereka hilang.

Bahkan, dalam konflik antara PT Peputra Supra Jaya (PSJ) dengan PT Nusa Wana Raya (NWR), pemerintah diharapkan mampu memberikan solusi yang terbaik demi kemaslahatan dengan menghentikan eksekusi perkebunan yang sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk masyarakat.

"Karena eksekusi lahan perkebunan yang sekarang dilakukan, justru mendatangkan mudarat. Terlebih masyarakat akan menderita jika itu terus dilanjutkan," kata Asep.

Lanjut Asep, pihaknya berkeyakinan bahwa Presiden Joko Wododo (Jokowi) akan mendengarkan jeritan petani perkebunan kelapa sawit di Desa Gondai.

Dimana, Presiden Jokowi sangat mendukung industri perkebunan sawit sebagai sektor paling produktif untuk meningkatkan perekonomian negara dan masyarakat. Terlebih beliau adalah pemimpin yang lahir dari masyarakat sehingga diyakini kebijakannya akan berpihak ke rakyat demi kemaslahatan.

"Kami akan terus perjuangkan semua hak dari para petani, dan kami meminta untuk penghentian sementara eksekusi lahan tersebut, karena kalau sampai perjuangan kami melalui PK nantinya berhasil, siapa yang akan bertanggung jawab atas kerusakan ribuan pohon sawit yang telah di tebang tersebut. Apalagi disaat usianya tengah produktif,"tegasnya.

Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Lembaga Adat Petalangan Ilhamdi, SH.MH menyatakan, putusan MA hanya mengutamakan aspek kepastian hukum, namun mengabaikan aspek keadilan dan kemanfaatan.

Bahkan ada banyak masyarakat yang terancam hidup dan kehidupannya akibat eksekusi lahan tersebut.

Apalagi, lewat putusan pidana, masyarakat masih punya hak-hak keperdataan mereka atas tanaman sawit di atasnya. Sebaiknya eksekusi ditunda dahulu, sampai jelas dan terang benderang duduk semua perkara tersebut.

Pihak PT Nusa Warna Raya (NWR), eksekusi merupakan pelaksanaan dari putusan Mahkamah Agung MA Nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018.

Sejak enam hari lalu sampai saat ini, dilaporkan sudah lebih 800 hektare dari 3.323 hektare sawit kerjasama masyarakat adat Batin Palabi dan PT PSJ telah diratakan dan diganti dengan tanaman akasia.

Eksekusi juga akan menyenggol lahan petani lainnya di Kecamatan Langgam. Akibatnya, ratusan petani akan kehilangan mata pencarian sehingga anak mereka terancam putus sekolah.

Bahkan demi menuntut keadilan, sejumlah dari perwakilan petani sawit tergabung dalam Koperasi Sri Gumala Sakti dan Koperasi Gondai Bersatu melakukan pengaduan demi mencari keadilan hingga ke Kejaksaan Agung (Kejagung), Kapolri dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) soal kasus eksekusi lahan yang dikelola warga selama 23 tahun terakhir.

"Padahal eksekusi tersebut dalam amar putusannya tidak menyebutkan memerintahkan mengosongkan lahan. Pasalnya, sengketa yang diperebutkan adalah lahannya, sementara tanaman kehidupan berupa kebun sawit yang berada di atasnya merupakan hak masyarakat dan PSJ sebagai bapak angkat. Harusnya tidak ada eksekusi tanaman kehidupan itu sesuai dengan amar putusan MA," kata dia.

Sementara itu, Sekretaris Koperasi Sri Gumala Sakti, Radesman Naingggolan menyatakan sampai saat ini lahan sawit yang sudah dibabat mencapai 800 hektare dari lebih total sekitar 1.200 hektare termasuk milik masyarakat yang tergabung dalam Koperasi Gondai Bersatu. Sementara total lahan sawit bersama perusahaan inti totalnya mencapai 3.324 hektare.

"Sementara kami petani tidak tahu mengenai masalah yang terjadi antara PT NWR dan PT Peputra Supra Jaya (PSJ). Dan kami telah bekerja sama dengan PT PSJ selama 23 tahun tidak ada masalah.Mudah-mudahan besok Pak Jaksa Agung bisa menginstruksikan untuk menghentikan sementara pembabatan sambil menungggu proses PK di MA," kata Radesman.

Untuk diketahui, bahwa kerjasama masyarakat dengan PSJ berawal dari permohonan dan penyerahan lahan untuk program pola kemitraan inti plasma (KKPA) perkebunan oleh tokoh masyarakat dan lembaga adat atau batin kepada bapak angkat perusahaan yang awalnya 50:50 dan sekarang sudah 70 persen petani plasma, 30 persen inti.(rls)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook